Departemen Manajemen FEB UI Adakan Sharing Session Seleksi Beasiswa S-2 dan S-3 Australia
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (17/2/2021) Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyelenggarakan Sharing Session, mengenai tips seleksi beasiswa S-2 – S-3 ke Australia, secara virtual, pada Rabu (17/2/2021). Acara ini dibuka oleh Dony Abdul Chalid, Ph.D., Ketua Departemen Manajemen FEB UI.
Narasumber pada Sharing Session berasal dari 4 dosen Departemen Manajemen FEB UI, yaitu Mone Stepanus Andrias, MBA, beasiswa Dikti di University of Queensland, Nayunda Andhika Sari, M.Sc., beasiswa LPDP BUDI mahasiswa doktoral di Department of Management, Monash University, Fanny Martdianty, Ph.D., alumni beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) dan program doktoral di School of Business and Law Edith Cowan University, dan Kanti Pertiwi, Ph.D., alumni beasiswa Australia Awards S-2 – S-3 dan program doktoral di Departemen of Management and Marketing, The University of Melbourne, yang dipandu oleh Elvina Sorta Setyawati.
Mone Stepanus Andrias, pembicara pertama, menyampaikan bahwa beasiswa Dikti berfokus pada dosen yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Proses yang dilalui berupa seleksi administrasi (TOEFL, IELTS, Letter of Acceptance atau LoA), wawancara, dan melewati birokrasi (surat-menyurat dari Universitas, Fakultas, Departemen). Setelah berhasil memperoleh beasiswa Dikti, Ia mengalami kendala sebelum berangkat ke University of Queensland, dikarenakan Dikti tidak bisa membayarkan biaya pendidikan di awal masuk pada semester 1 dan 2. Akhirnya, Ia mengajukan pinjaman biaya pendidikan ke UI supaya tertalangi terlebih dahulu.
“Tips saya untuk mendapatkan beasiswa Dikti ialah teruslah berjuang walaupun pernah ditolak, karena ditolak dalam mencari beasiswa sudah biasa bukanlah hal mengherankan dan saya pun menjalani proses yang tidak mudah dan menguji kesabaran,” ucap Mone.
Nayunda Andhika Sari, pembicara kedua, mengatakan proses mendapatkan beasiswa LPDP BUDI diawali dengan seleksi administrasi, pada saat 2018, mengikuti tes kemampuan secara komputerisasi di lembaga tes PNS (terdiri dari tes potensi akademik, kepribadian, on the spot writing), wawancara, dan barulah pengumuman.
“Tips dari saya, proses di LPDP terpisah secara individu dan masing-masing bisa dilakukan secara bersamaan. Kita harus melihat juga informasi keterangan di masing-masing universitas sesuai kebutuhan dan pastinya perlu melakukan pertimbangan personal agar sesuai dengan kebutuhan,” kata Nayunda.
Fanny Martdianty, pembicara ketiga, memaparkan bahwa long term awards yang diperolehnya dari beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS), antara lain beasiswa Pascasarjana S-2 dan S-3, mendapatkan manfaat dari pelatihan sebelum keberangkatan di Indonesia dan pengenalan program akademik di Australia, biaya kuliah dan hidup serta penerbangan Indonesia-Australia, menikmati kesetaraan berpartisipasi bagi pelamar perempuan, disabilitas dan area fokus geografis (Aceh, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat).
Tahapan wajib pendaftaran, diawali dengan mendaftar secara online di situs OASIS: https://oasis.dfat.gov.au/. Setelah mendaftar di OASIS, pelamar wajib melengkapi additional information for online application di situs Australia Awards di Indonesia melalui link https://www.australiaawardsindonesia.org/id/ dan cantumkan nomor registrasi OASIS. Apabila pelamar hanya mengisi fomulir di satu tahapan saja, maka pelamar dinyatakan tidak lolos dari segi administrasi. Hal ini wajib diperhatikan, karena dari pengalaman di tahun-tahun sebelumnya masih banyak pelamar yang tidak mengisi formulir di tahapan kedua.
Joint selection team (JST) interview, antara lain mengelaborasi apa yang tertulis dalam formulir aplikasi, supporting statement/section 15 dalam formulir OASIS /esai yang ditulis umumnya menjadi fokus akan ditanyakan dalam interview dan pertanyaan lain yang dianggap relevan. Bagi pelamar S-2, diwawancarai oleh 2 orang akademisi (1 dari Indonesia dan 1 Australia). Bagi pelamar S-3, diwawancarai oleh 4 orang akademisi (2 dari Indonesia dan 2 dari Australia) dan juga akan diminta untuk menjelaskan proposal risetnya selama 10 menit+ tanya jawab.
Selain itu, pertanyaan esai yang biasanya akan diklarifikasi/dielaborasi saat JST (terdapat dalam formulir pendaftaran, terdiri dari 2000 karakter), menulis latar belakang pendidikan, pengalaman (pekerjaan, komunitas, organisasi, riset), mengaitkan pilihan studi dengan latar belakang tersebut, gali sebanyak-banyaknya informasi mengenai jurusan/program studi yang kita pilih, dan kontribusi yang ingin diberikan.
“Tips untuk lolos JST interview, kontribusi yang Anda ambil dalam memecahkan tantangan dan menerapkan perubahan/reformasi, ceritakan yang Anda sudah lakukan (di pekerjaan, kegiatan akademik, sosial, komunitas) terhadap peran Anda dalam berkontribusi menyelesaikan suatu masalah atau menjadi bagian dalam implementasi perubahan, karena keterbatasan karakter, ambil 1 contoh yang ingin ditulis dan memiliki dampak begitu besar, berikan hingga 3 contoh praktis tentang bagaimana Anda berniat menggunakan pengetahuan, keterampilan dan koneksi yang akan diperoleh dari beasiswa tersebut,” ungkap Fanny.
Kanti Pertiwi, pembicara keempat, menjelaskan alasannya memilih melanjutkan studi ke Australia khususnya University of Melbourne bahwa reputasi kampus dan negara, relatif dekat dengan Indonesia (6 jam terbang), ada peluang kerja untuk pasangan, dan untuk S-3 menjadi sangat nyaman baginya yang berangkat hanya berdua anak di tahun pertama. Modal paling dasar dengan niat, dukungan dan doa keluarga, persiapan, serta pantang menyerah.
Persiapan yang harus dilakukan, meliputi alignment (keseuaian antara S-1, bidang yang ditekuni saat ini dan rencana ke depan), back-up plan (alternatif kampus, pembimbing, beasiswa), inisiatif (ikut konferensi dan rintis karya ilmiah, belajar dari successful applicants), dan referee (identifikasi figur-figur yang bisa mengomentari track record kita).
“Pengalaman seleksi yang saya lalui pada 2006 dan 2010, yakni seleksi berkas (harus lengkap dan sesuai requirement, harus ada atau tidaknya korespondensi LoA, dan format proposal), wawancara (latihan depan cermin, stay calm), english for academic purposes (tergantung skor IELTS), dan visa, asuransi dan keberangkatan (ada ruang untuk defer/penundaan jika dibutuhkan),” demikian Kanti menutup sesinya.