Ari Kuncoro: Mata Pencarian Rakyat Banyak dan Covid-19
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro merilis tulisannya yang dimuat di Harian Kompas, pada Selasa, 24 Maret 2020 yang berjudul “Mata Pencarian Rakyat Banyak dan Covid-19”. Berikut tulisan Ari Kuncoro yang kami kutip bahwa pada 12 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyakit Covid-19 yang disebabkan virus korona baru sebagai pandemi. Bagi Indonesia, hal ini langsung membawa ekspektasi negatif ke pemodal atau investor portofolio luar negeri.
Dalam sebulan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi sekitar 34 persen per 20 Maret 2020 karena banyak investor asing keluar dari pasar saham dan keuangan. Hal ini menunjukkan, neraca pembayaran Indonesia masih mengandalkan arus masuk modal portofolio ke pasar saham dan pasar obligasi. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga melemah dari Rp13.735 per dollar AS sebulan lalu menembus batas Rp16.000 per dollar AS pada 20 Maret 2020.
Berita baiknya, sebagai akibat penurunan permintaan dunia dan perang minyak antara Arab Saudi dan Rusia, harga minyak merosot drastis dari sekitar 51 dollar AS per barel pada medio Februari 2020 menjadi kurang dari 29 dollar AS per barel pada medio Maret 2020. Indonesia dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengurangi tekanan inflasi melalui harga bahan bakar minyak dalam negeri. Tentu dengan catatan, Bank Indonesia tetap dapat menstabilkan rupiah.
Menjaga nafkah masyarakat
Di tengah meluasnya pandemi Covid-19, masyarakat bingung karena beragam informasi mengalir dari media sosial dan sarana komunikasi lain. Berbagai kalangan mengemukakan ide, mulai dari perdebatan kunyit efektif atau tidak untuk meningkatkan daya tahan tubuh sampai perlu atau tidak menghentikan aktivitas secara total (lockdown). Dalam perdebatan yang terakhir ini, kita perlu bersikap bijaksana.
Perekonomian adalah satu kesatuan arus mengalir yang terdiri dari masyarakat konsumen dan produsen. Pengeluaran satu entitas adalah rezeki bagi yang lain. Produksi dari satu entitas bukan hanya merupakan barang dan jasa yang siap dikonsumsi, melainkan juga pendapatan bagi rumah tangga yang bekerja di pabrik dan rumah tangga produksi.
Dari segi pelaku sektor produksi, perekonomian Indonesia didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, pada 2019, entitas produksi Indonesia didominasi UMKM, yaitu 99,99 persen dari total jumlah unit usaha yang ada. Sementara itu, dari sisi nilai tambah, UMKM menyumbang sekitar 63 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dari segi ukuran jumlah pekerja dan omzet, usaha mikro menjadi yang terkecil dengan kontribusi nilai tambah sekitar 34 persen PDB.
Tak seperti pegawai kerah putih, bagi usaha mikro dan pekerjanya, hidup adalah dari hari ke hari dengan mengandalkan omzet dan pendapatan harian. Omzet usaha mikro per tahun rata-rata sekitar Rp 76 juta, berarti sekitar Rp 6 juta sebulan atau Rp200.000 per hari.
Bagi usaha mikro, akses dan kesempatan agar ada yang membeli produk mereka mungkin lebih penting daripada bantuan tunai dan kredit. Pedagang di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, dan Pasar Gede, Solo, punya tempat penyimpanan uang yang boleh jadi sudah lusuh. Kotak ini adalah sumber konsumsi, sumber investasi, dan untuk berjaga-jaga. Bagi mereka, kesehatan dan penghidupan menjadi satu. Mereka berusaha mencari nafkah untuk tetap sehat dan berusaha tetap sehat untuk dapat mencari nafkah.
Indonesia telah mengambil langkah untuk bekerja atau belajar dari rumah dan pembatasan sosial. Tanpa perintah lockdown pun, mereka sudah kehilangan pelanggan dengan makin sepinya sekolah, perkantoran, dan pusat pembelanjaan, serta tempat keramaian lain. Sektor informal berperan penting menjaga resiliensi perekonomian. Saat ini, secara makro, berbagai stimulus diberikan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Daya beli ini hanya efektif kalau masih terdapat barang dan jasa yang dihasilkan sektor produksi termasuk UMKM, paling tidak di tingkat aktivitas minimum. Jika tidak, dampaknya adalah inflasi berkelanjutan.
Secara mikro, berbagai platform daring yang populer untuk memesan makanan, barang, atau sekedar sebagai kurir dapat dimobilisasi guna memelihara keseimbangan antara sisi permintaan dan produksi pada tingkat minimum. Di pedesaan, agen-agen laku pandai bank-bank BUMN, BUMDes, dan koperasi dapat melakukan hal yang sama.
Di AS, Amazon telah melayani belanja kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari secara daring agar rantai pasok tak hancur total. Pesanan Rp20.000-Rp30.000 per rumah tangga ke pasar basah, warung, rumah makan, dan gerai waralaba dengan jasa kurir ojek daring sudah cukup untuk sekedar meneruskan penghidupan hari ini menuju esok hari bagi masyarakat yang mengandalkan ekonomi berbagi. (hjtp)
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 24 Maret 2020. Kolom Analisis Ekonomi. Halaman 1 Bersambung ke halaman 11.