Prospek Pertumbuhan 2021
Oleh: Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., Rektor Universitas Indonesia
KOMPAS | (18/2/2021) – Kasus merebaknya demonstrasi dan kerusuhan di beberapa negara Eropa, seperti Belanda dan Denmark—yang termasuk mempunyai tingkat kemakmuran dan indeks kebahagiaan (happiness) tertinggi di dunia— menentang karantina wilayah, merupakan pelajaran bagi negara-negara lain.
Fakta menunjukkan, di negara-negara maju pun banyak masyarakat yang hidup dari bisnis skala kecil yang mengandalkan mobilitas.
Hal ini menjelaskan mengapa tidak semua negara Eropa, misalnya Perancis, bergegas untuk memberlakukan karantina wilayah yang kedua guna mencegah merebaknya varian baru Covid-19 yang diduga lebih menular.
Koreksi pertumbuhan global
Berkenaan dengan hal tersebut, Kepala Bank Sentral Eropa Christine Lagarde tetap optimistis dan memprediksi gelombang lockdown yang baru hanya akan menunda pemulihan ekonomi di zona Euro, tetapi tidak akan menggagalkannya. Triwulan IV-2020, zona euro mengalami pertumbuhan positif 0,7 persen. Namun dengan adanya kebijakan karantina wilayah akibat varian baru Covid-19, kemungkinan akan terjadinya double dip recession menjadi meningkat.
Zona euro diperkirakan akan mengalami kontraksi 6,8 persen pada tahun 2020, dan untuk 2021 akan terkoreksi 1 persen poin ke 4,2 persen. Sementara perekonomian Amerika Serikat dengan pemerintahan barunya diperkirakan akan tumbuh 5,1 persen.
Dalam kesempatan lain, Chief Economist Dana Moneter Internasional (IMF) Gita Gophinath secara berhati-hati tetap optimistis walaupun menyadari bahwa varian baru Covid-19 dapat berpotensi membahayakan pemulihan ekonomi dunia, terutama di Eropa.
Karena perekonomian dunia sudah sangat terpuruk, maka dari basis yang rendah akan ada lonjakan (low base effect). IMF memperkirakan pertumbuhan global 2021 akan mencapai 5,5 persen, suatu kenaikan 0,3 persen dari prediksi sebelumnya pada bulan Oktober tahun lalu. Hal ini tergantung dari perlombaan antara kemajuan program vaksinasi dan kecepatan virus bermutasi. Untuk tahun 2022, dengan basis Produk Domestik Bruto (PDB) dunia yang lebih tinggi, pertumbuhan diperkirakan akan lebih rendah kembali, mendekati ke pola normal, yaitu sekitar 4,2 persen.
Bagaimana di Indonesia?
Badan Pusat Statistik mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020 Indonesia minus 2,19 persen dibandingkan 3,49 persen triwulan lalu.
Hal ini menunjukkan sudah terjadi pergerakan menuju situasi jalur pertumbuhan normal pra-pandemi. Namun pertumbuhan triwulanan sebesar minus 0,42 persen menunjukkan kecepatan pemulihan sudah melandai setelah melonjak (5,05 persen) pada triwulan sebelumnya.
Pemulihan ini berjalan landai karena dari segi permintaan ada pergeseran dari konsumsi pengalaman (leisure) seperti perjalanan dan kuliner ke barang-barang tahan lama piranti rumah tangga. Pada masa pra-pandemi keduanya merupakan komplementer baik secara siklus bergantian maupun bersama-sama.
Pola normal hierarki Maslow (1943) biasanya bermula dari pemenuhan kebutuhan pokok. Setelah tahap ini terpenuhi, mulai timbul kebutuhan untuk melakukan aktualisasi sehingga konsumsi mulai bergeser ke barang-barang tahan lama termasuk perlengkapan rumah tangga/elektronik.
Untuk Indonesia, polanya sedikit berbeda, terutama karena adanya suntikan pendapatan dari bonanza komoditas pada periode 2004-2012. Bonanza komoditas dan maraknya perkembangan media sosial membuat terjadinya loncatan yang mempersingkat durasi konsumsi barang tahan lama sebagai alat utama untuk aktualisasi dan menjadikannya berdampingan dengan konsumsi pengalaman atau gaya hidup (leisure).
Namun, konsumsi leisure dapat juga menggeser porsi barang tahan lama sebagai simbol kelas menengah yang mapan baik karena income effect maupun subsitution effect. Aktualisasi kelas menengah berubah ke gaya hidup atau pengalaman hidup (leisure), karena dapat secara instan mendapatkan komentar/pujian dari kelompoknya, misalnya dalam grup WhatsApp. Berkembangnya kelas menengah di kota-kota menengah turut memperkuat kecenderungan ini.
Dampaknya adalah pertumbuhan yang dapat mencapai 6 persen, bahkan lebih, pada periode 2004-2012. Berakhirnya bonanza komoditas tidak serta- merta menghilangkan efek ini, karena menjadi kebiasaan baru di mana siklus belanja saling bergantian atau komplementer, seperti dua vektor yang saling memperkuat. Hasilnya, pertumbuhan setelah bonanza komoditas masih dapat dipertahankan pada tingkat steady-state 5 persen per tahun.
Pergeseran akibat pandemi
Pola konsumsi di atas bergeser kembali ketika pandemi mulai terjadi Maret 2020. Selama kurang lebih satu tahun masyarakat tampaknya sudah melakukan adaptasi. Secara garis besar, model adaptive learning dari Hopkins (2007) mempostulasikan bahwa masyarakat mempelajari perbedaan kualitas dua produk. Produk mana yang akan dinilai lebih berkualitas tinggi, akan tergantung dari informasi dan persepsi situasi lingkungan melalui pembelajaran adaptif.
Dalam penerapannya, untuk situasi pandemi di Indonesia, barang tahan lama dan leisure dapat digabung menjadi satu barang komposit tersendiri ala fungsi utilitas variable elasticity of substitution (VES), barang lainnya dalam fungsi utilitas itu adalah kebutuhan untuk tetap sehat dalam situasi pandemi.
Meningkatnya porsi tabungan (average propensity to save) dari 18,6 persen di awal pandemi di bulan Maret 2020 ke 20,8 persen di akhir 2020 menunjukkan bahwa terdapat daya beli dari berbagai sumber, termasuk bansos, yang untuk sementara tidak dibelanjakan. Hal ini terjadi karena persepsi kesehatan yang memburuk sebagai akibat peningkatan kasus positif harian setelah liburan panjang akhir Oktober, Natal dan tahun baru. Berdasarkan Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari Bank Indonesia, peningkatan rasio tabungan ini terjadi di semua kelompok pendapatan.
Pemerintah telah mencoba menanganinya dengan program pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro. Namun, bagaimana dampak PPKM terhadap perilaku tabungan, masih harus menunggu survei IKK berikutnya. Secara prinsip, situasi pandemi telah membuat konsep leisure menjadi berubah. Namun, bagi kelas menengah, kebiasaan lama sulit hilang, masyarakat merasa perlu untuk tetap melakukan aktualisasi dan relaksasi sekaligus. Belanja dan relaksasi bercampur menjadi satu, bukan mengunjungi mal, akan tetapi pusat penjualan perangkat keras (hardware) piranti rumah tangga.
Selain itu, toko-toko perlengkapan olahraga dan penjual tanaman dan ikan hias terdekat juga menjadi bagian dari menu relaksasi akhir pekan.
Dampaknya adalah mulai terjadinya arus balik dari konsumsi leisure murni seperti perjalanan wisata jarak jauh ke konsumsi barang tahan lama. Indeks pembelian barang tahan lama meningkat dari titik terendah 66 di bulan Mei 2020 ke 79,8 di bulan Desember, suatu kenaikan signifikan sebesar 21 persen.
Kendati demikian, secara absolut indeks masih di bawah 100, yang berarti masih berada di zona pesimis. Hal ini mengindikasikan masih cukup besar proporsi tabungan yang tidak dibelanjakan untuk berjaga-jaga.
Oleh karena itu, walaupun pada bulan Januari 2021 angka purchasing manager index (PMI) sudah mencapai 52,2 pertumbuhan manufaktur tetap terkontraksi karena tidak terjadi merata di seluruh sub-sektor manufaktur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang terkini, tren pertumbuhan tahunan sektor manufaktur masih negatif walaupun besarannya membaik.
Pertumbuhan triwulan III-2020 sektor manufaktur secara tahunan (yoy) membaik dari minus 6,19 persen di triwulan II ke minus 4,31 di triwulan III dan selanjutnya ke minus 3,16 persen di triwulan IV-2020. Pertumbuhan triwulanan (q-to-q) minus 0,38 persen di triwulan IV-2020 padahal di triwulan sebelumnya sangat impresif sebesar 5,22 persen. Ini menunjukkan pemulihan mulai melandai karena konsumsi barang-barang tahan lama tak dapat terjadi terus- menerus, tetapi mengikuti suatu siklus.
Peranan sektor manufaktur non-migas adalah sekitar 17,6 persen dari PDB, sehingga resiliensinya diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan. Hal lain yang membantu sektor manufaktur adalah kebiasaan baru membeli perkakas rumah tangga lewat daring (online). Penerapan lockdown akhir pekan yang menjadi wacana akhir-akhir ini berpotensi menghilangkan peran sektor manufaktur dalam menjaga pemulihan ala huruf V yang walaupun lebih datar, paling tidak berubah menjadi pola W.
Pertumbuhan 2021
Dengan masih terpuruknya sektor transportasi, perdagangan, hotel dan restoran yang mempunyai porsi sekitar 20 persen dari PDB, tampaknya pola pemulihan ekonomi di 2021 akan berbeda dari krisis ekonomi sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan sektor transportasi di triwulan IV-2020 adalah minus 13,42 persen, sedikit membaik dari minus 16,71 di triwulan sebelumnya. Sedikit membaik, namun tetap saja masih terkontraksi. Di periode yang sama, sektor perdagangan masih terkontraksi minus 3,64 persen. Sektor-sektor tersebut terkait dengan mobilitas yang terdampak, terutama oleh kekhawatiran penggunanya.
Pergeseran konsumsi di atas jelas tidak cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi memasuki zona positif. Pertumbuhan PDB triwulan IV-2020 masih terkontraksi dengan minus 2,19 persen (yoy) walaupun sudah membaik dari minus 3,49 persen di triwulan sebelumnya. Pertumbuhan triwulanan sebesar minus 0,38 persen, juga menggaris bawahi pola pemulihan V yang lebih datar. Beberapa sektor seperti jasa informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan memang tumbuh 10,91 persen dan 16,54 persen, sehingga memberikan kompensasi parsial, namun proporsi keduanya hanya 5,81 persen dari PDB.
Dengan situasi seperti ini, pertumbuhan di triwulan I-2021 kemungkinan akan tetap berada di zona negatif sekitar minus 2 persen sampai minus 1 persen. Prediksi pertumbuhan untuk tahun 2021 kemungkinan akan terkoreksi menjadi sekitar 3,2 sampai 3,6 persen.
Improvisasi untuk pemulihan
Sebelum pandemi, sektor manufaktur bersama sektor-sektor transportasi, perdagangan, hotel dan restoran bergantian atau secara simultan membuat siklus mendorong pertumbuhan.
Siklus yang saling melengkapi ini diperkirakan akan pulih jika program vaksinasi Covid-19 berjalan lancar. Namun, sambil menunggu penuntasan program vaksinasi, perlu dipertimbangan pendekatan micro travel bubble yang memasukkan paket kesehatan, transportasi sehat dan aman pulang pergi ke tempat tujuan dan dibarengi dengan akomodasi bersertifikat sehat dalam satu paket.
Sebagai ilustrasi, perusahaan kereta api Amtrak di Amerika yang selama ini kalah bersaing dengan transportasi udara dan jalan tol antapnegara bagian, menggunakan pandemi untuk membangun citra baru transportasi KA antar-kota sebagai gaya hidup sehat, termasuk dengan menyediakan kamar-kamar di gerbong yang disebut bedroom dan roomette untuk perjalanan jarak jauh.
Waktu tempuh yang lebih panjang dijadikan branding gaya hidup yang lebih santai menikmati pemandangan wilayah pedesaan sambil tetap bekerja (working from train), sebelum sampai di tempat tujuan untuk melanjutkan pekerjaan di hotel (working from hotel/WFH).
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Kamis, 18 Februari 2021. Rubrik Opini. Halaman 6.