Prof. Emil Salim Bahas Pembangunan Berkelanjutan dalam Dies Natalis Sekolah Kajian Stratejik UI
Saskia Ananda- Humas FEB UI
JAKARTA, Kamis, 13 September 2018 ─ Sekolah Ilmu Lingkungan dan Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia merayakan Dies Natalis ke-2 yang dilaksanakan pada Kamis, 13 September 2018. Acara dibuka oleh sambutan dari Dr. Emil Budianto yang merupakan Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan. “Sekarang kita masuk dalam tahun politik yang hangat, izinkan kami memperkenalkan rumah perdamaian yang ingin terus memelihara perdamaian. Kami berharap rumah ini dapat menjadi locus menciptakan perdamaian di Indonesia” ujar Dr. Emil Budianto.
Dies Natalis Sekolah Ilmu Lingkungan dan Sekolah Kajian Stratejik Universitas Indonesia juga dihadiri oleh Prof. Dr. Emil Salim yang merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dan Bapak Lingkungan Indonesia. Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. Emil Salim membahas mengenai Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan.
Jumlah manusia yang terus bertambah, tingkat pendapatan naik dan konsumsi semakin meningkat dan bumi kita yang tidak bertambah besar menyebabkan timbulnya kenaikan tingkat kemiskinan, keresahan sosial serta kerusakan sumber daya alam dalam ekosistem lingkungan yang dilumpuhkan fungsinya sebagai sistem penopang kehidupan.
Maka dari itu, perlu diusahakan pola pembangunan baru. Sustainable Development memiliki beberapa ciri yaitu menjangkau perspektif jangka panjang melebihi satu-dua tahun, pembangunan menyadari adanya hubungan keterkaitan (interdependency) antar pelaku-pelaku alam, sosial dan buatan manusia, pembangunan berlangsung memenuhi kebutuhan manusia tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan memenuhi kebutuhannya, pelaksanaannya menggunakan resource recovery dan didaur ulang sebanyak mungkin dengan pola efisiensi yang tinggi dan pembangunan diarahkan pada pemberatasan kemiskinan, perimbangan ekuiti sosial yang adil dan kualitas hidup sosial.
Secara umum, Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan memenuhi kebutuhan generasi masa kini dalam alur proses yang turut mengembangkan kemampuan generasi masa depan memenuhi kebutuhannya. Dalam World Summit on Sustainable Development WSSD, Johannesburg, 2002 menyepakati pola Pembangunan Berkelanjutan yang memuat sekaligus tiga unsur pokok yaitu Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pembangunan Sosial Berkelanjutan dan Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan.
Tujuan dari Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals mencakup berbagai sasaran yaitu bebas kemiskinan, bebas kelaparan, kesehatan dan kemaslahatan yang baik, pendidikan yang berkualitas, kesetaraan jender, air bersih dan sanitasi, ekonomi, pengembangan industri, inovasi dan infrastruktur, dsb. “Sustainable Development Goals Center Universitas Padjadjaran” telah menyusun proyeksi pencapaian indikator Sustainable Development Goals di tingkat provinsi dengan hasil proyeksi periode 2015-2030. Tim SDG Universitas Padjadjaran mengungkapkan beberapa kesimpulan.
Kesimpulan pertama, bahwa sebagian besar sasaran SDG tidak akan tercapai apabila pembangunan dilakukan secara business as usual. Kesimpulan kedua, bahwa menurut scoring maka propinsi yang dianggap paling siap adalah daerah Riau, Kepulauan Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, DI Yogjakarta dan Kalimantan Timur. Sedangkan propinsi yang paling tidak siap adalah Aceh, NTB, NTT, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.
Kesimpulan Ketiga, propinsi yang kaya akan sumber daya alam seperti kepulauan Riau dan Kalimantan Timur, relative lebih siap menghadapai SDG daripada daerah-daerah lain. Kesimpulan Keempat, bahwa dalam menanggapi tantangan SDG masing-masing propinsi memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Sehingga tidak ada solusi tunggal dalam menghadapi SDG.
Kesimpulan Kelima, bahwa dalam menanggulangi kemiskinan tantangan utama adalah menanggapi masalah “the last mile”. Tantangan utama dari penerapan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia adalah mengatasi Middle Income Trap yang tercermin dalam terperangkapnya Indonesia sejak 1986 dalam kelompok negara berpendapatan menengah diukur dari 2016, Indonesia memerlukan 27 tahun lagi untuk bisa mencapai High-income Country di tahun 2043.
Sehingga pelaksanaan pola Pembangunan Berkelanjutan 2018-2030 bisa menanamkan landasan bagi keluarnya Indonesia dari Middle Income Trap. Tantangan kedua yang dihadapi oleh Indonesia adalah memanfaatkan bonus demografi yang membuka pintu kesempatan memicu pembangunan, terutama di tahun 2018-2043. Tantangan ketiga adalah pemberantasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan.
Tantangan keempat adalah ancaman perubahan iklim yang mengakibatkan naiknya permukaan laut sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat pulau. Tantangan kelima adalah dampak dari garis kebijakan Presiden Amerika Serikat berupa “America First”, sehingga melumpuhkan pola perdagangan bebas dan merombak pola Globalisasi ke arah global divergency dengan melenyapkan secara sepihak tarif pungutan impor.
Tantangan penting yang harus dihadapi Indonesia adalah bagaimana bisa menumbuhkan kekuatan keswadayaan ekonomi bangsa kita. Indonesia perlu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dari hasil produk sendiri. Kita perlu berpaling dari orientasi ke ekonomi Amerika Serikat dan perlu menggalakan hubungan kerjasama ekonomi dengan ASEAN, Asia dan Eropa. Dalam keadaan ini juga sangat penting untuk tetap memelihara keutuhan dan persatuan bangsa. (Des)