Sustainability Strategy of Indonesian and Malaysian Palm Oil Industry: A Qualitative Analysis
Oleh: Dr. Ratna Wardhani, S.E., M.Si., dan Yan Rahadian, S.E., M.S.Ak., Dosen Departemen Akuntansi FEB UI
Sustainability Accounting, Management and Policy Journal Q-1
ISSN: 2040-8021
Article publication date: 17 May 2021
https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/SAMPJ-07-2020-0259/full/html?skipTracking=true
DEPOK – (17/5/2021) Produksi minyak sawit global berkembang pesat, terutama di Asia Tenggara, dengan Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar. Terlepas dari kontribusi signifikan terhadap ekonomi ke dua negara ini, aspek keberlanjutan terus diperdebatkan dalam industri ini. Pertumbuhan industri yang sangat pesat ini mengakibatkan dampak lingkungan yang serius seperti kerusakan hutan tropis dan perubahan iklim, kerusakan ekosistem hutan dan ancaman terhadap spesies hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan hutan stok karbon tinggi (HCS), pengurangan kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi (HCV) dan implikasi tanah dan air serta emisi gas rumah kaca.
Selain dampak lingkungan, perkebunan kelapa sawit juga kerap mengangkat isu aspek sosial. Kesejahteraan masyarakat sekitar, ketimpangan ekonomi, distribusi kekayaan, masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan pekerja, hak masyarakat adat, akses dan pemilikan tanah, serta marjinalisasi masyarakat kecil yang menjadi pemilik tanah, seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik sosial di sekitar masyarakat area perkebunan.
Strategi keberlanjutan sangat penting bagi industri kelapa sawit. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi keberlanjutan dengan menggunakan enam elemen, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan, tata kelola dan kepemimpinan, pandangan keberlanjutan, serta strategi ekonomi, lingkungan, dan sosial perusahaan kelapa sawit Indonesia dan Malaysia.
Penelitian ini mengamati 21 perusahaan minyak sawit Indonesia dan 44 perusahaan minyak sawit Malaysia, dari tahun 2014 hingga 2018 dengan total pengamatan 280 tahun perusahaan. Penelitian ini menggunakan metodologi analisis isi kualitatif enam tema yang didasarkan pada unsur-unsur strategi keberlanjutan, lalu selanjutnya dikembangkan menjadi 40 indikator. Analisis konten dilakukan pada informasi yang dipublikasikan dalam laporan tahunan dan laporan keberlanjutan.
Hasil studi menunjukkan bahwa pelibatan pemangku kepentingan, tata kelola dan kepemimpinan, serta pandangan strategis perusahaan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia masih cenderung lemah. Studi ini menunjukkan bahwa perusahaan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia masih kurang memiliki keterlibatan pemangku kepentingan, tata kelola dan kepemimpinan, serta pandangan strategis. Beberapa perusahaan sudah mempromosikan keterlibatan pemangku kepentingan dan tata kelola serta kepemimpinan mereka dalam laporan mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum lebih dari seperlima sampel perusahaan telah mengungkapkan aspek-aspek yang berkaitan dengan tata kelola dan kepemimpinan. Aspek komite dalam struktur tata kelola perusahaan, yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang topik ekonomi, lingkungan dan sosial, masih relatif rendah. Pandangan strategis perusahaan juga dinilai lemah. Hanya sedikit perusahaan yang memiliki pandangan strategis tentang masalah keberlanjutan. Beberapa perusahaan mengungkapkan prioritas strategis mereka lebih pada keberlanjutan dan menganalisis pencapaian kinerja dibandingkan dengan target.
Rendahnya pandangan strategis juga tercermin dari masih sedikit perusahaan yang mengungkapkan risiko dan peluang dalam keberlanjutan. Perusahaan kelapa sawit belum menunjukkan fokus mereka dalam menerapkan strategi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Meskipun hasilnya menunjukkan bahwa ada penekanan yang lebih besar pada strategi lingkungan dan sosial daripada masalah ekonomi, perhatian terhadap kedua masalah tersebut masih sangat rendah.
Implikasi Praktikal
Perusahaan kelapa sawit perlu mengintegrasikan strategi keberlanjutan dalam model bisnis mereka dan mengkomunikasikannya dengan baik kepada pemangku kepentingan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif mereka di industri kelapa sawit. Pemerintah juga perlu mengeluarkan aturan dan insentif yang lebih ketat untuk mendorong perusahaan menerapkan strategi keberlanjutan. (hjtp)