ROADMAP BUMN 2016-2019 menyebutkan target yang diinginkan pemerintah, termasuk di antaranya pengurangan jumlah BUMN, sehingga mencapai target 85 BUMN ideal dan pembentukan beberapa holding company (HC) baru.
Dari total 25 besar BUMN saat ini, menghasilkan hampir 90% total penjualan dari seluruh 112 BUMN.
Pembentukan holding company BUMN merupakan suatu inisiatif value creation (penciptaan nilai) untuk mengubah komposisi pareto.
Rencana percepatan HC dalam rangka menciptakan efisiensi dan produk BUMN cukup penting dalam situasi persaingan global saat ini.
Studi Booz Allen di 2014 menunjukkan responden dunia usaha Indonesia adalah yang paling tidak siap di ASEAN dalam menghadapi integrasi pasar regional. Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan kesiapan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Dalam rentang dua tahun ke depan, jika holding company dijalankan secara sungguh-sungguh, dapat diubah dari 20% dibanding 80% menjadi 40% dibanding 60% total penjualan BUMN.
Penulisi buku ini sekaligus Direktur Pelaksana Lembaga Manajemen FIB Universitas Indonesia Toto Pranoto menyebutkan, secara mekanisme bisnis, terbentuknya value creation dari corporate parenting pada holding company merupakan impact dari kekuatan keuntungan finansial, pengembangan strategi, keterlibatan (sinergi) operasional, sharing resources, dan sinergi bisnis.
Dalam buku ini juga ditelaah konteks kemampuan Indonesia melakukan transformasi menjadi BUMN yang kompetitif tidak terlepas dari dukungan sektor regulasi.
Apalagi daya saing BUMN terhambat karena banyaknya UU atau PP yang harus dipatuhi.
Terkadang satu regulasi tidak sejalan dengan regulasi lainnya, misal ketentuan tentang BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan sering dibenturkan dengan UU Tipikor.
Demikian pula regulasi yang mengatur privatisasi BUMN sangat birokratis.
Begitu juga ketentuan Bursa Efek Indonesia saja, terdapat 25 tahapan yang harus dilalui sebelum BUMN dapat go public.
Maka, sejak diberlakukannya UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, hanya terdapat delapan BUMN go public.
Dalam kondisi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah untuk memberikan PMN, hal ini tentu mengurangi kesempatan bagi BUMN untuk akses pendanaan dari pasar modal sekaligus mengurangi likuiditas bursa.
Dalam penelitian, isu utama yang dihadapi bisnis di Indonesia ialah ketidaksiapan menghadapi pesaing, yakni perusahaan multinasional luar negeri.
Kemudian tingginya biaya logistik, kesulitan adaptasi menjadi perusahaan skala regional, serta terbatasnya international talent.
Pembentukan enam holding BUMN di sektor pertambangan, energi, perbankan, perumahan, konstruksi dan jalan tol serta pangan dirasa sudah tepat.
Dalam buku ini dijelaskan, kebanyakan holding yang terbentuk adalah di sektor sekunder seperti infrastruktur dan perbankan.
Oleh karena itu, sektor sekunder ini bisa meningkatkan manfaat ekonomi ke sektor primer.
Dari awal sampai akhir, buku menggelitik untuk memahami ulasan implementasi dan dampak penerapan holding di beberapa negara yang dipaparkan.
Kendati sarat dengan kajian teoretis, diimbangi dengan studi empiris yang menarik dan terkini sehingga menjadi paparan berharga guna mendukung penerapan langkah strategis di Tanah Air.
______________________________________
Judul : Holding Company BUMN (Konsep, Implementasi, dan Benchmarking)
Pengarang: Toto Pranoto
Penerbit: Lembaga Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
Terbit : Juli 2017
Tebal : 224 halaman