LPEM FEB UI Datangkan Pembicara dari Swiss di Seminar Survey Ekonomi OECD Indonesia
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan Seminar Survei Ekonomi OECD Indonesia dengan mengangkat tema “Mempromosikan Ekonomi yang Tangguh dan Inklusif” yang berlangsung di ruang seminar lantai 7, Gedung Aliwardana, pada Jumat (12/10/2018).
Seminar ini dimoderatori oleh Vid Adrison, Ph.D., selaku Ketua Program Studi MPKP dengan pemateri/penyaji pertama disampaikan oleh Christine Lewis selaku Head of the Indonesia/Switzerland Desk in the OECD’s Economics Department dan pemateri kedua disampaikan oleh Febrio Kacaribu, Ph.D., selaku Peneliti Senior di LPEM sekaligus staf pengajar di FEB UI.
Pemaparan materi pertama disampaikan oleh Christine Lewis. Ia menyampaikan bahwa standar hidup terus meningkat berkat ekspansi ekonomi yang kokoh dan kebijakan pemerintah yang baik, angka kemiskinan dan ketimpangan makin menurun sedangkan akses pada layanan publik makin meluas. Pendapatan per kapita tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi masih solid dikisaran 5% per tahun sejak 2013 yang didorong konsumsi dan belakangan ini juga didorong oleh investasi infrastruktur.
Kebijakan makroekonomi menyeimbangkan pertumbuhan dan stabilitas dengan baik. Setelah menurunkan suku bunga acuan di tahun 2016 – 2017 guna menopang pertumbuhan ekonomi, kini Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga demi memperlambat aliran modal keluar. Defisit anggaran diperkirakan akan menurun pada tahun 2018 dan 2019, sehingga memberikan kelonggaran lebih besar terhadap batas yang ditentukan undang-undang sebesar 3% PDB.
“BUMN turut berkontribusi pada agenda pembangunan melalui investasi di bidang infrastruktur, pinjaman bagi usaha kecil, dan pengendalian harga. Selain itu, penguatan administrasi perpajakan menjadi prioritas pemerintah dan amat penting untuk meningkatkan kepatuhan,” ucap Christine Lewis.
Penghasilan yang rendah dan informalitas yang tinggi menyiratkan bahwa pajak penghasilan orang pribadi saat ini baru menjaring sedikit individu dan hasil yang diperoleh masih kecil. Namun sebaliknya, PPN mendatangkan penerimaan yang cukup besar. “Sementara itu, capaian di bidang pendidikan telah meningkat, tetapi kelangkaan keterampilan menghambat pertumbuhan dan penghasilan,” ungkap Christine Lewis.
Di sisi lain, pertumbuhan sektor pariwisata sangat baik berkat terobosan program pemerintah yang terus mempromosikan pariwisata kita terhadap negara lain. “Pariwisata ini bermanfaat untuk menciptakan insentif ekonomi untuk melindungi sumber daya alam,” tutupnya.
Selanjutnya, pembahasan materi kedua yang disampaikan oleh Febrio Kacaribu, Ph.D. Ia mengatakan transformasi struktural ekonomi Indonesia sedang berubah, di antaranya pada sektor pasar tenaga kerja, sektor primer/jasa (terutama pertanian) bukan perusahaan terbesar, dan sektor sekunder (kebanyakan manufaktur) meningkat dalam hal pekerjaan tetapi tidak dalam hal produksi.
“Peningkatan produktivitas tenaga kerja sektor primer sebesar 5% relatif terhadap sektor sekunder -11% dan tersier -3%. Sementara perlambatan di sektor manufaktur merupakan ancaman serius,” kata Febrio Kacaribu.
Sementara itu, hutang pemerintah Indonesia disebabkan oleh laju pertumbuhan yang melambat. Berdasarkan data bahwa tidak ada pertumbuhan utang di 2019 berdasarkan pada rancangan anggaran. “Defisit anggaran lebih baik di 2018 dan 2019 kemudian sebagai respons terhadap pasar sentimen,” tutupnya. (Des)