Ari Kuncoro: April, PPh 21, 22, dan 25 Dibebaskan
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
JAKARTA – Berdasarkan rilis tulisan di koran Investor Daily, pada Kamis (12/3/2020), pemerintah memastikan paket stimulus fiskal berupa pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), PPh 22, dan PPh 25 diberlakukan selama enam bulan mulai April 2020. Insentif itu diberikan untuk melindungi daya beli masyarakat dan menjaga kesinambungan industri dari dampak negatif penyebaran Virus Korona baru (Covid-19).
Pemerintah akan menanggung PPh 21 selama enam bulan bulan ke depan sejak April. Pemerintah juga akan menangguhkan PPh 22 dan 25. Adapun PPh 22 adalah pajak yang dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, baik bagi penjual maupun pembeli, yang umumnya mencakup barang-barang konsumsi. Sedangkan PPh 25 yaitu pajak yang dibayar secara angsuran untuk meringankan beban wajib pajak (WP).
Berdasarkan draf stimulus yang disiapkan pemerintah, fasilitas pembebasan PPh 21 akan diberlakukan kepada karyawan di berbagai industri. Tarif PPh 21 diberlakukan beragam, mengacu pada Pasal 17 Undang-Undang (UU) No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No 7 Tahun 1983 tentang PPh.
Proses Produksi
Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, stimulus fiskal tersebut diberikan untuk menjaga ekonomi tetap tumbuh. Dengan tidak membayar PPh 21, karyawan memiliki ‘penghasilan tambahan’, sebab PPh yang seharusnya dibayarkan perusahaan kepada negara, diberikan kepada karyawan.
“Dengan begitu, daya beli masyarakat akan tetap kuat, sehingga konsumsi domestik meningkat,” ujar Sri Mulyani.
Hal yang sama, kata Menkeu, berlaku bagi dunia usaha yang mendapat pembebasan PPh 22 dan PPh 25. Karena pajaknya dibebaskan, dunia usaha memiliki arus kas yang cukup untuk menjaga kesinambungan bisnisnya. PPh 22 mengenai pajak kegiatan impor barang konsumsi akan ditangguhkan selama enam bulan agar perusahaan di industri manufaktur tidak membayar bea masuk (BM) impor. Pemerintah juga menangguhkan PPh 25 sebagai stimulus kepada para pengusaha industri manufaktur agar mereka bisa terus menjalankan proses produksi.
Menkeu menambahkan, untuk membantu industri manufaktur, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) juga bakal dipercepat. Kecuali itu, pemerintah akan mempermudah impor dan ekspor dengan melonggar- kan barang larangan dan pembatasan (Lartas), melalui simplifikasi regulasi. Alhasil, kelak, impor bahan baku lebih mudah dilakukan.
Lebih dari 749 harmonized system (HS) code yang Lartas-nya akan dihilangkan. Itu lebih dari 50%-nya. Semua sedang difinalisasi, terutama menyangkut peraturan-peraturan. Stimulus tersebut diharapkan mampu meminimalisasi beban pelaku industri manufaktur. Dengan begitu pula, perekonomian nasional yang sedang tertekan, terutama akibat penyebaran Covid-19 dapat tertolong.
Dorong Daya Beli
Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengatakan kondisi ekonomi domestik membutuhkan stimulus agar bisa tetap tumbuh di tengah kuatnya tekanan dampak Covid-19. Dampak Virus Korona tidak hanya menggerus sektor pariwisata, tetapi juga menjalar ke sektor lainnya, seperti perdagangan. Jika sektor perdagangan sudah terdampak biasanya industri manufaktur juga bakal terkena.
Ari mengakui, stimulus fiskal, khususnya bagi karyawan, bisa mendongkrak daya beli dan mendorong konsumsi. “Uang yang tadinya masuk ke pajak sekarang ada di masyarakat, sehingga daya beli tetap berputar,” tutur dia.
“Konsekuensinya, jika pemerintah tidak mengurangi pengeluaran, defisit APBN akan melebar. Tapi defisit yang melebar ini sebenarnya normal dalam situasi yang disebut sebagai upaya counter cyclical,” tutupnya.
Sumber: Koran Investor Daily. Edisi: Kamis, 12 Maret 2020. Halaman 1 Bersambung ke 11