Seminar Mingguan Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI Angkat Topik Faktor Penentu Perumahan Perkotaan di antara Orang Berpenghasilan Rendah di Jabodetabek
Depok – Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI menggelar Seminar Mingguan dengan topik pembahasan “Topik Faktor Penentu Perumahan Perkotaan di antara Orang Berpenghasilan Rendah di Jabodetabek” yang berlangsung di ruang Soenaryo Kolopaking, Gedung Dekanat Lantai 3 FEB UI, Depok. Pembahasan seminar mingguan ini dipaparkan oleh Djoni Hartono dan Khoirunurrofik Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI.
Dalam pembahasanya mengenai masalah backlog Perumahan The inability of Government of Indonesia (GOI) dan lembaga swasta untuk memenuhi perumahan, Tingkat backlog menjadi 13,5 juta unit pada tahun 2015 (berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016), Konsekuensi dari pertumbuhan populasi perkotaan yang cepat (dari 49,8% pada 2010 menjadi 53,3% pada 2015, diproyeksikan meningkat menjadi 66% pada tahun 2035 (BPS, 2018). Perencanaan dan pengembangan perumahan merupakan kekhawatiran utama Pemerintah Indonesia
Masalah Backlog di Jakarta Jakarta adalah daerah perkotaan terbesar dengan 10 M penduduk, Jakarta memiliki persentase rumah terendah kepemilikan (51,09%), jaminan simpanan> 1 juta
unit rumah tahun 2015 (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016). Masalah serupa ditemukan di Jakarta kota-kota sekitarnya (Depok, Tanggerang, Bekasi, Bogor) Program pembangunan perumahan ditargetkan berpenghasilan rendah people / masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemahaman tentang preferensi rumah tangga adalah penting untuk merancang kebijakan perumahan nasional untuk orang berpenghasilan rendah.
Beberapa penelitian menganalisis kepemilikan rumah preferensi untuk orang-orang berpenghasilan rendah. Tujuan penelitian ini ialah preferensi orang berpendapatan rendah antara membeli atau menyewa; preferensi berpenghasilan rendah orang untuk menempati perumahan umum atau perumahan pribadi, masukan bagi Pemerintah Indonesia untuk merancang kebijakan perumahan, masyarakat berpenghasilan rendah di Jakarta daerah metropolitan
Sehingga kesimpulannya ialah pekerjaan permanen, sejumlah besar anggota keluarga, lebih banyak pengetahuan dalam program pemerintah di sektor perumahan, waktu tempuh yang lebih pendek untuk bekerja tempat dan fasilitas pendidikan, kemungkinan memiliki rumah lebih tinggi, Lebih banyak melek huruf tentang kebijakan perumahan, dan faktor-faktor paksa (penggusuran) dari Pemerintah Indonesia adalah faktor pendorong utama bagi responden untuk memilih perumahan publik waktu perjalanan ke tempat kerja dan fasilitas kesehatan juga menjadi pertimbangan utama untuk menempati rumah publik interaksi antara jarak ke stasiun dan karakteristik lokasi utilitas publik meningkatkan kemungkinan untuk memilih rumah publik
Kebijakan yang dapat diambil yaitu pemerintah harus mengoptimalkan sosialisasi kebijakan perumahan, Penyebarluasan kebijakan perumahan berpenghasilan rendah bagi orang-orang di usia pernikahan muda, Jarak ke fasilitas publik harus dipertimbangkan, terutama jarak ke transportasi umum, fasilitas pendidikan, dan kesehatan, Kebijakan perumahan untuk orang-orang dengan pendapatan tidak teratur untuk mengurangi non performing loan (NPL).