Ari Kuncoro: Inilah Kebijakan Strategis untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi diatas 5,3%
Nino Eka Putra – Humas FEB UI
JAKARTA – Sudah enam tahun ekonomi Indonesia tumbuh 5 persen. Angka ini lebih baik dibanding negara-negara besar di dunia di luar Tiongkok. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, ini menjadi pertanyaan apakah kebijakan ekonomi pemerintahan Indonesia sudah memberikan harapan untuk bertumbuh 5,3 persen.
Dilihat dari struktur perekonomian Indonesia sekarang ini masih bergantung pada impor terutama industri. Apabila perekonomian dipacu terlalu cepat pada saat ekspor melambat maka resiko neraca dagang/pembayaran akan jebol.
“Dari sisi pertumbuhan ekonomi kita di angka 5% dan inflasi sebesar 3% dengan dikaitkan oleh middle income trap yakni perhitungan yang tidak memperhatikan daya beli. Sebenarnya, dampak dari pertumbuhan 5% tidak selaras dengan kesempatan kerja. Untuk mencapai pertumbuhan di atas 5,3 persen maka investasi harus tumbuh 8 persen,” ucap Ari Kuncoro selaku Rektor UI yang menjadi narasumber dalam acara Hot Economy Berita Satu TV “Setelah Enam Tahun Tumbuh 5%”, pada Kamis (6/2/2020).
Lanjut Ari, pertumbuhan PDB di berbagai negara tidaklah merata. Misalnya, di Indonesia dari berbagai daerah, seperti Sulawesi mempunyai kemampuan mengolah sektor pertanian menjadi agribisnis. Sementara, Jawa banyak terdapat manufaktur yang tumbuh cukup lambat dan mempunyai penduduk yang padat tetapi terkoneksi dengan infrastruktur baik jalan tol maupun kereta api. Selain itu, di bagian timur, Papua harus memiliki kota yang cukup besar sehingga ekonomi bisa dikonsolidasikan.
Salah satu ciri masyarakat Indonesia adalah setelah ada pengumuman terhadap sentimen positif maka yang ditunggu mengenai implementasi terhadap peraturan-peraturan turunan. “Jadi, ini perlu omnibus law dilanjutkan dengan peraturan turunan dari petunjuk pelaksanaan hingga teknis. Selain itu, ekspektasi masyarakat berhubungan juga dengan konsumsi (pakaian, peralatan rumah tangga, dan bahan tahan lama),” imbuhnya.
Tambah Ari, terkait omnibus law merupakan suatu usaha untuk melakukan harmonisasi. Untuk itu, Indonesia harus belajar dari strategi yang dilakukan oleh Vietnam dan Bangladesh selain memusatkan omnibus law tetapi juga mengkawal perusahaan-perusahaan dan diciptakan kawasan industri berbasis pelabuhan, karena semakin berdekatan maka terjadinya networking.
Sementara itu, konsumsi barang tahan lama sudah mulai menurun dan ada pergeseran konsumsi dalam hal jasa yakni kesehatan, pendidikan, traveling, hotel, dan restoran.
“Kebijakan strategis yang harus diambil oleh pemerintah yaitu dengan membuat ekspektasi positif dan kredibilitas serta perang dagang menjadi ekspektasi negatif dalam pertumbuhan ekonomi. Ini suatu usaha untuk menyeimbangkan antara arus daya beli dan arus produksi secara bersamaan terkonektivitas antara berbagai daerah di Indonesia. Maka, pemerintah harus mencari sumber pertumbuhan ekonomi yang baru dari berbagai sektor untuk mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas,” tutupnya. (Des)