Pemulihan Ekonomi Nasional Butuh Dana Rp 318,09 Triliun
Kompas, 14 Mei 2020
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penanganan dan pemulihan ekonomi nasional diarahkan pada perbaikan sisi permintaan dan penawaran. Sejauh ini rekap dana pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan pada tahun ini Rp 318,09 triliun.
Ketentuan pelaksanaan pemulihan ekonomi nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020. Regulasi itu menyebutkan, program pemulihan ekonomi nasional dilakukan pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi, penjaminan, dan belanja negara.
PP Nomor 23 Tahun 2020 merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara dalam Penanganan Pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan menjadi undang-undang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah menjadi fokus penanganan serta pemulihan ekonomi di sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi didorong melalui percepatan penyaluran bantuan sosial, pemberian insentif perpajakan, dan perluasan stimulus konsumsi untuk kelas menengah.
Di sisi penawaran, penanganan dan pemulihan ekonomi diarahkan untuk mendukung dunia usaha, yaitu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), badan usaha milik negara (BUMN), serta korporasi. Menurut hitungan BKF, rekap dana pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan pada tahun ini mencapai Rp 318,09 triliun.
”Belum ada angka (dana pemulihan ekonomi nasional) yang resmi dikeluarkan karena angkanya terus bergerak. Yang jelas, kebutuhan pembiayaan ekonomi nasional lebih dari Rp 150 triliun,” kata Febrio dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara virtual, di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Dukungan untuk UMKM berupa subsidi bunga senilai Rp 34,15 triliun serta penjaminan untuk kredit modal kerja baru Rp 6 triliun. Subsidi bunga menyasar 60,66 juta rekening kredit UMKM. Pemerintah akan menempatkan dana di perbankan yang akan melakukan restrukturisasi kredit dan memberikan tambahan kredit modal kerja.
Menurut Febrio, penempatan dana untuk subsidi kredit dan penjaminan modal kredit baru bukan upaya penyelamatan perbankan. Subsidi kredit langsung diberikan ke nasabah terdampak Covid-19, sementara penjaminan untuk menarik minat perbankan menyalurkan modal kredit baru. Sejauh ini ada sekitar 200.000 nasabah yang sudah mengajukan restrukturisasi kredit.
”Pemerintah tidak dalam bisnis menyelamatkan perbankan. Kondisi likuiditas perbankan masih terjaga, bahkan bisa dikatakan tidak akan ada masalah likuiditas jika restrukturisasi hanya enam bulan,” kata Febrio.
Adapun dukungan untuk BUMN berupa PMN, pembayaran kompensasi, dan dana talangan. Dukungan pemerintah diprioritaskan untuk BUMN terdampak Covid-19 di sektor infrastruktur, pangan, transportasi, sumber daya alam, keuangan, manufaktur, energi, dan pariwisata.
Febrio menuturkan, sejauh ini belum ditetapkan perusahaan BUMN dan besaran dukungan yang akan diberikan. Dukungan bagi BUMN akan diberikan secepat mungkin mulai triwulan II-2020 ini karena ada beberapa BUMN yang tidak bisa beroperasi sama sekali, bahkan kesulitan membayarkan utangnya.
”Dukungan untuk BUMN bergantung pada kriteria dan skala prioritas yang kini sedang dimatangkan. Suntikan dana akan diberikan secapat mungkin,” kata Febrio.
Pemerintah juga memberikan dukungan bagi korporasi dalam bentuk insentif dan relaksasi perpajakan. Selain itu, ada penempatan dana di perbankan untuk restrukturisasi debitor korporasi. Pemulihan dunia usaha akan dilakukan sepanjang triwulan II hingga III-2020 sejalan dengan penanganan Covid-19.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, bentuk dan kriteria dukungan pemulihan ekonomi nasional harus dirumuskan hati-hati agar tidak menimbulkan moral hazard. Penyertaan modal negara untuk BUMN, misalnya, perlu memperhatikan struktur modal dan dampak Covid-19 terhadap arus kas perusahaan.
”Pemberian dukungan bisa diperingan berdasarkan arus kas perusahaan dan pentingnya BUMN terhadap perekonomian,” kata Ari, Rabu.
Menurut Ari, dukungan juga bisa diberikan kepada perusahaan yang mempertahankan rantai pasok. Kredit modal baru diarahkan untuk sektor-sektor baru, seperti kesehatan, farmasi dan obat tradisional, serta sektor jasa yang terkait penanganan Covid-19. Tujuannya agar pemulihan ekonomi berjalan beriringan dengan penanganan Covid-19.
Penerbitan PP No 23/2020 besar bersumber dari surat berharga negara (SBN). ”BI diberikan wewenang membeli SBN pemerintah di pasar perdana. Ini sesuai dengan peran BI sebagai Lender of The Last RSesort (LOLR) atau otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis,” katanya.