PhD Mama, Cerita Perjuangan Kartini Masa kini Meraih Pendidikan Setingi-tingginya
Melva Costanty – Humas FEB
DEPOK (2019/04/15) – Berjuang meraih mimpi, meraih pendidikan yang lebih tinggi merupakan cita-cita yang mulia. Namun, menjalankan studi ditengah rutinitas lain, seperti mengurus keluarga dan bekerja tetap tidak mudah. Apalagi jika studi yang dijalani bukan di negeri sendiri. Dukungan pasangan, anak-anak, dan orang tua menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung. Komunikasi yang baik dan menajemen ekspektasi menjadi kunci. Pembimbing yang pengertian dan suportif menjadi penyemangat. Perempuan sebagai istri dan ibu, tidak menjadi halangan. Keluarga bukan hambatan. Cerita dan semangat dalam menjalani studi ini yang ingin dibagikan oleh Roro Roekmi, Dharma Aryani, Hani Yuliandrasari, Hera Suroso, Kanti Pertiwi, dan Tatum Adiningrum dalam Temu Penulis dan Peluncuran buku ‘PhD Mama’ di Auditorium Soeria Atmadja, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus Depok.
Dimulai pada tahun 2017, Kanti Pertiwi berinsiatif untuk mengumpulkan cerita-cerita ini. Para mama, sekaligus mahasiswi PhD ini, menyambut antusias ajakan untuk menyumbang tulisannya. Namun, kesibukan sebagai mahasiswa yang juga mengurus keluarga menjadi tantangan tersendiri bagi Kanti, “Saya sebagai insiator harus punya usaha lebih untuk mengingatkan. Disaat yang sama saya juga paham. Setiap hari pasti sudah sibuk degan tuntutan kelaurga dan studinya masing-masing. Jadi ya itu tantangan pertama adalah memberikan pengertian, terus mengingatkan. Musti sabar supaya mereka tetap bisa menyelesaikan tulisan sesuai dengan tenggat waktu yang sudah disepakati.”
Prof. Suroso, ayahanda Hera Suroso mendukung studi putrinya. Hera mengambil topik yang terinspirasi dari anaknya. “Saya lihat karena keinginannnya tinggi, terus dia ‘kan dapat beasiswa. Itu yg pertama. Yang kedua, yaitu mngenai anaknya. ‘Kan kalau saya nggak tahu anak autis itu (merawatnya) sebaiknya gimana. Kalau dia mmpelajari keseluruhan itu, tapi kan ada jalan-nya masing-masing. Itu yang saya lihat, jadi bagi dia itu sangat menarik untuk mengambil informasi, seluruh hal-hal yang terkait dengan disabilitas.”
Melihat perjuangan perempuan dalam melanjutkan studinya, Suroso mendapatkan kesan tersendiri. “Terutama saya sebagai dosen disini, yang juga menjadi pembimbing ibu-ibu juga kan? Pertama, memang kegigihan dan pemakluman sebagai pembimbing terhadap ibu-ibu yang repot itu agak jadi pelajaran bagi saya.”
Buku ini terdiri dari 27 cerita, 3 diantaranya merupakan cerita dari para suami yang ikut menyumbangkan tulisan. “Suara dari para laki-laki tentunya memberikan perspektif yang berbeda. dari sudut pandang ini. Karena penting sekali untuk mendengar suara para papa, karena para mama ini kalo mengambil keputusan pasti jg nany apasangannya kan? Jd nggak bisa kita maju sndirian…”, ujar Kanti.(des)