Ari Kuncoro: Tren di Sektor Manufaktur di bawah Kepresidenan Jokowi, Warisan dari Administrasi Sebelumnya
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
Sektor manufaktur Indonesia telah berubah dari menjadi pendorong ekonomi pertumbuhan ke sektor yang hampir sepenuhnya bergantung pada pertumbuhan permintaan domestik. Boom komoditas yang terjadi antara 2005 dan 2012 telah menyebabkan penyakit Belanda. Artinya, situasi di mana perluasan satu sektor telah mengurangi insentif untuk manufaktur dan ekspor, mengingat permintaan domestik sudah tersedia.
Data terakhir menunjukkan bahwa manufaktur Indonesia telah tertinggal dari negara tetangga dalam menuai manfaat rantai nilai internasional. Saat ini, manufaktur tergantung pada sektor untuk menghasilkan pertumbuhan. Sementara beberapa industri seperti tekstil dan otomotif masih menjanjikan.
“Dalam menjaga momentum yang terjadi pada ekspor manufaktur, Indonesia perlu reformasi tambahan termasuk logistik yang lebih baik, meminimalisir hambatan non-tarif, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,” kata Ari Kuncoro berdasarkan rilis tulisan dalam Journal of Southeast Asian Economies Vol. 35, No. 3 (2018), pp. 402–24.
Manufaktur di bawah Administrasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo bila dilihat dari visi Nawacita yaitu ‘kedaulatan, kemandirian, dan kekuatan melalui kerja sama timbal balik’. Ini merupakan cara untuk menunjukkan jalan yang harus diikuti negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Contohnya, Nawacita sangat berfokus pada penguatan keamanan nasional untuk mempertahankan ekonomi Indonesia. Tujuannya yaitu membuat negara lebih adil, demokratis dan lawabiding, meningkatkan kualitas hidup seluruh rakyat Indonesia, membuat bangsa lebih ekonomis, kompetitif, dan melestarikan budaya dan identitas Indonesia.
Manufaktur memainkan peran sentral dalam strategi pengembangan multidimensi Pemerintahan Jokowi, di antaranya (1) keamanan dalam pangan, energi, tenaga, pembangunan maritim dan kelautan; (2) perkembangan manusia dimensi berdasarkan pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pengembangan karakter nasional; dan (3) regional terhadap dimensi ekuitas meliputi tindakan untuk menumbuhkan ekuitas yang lebih besar dalam peluang dan pendapatan antara desa, daerah perbatasan, dan wilayah timur dan barat negara itu.
Berdasarkan semua itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa situasi penyakit Belanda di satu sektor mengurangi insentif ekspor di bidang manufaktur, mengingat permintaan domestik sudah tersedia. Rencana pembangunan ekonomi pemerintahan Jokowi, di sisi lain terkandung dalam Nawacita. Tujuan baru adalah untuk menemukan sumber pertumbuhan baru untuk melengkapi berkurangnya sektor manufaktur dan komoditas, dan memberikan stabilitas harga serta lapangan kerja bagi Rakyat Indonesia.
“Di bawah pemerintahan saat ini, peringkat investasi Indonesia telah meningkat. Sikap proteksionis juga sudah mulai bangkit kembali. Selain itu, dampak keseluruhan dari reintroduksi langkah-langkah non-tarif pada manufaktur dapat dilihat dalam orientasi ekspor yang rendah dari sektor ini bahkan setelah penyakit Belanda, efek dari ledakan komoditas sudah mulai menghilang,” tutupnya. (Des)
Sumber: https://www.jstor.org/stable/10.2307/26545321