Kuliah Umum MM FEB UI bersama Menteri Perindustrian, “Industri Unggulan Indonesia Guna Mempercepat Reindustrialisasi”

0

Kuliah Umum MM FEB UI bersama Menteri Perindustrian, “Industri Unggulan Indonesia Guna Mempercepat Reindustrialisasi”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (3/5/2021) Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita menjadi narasumber dalam Kuliah Umum Magister Manajemen FEB UI, mengangkat tema “Industri Unggulan Indonesia Guna Mempercepat Reindustrialisasi” dengan moderator Prof. Rofikoh Rokhim, Ph.D., Ketua Program Studi MM FEB UI, pada Senin (3/5/2021).

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Indonesia, Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., menuturkan, “Seiring dengan prediksi pemulihan ekonomi nasional (PEN) di 2021 dan adanya asumsi pengendalian dampak pandemi Covid-19 serta vaksinasi secara bertahap di masyarakat menunjukkan kinerja sektor industri terus membaik. Hal ini tercermin dari peningkatan nilai ekspor dan investasi. Dalam rangka mengakselerasi pemulihan kinerja industri, pemerintah tidak hanya menyusun kebijakan/stimulus yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaku usaha, namun juga memetakan sektor prioritas yang menjadi unggulan demi menopang PEN. Selain itu, penerapan teknologi juga sangat bermanfaat dalam meningkatkan daya saing industri di era Revolusi Industri 4.0. Tentunya, perlu dukungan dari pelaku usaha agar bisa bersinergi dengan pemerintah untuk memulihkan dan menumbuhkan sektor ini. Diharapkan kinerja sektor industri dapat tumbuh positif dan tetap menjadi andalan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.”

Menteri Agus Gumiwang Kartasasmita memaparkan bahwa dalam upaya pemulihan ekonomi pasca Covid-19 di sektor industri, pemerintah menerapkan 3 kebijakan sebagai sumber utama daya tahan industri, berupa pemberian izin operasional dan mobilitas kegiatan industri, penurunan harga gas industri menjadi USD6 per juta metrik british thermal unit, dan stimulus atau insentif bagi sektor-sektor industri tertentu. Pemerintah menjamin kebijakan yang diterapkan tersebut disertai pengawasan yang ketat dan terstruktur. Dalam hal ini, para pelaku industri diwajibkan untuk memberikan laporan secara berkala sebanyak 2 kali dalam sebulan mengenai jumlah kasus pegawai yang terpapar selama bekerja, dan upaya mitigasi yang dilakukan bila terdapat pegawai yang terpapar Covid-19.

Agus menyoroti, sekarang ini terdapat 9 tantangan pembangunan industri nasional, (1) kekurangan bahan baku (kondensat, gas, naphta, biji besi, kayu, garam, tebu, kakao) dan bahan penolong (katalis, scrap, kertas bekas, dan nitrogen); (2) kekurangan infrastruktur (pelabuhan, jalan, kawasan industri); (3) kekurangan utility (listrik, air, gas, pengolahan limbah); (4) kurangnya tenaga ahli skill dan supervisor atau superintendant; (5) tekanan produk impor; (6) limbah industri (slag) sebagai limbah B3 (spesifikasi yang terlalu ketat untuk kertas bekas, plastik dan baja bekas menyulitkan industri); (7) permasalahan Industri Kecil Menengah atau IKM (pembiayaan, bahan baku dan penolong, mesin/peralatan IKM, pemasaran); (8) logistik sektor industri (biaya tinggi, pengiriman tidak tepat waktu, data dan informasi tidak akurat); dan (9) belum terbangunnya basis data sektor industri.

“Untuk menjawab 9 tantangan pembangunan industri nasional tersebut, pemerintah sudah mengatasinya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2021 Tentang Penyelenggarakan Bidang Perindustrian sebagai turunan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur tentang kemudahan untuk mendapatkan bahan baku atau penolong melalui neraca komoditas dan material center, pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian, industri strategis, peran serta masyarakat dalam pembangunan industri, pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri serta kegiatan usaha kawasan industri. UU Cipta Kerja ini hasil dari revisi UU sebelumnya mengenai investasi, dan menghapus diskriminasi terhadap foreign direct investment dalam UU sektoral, akan mendorong investasi sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi kemiskinan,” jelas Agus.

Lanjut Agus, pemerintah juga mencanangkan program Making Indonesia 4.0 untuk perbaikan dunia industri dalam negeri dan menjadikan Indonesia sebagai 10 ekonomi terbesar dunia tahun 2030 melalui 10% kontribusi ekspor netto terhadap PDB, 2 kali peningkatan produktivitas terhadap biaya, dan 2% pengeluaran research and development terhadap PDB. Terdapat 7 sektor industri yang menjadi prioritas dalam program ini, yaitu sektor makanan dan minuman, kimia, tekstil dan busana, otomotif; elektronika, farmasi, dan alat kesehatan.

“Oleh karena itu, pemerintah mengambil program kebijakan sebagai upaya pengembangan 7 sektor tersebut, antara lain pengembangan digital capability centre (DCC), pengembangan vokasi industri, peningkatan IKM, dan program bangga buatan Indonesia sehingga pada 2022, Indonesia sudah melakukan substitusi impor sebanyak 35%, demikian Agus menutup sesinya. (hjtp)