Special Webinar LD FEB UI 56 Tahun: CSR antara Kewajiban dan Kebutuhan Perusahaan, Diskusi Penerapan CSR di Indonesia
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (11/8/2020) Dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-56 Tahun Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) menyelenggarakan special webinar bekerjasama dengan Forum Kajian Pembangunan (FKP), bertajuk “CSR: antara Kewajiban dan Kebutuhan Perusahaan, Diskusi Penerapan CSR di Indonesia” pada Selasa (11/8/2020).
Narasumber pada webinar ini adalah Dr. Djainal Abidin Simanjuntak, Peneliti Senior LD FEB UI, dengan moderator Nur Hadi Wijono, Peneliti LD FEB UI. Acara ini dibuka oleh Dr. Paksi C.K. Walandouw, Wakil Kepala Bidang Penelitian LD FEB UI.
Djainal Abidin Simanjuntak, memaparkan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap seluruh pemangku kepentingannya, di antaranya konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas/masyarakat dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sedangkan, definisi CSR bank dunia ialah komitmen bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan dan komunitas lokal serta masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bisnis dan pembangunan.
Polemik penerapan CSR menunjukkan praktiknya di berbagai negara bersifat sukarela, membebani biaya perusahaan, mengurangi laba pemilik saham, dan mengganggu iklim investasi, serta CSR suatu kewajiban yuridis atau etis perusahaan. Para pelaku bisnis dan akademis beranggapan bahwa CSR tidak sama dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) perusahaan. TJSL merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan karena mandat undang-undang.
Pada umumnya, pelaksanaan CSR bukanlah bersifat wajib tetapi sukarela, maka pelaksanaannya harus didasarkan pada kesediaan, komitmen, dan kemampuan sumber daya ekonomi serta strategi bisnis. “CSR ini suatu kebutuhan dan menjadi strategi bisnis untuk memperkuat pondasi bisnis, menghadapi persaingan pasar, mengurangi tekanan stakeholder, meminimal resiko sosial dan pasar serta memperkuat pilar dasar bisnis,” imbuh Djainal Abidin.
Lanjutnya lagi, konsep TJSL dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan, ada sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak melaksanakan/melanggarnya, informasi pelaksanaannya disajikan dalam laporan tahun direksi pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan diatur dalam UU dan PP. Sementara, konsep CSR secara internasional tergantung pada komitmen dan kemampuan sumber daya perusahaan, tidak ada sanksi hukum bagi yang tidak melaksanakannya, informasinya bisa disajikan dalam laporan tahun direksi/media pelaporan lainnya, dan tidak diatur khusus dalam UU tetapi bersifat himbauan kepada perusahaan.
Praktik CSR di Indonesia diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT pada Pasal 74 tentang TJSL mengamanatkan kegiatan usaha perseroan di bidang atau berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, PP Nomor 47 Tahun 2012 Pasal 2 berbunyi setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai TJSL, UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN pada Pasal 88 ayat 1 mengamanatkan BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN, UU Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan UU Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin.
“Sementara itu, praktik CSR di Indonesia, dalam penerapannya perusahaan melaksanakan CSR karena kewajiban UU PT dan BUMN. Banyak pemda tidak memahami CSR, sehingga terbit pemda yang mewajibkan seluruh perusahaan menjalankan CSR, akibatnya menjadi beban bagi perusahaan. DPR RI belum memahami konsep CSR, sehingga sejak 10 tahun terakhir mendorong terbitnya UU CSR. Pelaku usaha menolak adanya UU CSR, sehingga upaya menerbitkan UU CSR gagal. Perusahaan di Indonesia sebagian besar hanya melaksanakan charity dan belum banyak perusahaan yang memasukkan CSR sebagai strategi bisnis,” jelas Djainal Abidin di akhir pemaparan materinya. (hjtp)