Ari Kuncoro : Reorganisasi Mesin Pertumbuhan
Struktur kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo periode ke-2 dengan 34 menteri dan 12 wakil menteri (wamen) -dengan beberapa wamen memiliki tugas khusus-, merupakan reorganisasi yang mengingatkan pada struktur gugus tugas (battle group) dalam kemiliteran. Struktur ini memungkinkan untuk membuat suatu tim dengan tugas khusus yang menggunakan sumber daya dari induk pasukan dalam waktu yang ditentukan.
Sebagai contoh, wamen luar negeri yang mendapat tugas mengamankan keberlanjutan industri sawit dalam negeri di tengah ancaman boikot Uni Eropa, berada langsung di bawah Presiden melalui Menko Perekonomian serta Menko Kemaritiman dan Investasi.
Kata investasi menggambarkan keinginan mereorganisasi mesin pertumbuhan ekonomi yang beberapa tahun terakhir ditopang konsumsi masyarakat. Dengan porsi 59 persen dari produk domestik bturo (PDB), sejak 2015 sampai dengan triwulan I-2019, konsumsi tumbuh sekitar 4,8-5,27 persen secara tahunan. Sementara, investasi berperan sekitar 32 persen dari PDB, tumbuh 4,24-7,94 persen secara tahunan.
Dengan pertumbuhan ekspor yang terus menurun, sebagai akibat usainya bonanza komoditas dan perang dagang, gabungan konsumsi masyarakat dan investasi menghasilkan pertumbuhan sekitar 5 persen per tahun. Angka ini, jika dibandingkan dengan negara-negara lain di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, sebenarnya cukup baik. Apalagi, jika dibarengi dengan inflasi sekitar 3 persen per tahun yang menjaga daya beli masyarakat.
Namun, yang menimbulkan pertanyaan, apakah kita dapat lebih baik lagi karena ada aspirasi untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap) secepat mungkin.
Untuk melihat hal itu, dilakukan simulasi sederhana untuk menghitung perkiraan pertumbuhan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi, misalnya 5,5 persen per tahun. Angka terakhir pada triwulan II-2019, pertumbuhan investasi 5,01 persen. Dengan asumsi persentase konsumsi 59 persen dari PDB dan tumbuh dengan rata-rata 5 persen per tahun, serta porsi investasi 32 persen PDB dan jeda antara investasi dan produksi selama 2 tahun, diperlukan pertumbuhan investasi paling tidak 10 persen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun.
Angka ini kelihatan masuk akal, namun merupakan tugas berat karena pertumbuhan tertinggi investasi sejak 2013 adalah 7,94 persen secara tahunan, yakni pada triwulan III-2018. Jika diambil target pertumbuhan ekonomi yang lebih realistis, misalnya 5,5 persen per tahun, maka pertumbuhan investasi yang diperlukan berkisar 8-9 persen per tahun. Artinya, pertumbuhan investasi 8 persen dengan cara-cara konvensional sudah cukup berat. Maka, perlu reorganisasi mesin pertumbuhan secara out of the box.
Perilaku investasi
Dengan menggunakan metode Granger Causality, terlihat perbedaan mendasar antara perilaku investasi sebelum dan sesudah krisis moneter 1998. Sebelum krisis, investasi lebih menentukan pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain, pengusaha lebih antisipatif. Setelah krisis, yang terjadi sebaliknya, pertumbuhan ekonomi menentukan investasi, dengan kata lain pengusaha hanya akan berinvestasi jika pertumbuhan ekonomi benar-benar baik.