ILUNI FEB UI Luncurkan Buku Terobosan Menghadapi Perlambatan Ekonomi
Delli Asterina~ Humas FEB UI
Jakarta, 04/07/2020 Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (Iluni FEB UI), meluncurkan buku bertemakan ‘Terobosan Menghadapi Perlambatan Ekonomi’ secara virtual. Buku yang ditulis oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan kawan-kawan alumni FEB UI lainnya ini, diharapkan akan menjadi rujukan kebijakan perekonomian.
Dalam sambutannya, Sri Mulyani mengatakan, seluruh pembangunan ekonomi Indonesia tidak lepas dari peranan para teknokrat yang lahir dari Fakultas Ekonomi UI (yang kemudian menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI – Red). Peran tersebut ditunjukkan dan implementasinya dapat dilihat pada buku tersebut.
Di dalam buku tersebut, Bendahara Negara ini menuliskan tantangan sebagai pemimpin atau sebagai pembuat kebijakan dalam lingkungan yang sangat berubah-ubah. Berbagai adjustment dan berbagai pilihan harus diambil. Sebagai pengelola kebijakan, ia berhadapan dengan lingkup yang besar dan masyarakat yang mengharapkan banyak sekali. Ia harus dapat mengartikulasikan suatu kebijakan dengan mempertimbangkan dan melihat dari sisi politik, media, ataupun para aktivis.
“Kita policy maker mendengar, namun untuk bisa menetapkan policy seperti apa, kita dihadapkan pada banyak hal dan pertimbangan. Waktu di akademik, kita merasa bisa menjelaskan, bisa menganalisa dan membahas berbagai topik. Tapi sekarang sebagai policy maker dan sebagai Menteri Keuangan, pembuat kebijakan, dan apalagi dalam situasi seperti Covid sekarang ini, kita sering tidak punya kemewahan mendesain kebijakan dalam suasana yang tenang,” jelasnya.
Tak sampai di situ, di dalam buku ini Sri Mulyani juga turut menyumbangkan tulisannya dari sisi makro dan ekonomi di Indonesia. Berbagai pandangan mengenai kondisi ekonomi sejak sebelum adanya pandemi hingga adanya Covid-19 dibahas di dalam buku tersebut.
“Terus terang saya saya menulis di tengah kondisi seperti ini juga dibantu oleh tim teknis Kementerian Keuangan,” ungkapnya.
Menteri Koordinator Perekonomian periode 2001-2004, Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menuturkan, upaya menjaga stabilitas ekonomi perlu dibarengi dengan transformasi dan reformasi. Namun, transformasi dan reformasi yang ingin dilakukan tak bisa hanya mengacu pada literatur yang ada. ”Pembuat kebijakan harus benar-benar terjun melihat masalah di dalam negeri. Tak bisa hanya mengandalkan ’buku panduan’,” ujar Prof. Dorodjatun.
Buku tersebut ditulis oleh 12 ekonom alumnus FEB UI, antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu, Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, ekonom Faisal Basri dan Kepala Ekskeskutif LPS Lana Soelistianingsih . Beberapa topik yang ditulis terkait isu-isu fiskal, moneter, kemiskinan, ketimpangan, investasi, dan perdagangan.
Transformasi ekonomi, lanjut Dorodjatun, tak boleh berhenti kendati Indonesia dalam kondisi pandemi. Saat ini, transformasi harus diarahkan per wilayah untuk mengatasi ketimpangan Jawa dan luar Jawa. Transformasi juga mesti mempertimbangkan faktor-faktor non-ekonomi dalam pembangunan.
Koefisien atau rasio gini Indonesia terus menciut dari 0,402 pada tahun 2015 menjadi 0,382 pada tahun 2019. Koefisien gini menjadi indikator ketimpangan kemakmuran dengan skor 0-1, makin tinggi angka menunjukkan makin timpang.
Menteri Keuangan periode 2013-2014, M. Chatib Basri menuturkan, selama ini kebijakan pembangunan terkesan hanya fokus pada faktor ekonomi. Padahal, ada faktor-faktor non-ekonomi yang mesti dipertimbangkan pemerintah, seperti politik dan sosial. Situasi ini yang akhirnya memperlambat pembangunan nasional.
”Teori ekonomi berbicara mengenai pentingnya reformasi, tetapi teori ekonomi itu sendiri bisu tentang bagaimana melakukan reformasi,” kata Chatib. Menurut Chatib, agenda reformasi dan kebijakan transformasi ekonomi membutuhkan peran institusi dan dukungan politik. Faktor-faktor non-ekonomi krusial dalam situasi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini. Pemerintah harus bisa mengambil kebijakan-kebijakan yang paling memungkinkan di tengah keterbatasan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, “Pemerintah mendengar seluruh aspirasi, tetapi dalam praktiknya pengambilan kebijakan tidak bisa mengakomodasi semua kepentingan. Terlebih pemerintah kini dihadapkan pada situasi serba mendesak yang membutuhkan respons kebijakan cepat, agar ekonomi tidak semakin terperosok.”
Koreksi pertumbuhan ekonomi menyebabkan dilema kebijakan makin pelik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diproyeksikan minus 0,4 persen sampai dengan 1 persen. Jauh lebih rendah dari proyeksi awal 5,3 persen. Dalam situasi serba terbatas, respons kebijakan harus diarahkan untuk mencegah pemburukan lebih dalam. (hjtp)