Surat Utang Makin Marak
Kompas, 14 Mei 2020
JAKARTA, KOMPAS – Sejauh ini setidaknya empat perusahaan BUMN sudah dan akan merilis surat utang global senilai Rp 83 Triliun. Likuiditas perusahaan juga direncanakan bakal ditopang oleh suntikan dana pemerintah melalui skema pemulihan ekonomi nasional terkait pandemic Covid-19.
Pendanaan dari pemerintah diberikan kepada 12 perusahaan BUMN dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN), percepatan pembayaran kompensasi dan talangan dana investasi untuk modal kerja.
Dua pekan terakhir, tiga perusahaan BUMN menerbitkan surat utang di pasar global senilai 3,6 miliar dollar AS atau Rp 54 triliun. Dalam keterangan Kementerian BUMN yang dipublikasi, Selasa (12/05/2020), PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum merilis surat utang senilai 2,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 37,5 triliun (kurs Rp 15.000 per dollar AS).
Sebelumnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menerbitkan surat utang 500 juta dollar AS atau Rp 7,4 triliun. Ada pula PT Hutama Karya (Persero) yang menerbitkan surat utang pada awal Mei 2020, senilai 600 juta dollar AS atau Rp 9 triliun.
Selain tiga perusahaan itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk juga tengah bersiap merancang surat utang senilai 2 miliar dollar AS atau Rp 29,6 triliun lewat program Euro Medium Term Notes (EMTN). Dengan demikian, total surat utang perusahaan BUMN mencapai nilai Rp 83 triliun.
Sebagian dana hasil penjualan surat utang itu akan digunakan untuk membayar utang jatuh tempo (refinancing bond) di tengah pandemi. PT Inalum misalnya, akan menggunakan 1 miliar dollar AS atau Rp 14,8 triliun dari dana yang diperoleh untuk membayar utang jatuh tempo. Sisanya akan digunakan untuk membiayai sejumlah rencana PT Inalum, antara lain mengakuisisi saham perusahaan tambang seperti PT Vale Indonesia Tbk dan membantu pembayaran pinjaman anak usaha.
Berinovasi
Menteri BUMN Erick Thohir, Selasa, mengatakan, perusahaan BUMN harus berinovasi mencari sumber pendanaan di tengah sulitnya kondisi ekonomi saat ini. Ia menilai, apa yang dilakukan PT Inalum, Hutama Karya, dan Mandiri sebagai bentuk kepercayaan dunia usaha internasional terhadap perusahaan BUMN, Ia mendorong lebih banyak perusahaan BUMN melakukan hal serupa untuk menambah likuiditas. “Berarti secara umum Indonesia masih dipercaya dunia Internasional,” kata Erick.
Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan berpendapat, di tengah situasi seperti ini, korporasi membutuhkan tambahan likuiditas. Sumber pendanaan secara internal melalui laba perusahaan atau suntikan modal kepemilikan saham tidak mencukupi ditengah ekonomi yang lesu.
Opsi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman. Namun, pinjaman melalui bank dilihat kurang strategis karena likuiditas perbankan dalam negeri cukup ketat. Ia menilai penawaran tenor minimal lima tahun oleh ketiga BUMN itu cukup menjanjikan. Namun, catatannya, kondisi ekonomi global sudah membaik dalam 2-3 tahun ke depan sehingga nilai tukar rupiah kembali menguat.
Sementara itu, lewat skema pemulihan ekonomi nasional, pemerintah akan menyuntikkan dana untuk 12 perusahaan BUMN yang terdampak pandemic dan keberadaannya dibutuhkan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Bantuan diberikan dalam bentuk modal negara, percepatan pembayaran kompensasi, dan talangan dana investasi untuk modal kerja.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah akan berhati-hati dalam memberikan suntikan dana. Bantuan hanya diberikan ke BUMN yang kondisi keuangannya benar-benar terdampak dan yang mengurusi hajat hidup orang banyak.
Besarnya dana belum ditentukan. Menurut rencana, dana talangan atau kredit modal kerja disalurkan pada triwulan II atau III-2020. “Mekanismenya harus melalui sidang kabinet dulu,” kata Febrio. (AGE)