Webinar Series LPEM FEB UI, IBEF, Nudge Plus, Behavioural Economics and Laboratory Experiment: Nudge
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK-(1/2/2021) Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI berkolaborasi dengan Indonesia Behavioral Economics Forum (IBEF) dan Nudge Plus menggelar Webinar Series Behavioural Economics and Laboratory Experiment. Webinar seri keempat menghadirkan narasumber Dimas Budi Prasetyo, M.Sc., Co-founder Nudge Plus dan dengan topik “Nudge” pada Senin (1/2/2021).
Dalam paparannya, Dimas Budi Prasetyo menyampaikan, “Menurut Ajzen (1991), dalam Theory of Planned Behaviour, perilaku hadir dari niat yang berasal dari sikap, norma subjektif, dan perilaku kontrol. Sementara itu, menurut Chatterton (2016), perilaku hadir dari kondisi lingkungan, niat, kebiasaan. Niat ada karena sikap, faktor sosial, dan pengaruh. Jadi, niat bukan satu-satunya faktor yang berkontribusi pada perilaku seseorang.”
Dalam diri seseorang, ada dua jiwa, yakni panas dan dingin. Letak pengendalian diri ada saat keadaan panas dan dingin tersebut saling menyatu. Pengendalian diri membutuhkan energi mental yang berasal dari glukosa darah (blood glucose). Semakin dingin keadaan, maka akan semakin baik pengendalian diri serta semakin banyak energi mental.
Dimas menjelaskan bahwa beberapa peneliti juga menyebut energi mental sebagai sumber perhatian, “Perhatian membutuhkan energi, karenanya otak manusia akan efektif apabila hanya menangani satu tugas yang memakan perhatian pada satu waktu. Tak mudah mengalokasikan perhatian yang begitu tinggi pada beberapa operasi. Seseorang dapat melakukan beberapa hal sekaligus, tetapi hanya jika hal itu mudah dan tidak menuntut. Jadi, perilaku seseorang adalah produk dari keadaan internal dan isyarat eksternal.”
Nudge mengakomodasi wawasan terbaru dalam ilmu perilaku untuk merancang intervensi dan ‘mengarahkan’ perilaku kita. Berdasarkan beberapa studi literatur, nudge cukup menantang karena harus kontekstual, melihat keadaan lingkungan, serta mudah dipahami. Saat melihat keadaan lingkungan di Indonesia, ada heterogenitas yang besar, suasana serba cepat, pola berpikir instan, masalah kepercayaan pada pemerintah, lebih berpegang pada influencer dan beban kognitif, sehingga tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua.
“Ada sebuah proyek yang mengintervensi di suatu tempat untuk mengukur perilaku aktual dalam konteks pandemi. Intervensi tersebut terdiri dari empat tahap, mulai dari tidak adanya perlakuan apapun, lalu mulai tersedia wastafel dan botol sabun, tambahan poster terkait ajakan cuci tangan, dan tambahan isyarat visual berupa jejak kaki. Hasil dari proyek tersebut adalah perilaku mencuci tangan dan perilaku penggunaan sabun semakin meningkat setiap tahapnya. Terbukti intervensi mampu mengarahkan perilaku seseorang,” ujar Dimas menutup pemaparan materinya.(hjtp)