LPEM FEB UI bersama Kemenkeu dan UNICEF: Diseminasi Analisis Anggaran Berorientasi Anak
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (28/7/2021) LPEM FEB UI bersama Kementerian Keuangan RI dan UNICEF Indonesia menggelar acara “Diseminasi Analisis Anggaran Berorientasi Anak” pada Rabu (28/7). Menghadirkan Febrio Nathan Kacaribu, S.E., MIDEC, Ph.D. (Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan) dalam sambutan. Hadir pula Prani Sastiono, S.E., M.Ec., Ph.D. (LPEM FEB UI) dan Khoirunurrofik, S.Si., M.A., Ph.D. (LPEM FEB UI) untuk memaparkan hasil studi.
Dalam sambutan, Febrio menyampaikan, “Semoga kajian ini bermanfaat bagi kita semua dalam merumuskan kebijakan penganggaran, khususnya untuk anak-anak Indonesia, agar lebih optimal di masa yang akan datang.”
“Pada 23 Juli lalu, kita baru saja merayakan Hari Anak Nasional, dengan tagline anak terlindungi, Indonesia maju. Peringatan tersebut selalu kita rayakan bersama sejak puluhan tahun silam untuk pengingat bahwa perlindungan bagi generasi penerus adalah hal yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik,” lanjutnya.
Khorunnurrofik membahas analisis anggaran berorientasi anak di Indonesia. Ia mengungkapkan, “Di tengah bonus demografi, Indonesia memiliki jumlah penduduk berusia produktif 15-64 tahun terbesar di antara kelompok usia lainnya, yakni sekitar 187 juta orang (69,2%). Selanjutnya, penduduk berusia 0-17 tahun sekitar 79,7 juta orang (29%). Penduduk usia produktif ini mampu menjadi penopang usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas hidup, pendidikan, dan kesehatan.”
Namun, dalam hal kesehatan pada anak usia 0-17 tahun, data Susenas (2018) mencatat sebanyak 26,9% anak tinggal di rumah dengan sanitasi yang tidak layak, 31,59% anak mengalami keluhan sakit dalam sebulan terakhir, 15,89% anak sakit dalam sebulan terakhir, dan 57,97% anak tidak memiliki Jaminan Kesehatan.
Lebih lanjut, dalam hal pendidikan, sebanyak 9,35% anak usia 5-17 tahun mengalami buta huruf. Pada anak usia 7-17 tahun, 0,85% anak usia putus sekolah dan 24,36% anak penyandang disabilitas tidak menerima pendidikan.
Berbicara kebijakan dan prioritas nasional, investasi kepada anak merupakan sumber penting untuk membangun sumber daya manusia (SDM). Harapannya, anak bertumbuh menjadi SDM yang sehat, berkualitas, dan produktif. Lalu, SDM berkontribusi pada perekonomian dan masyarakat.
Di sisi lain, terdapat rantai hubungan yang panjang dan kompleks antara SDM dan investasi kepada anak. Kualitas optimal dapat tercapai jika ada intervensi di berbagai aspek pembangunan dan tahapan siklus hidup anak.
Ia pun memaparkan penelitian LPEM FEB UI. Penelitian bertujuan mengidentifikasi alokasi dan pengeluaran dalam APBN untuk anak; mengembangkan metodologi umum untuk penghitungan anggaran anak tahunan berdasarkan praktik terbaik internasional yang dapat diterapkan dan diadopsi untuk Indonesia; mengidentifikasi celah dalam pemberian layanan kepada anak-anak; memfokuskan tingkat nasional, kemudian di tingkat sub-nasional; dan menggunakan hasil sebagai landasan dialog tentang ruang fiskal untuk anak.
Dalam penelitian ini tentu memiliki limitasi, penelitian hanya melakukan penandaan di 4 kementerian, sedangkan anggaran terkait anak kemungkinan ada di kementerian lain dan hanya melakukan penandaan anggaran pada tingkat output sehingga bisa saja terjadi underestimated atau overestimated. Selain itu, penelitian ini belum menganalisa anggaran berdasarkan tipe anggaran.
Penelitian menghasilkan beberapa temuan utama. Pertama, integrasi dan sinkronisasi kebijakan terkait anak telah terakomodasi di dalam program dan pengeluaran Kementerian. Belanja terkait anak di Kemenkes, Kemensos, Kemendikbud, dan KemenPPPA pada 2015 dan 2019 sebesar 3.6%-3.7% dari APBN atau 0.5%-0.6% dari PDRB. Terjadi peningkatan sebesar 9 % dari 2015 ke 2019, tetapi masih lebih rendah dari peningkatan total belanja 4 kementerian atau lembaga (K/L), total APBN, dan PDB.
Kedua, tren pengeluaran terkait anak oleh pemerintah di tingkat kementerian mengalami peningkatan. Belanja riil terkait anak di 4 K/L telah meningkat sebesar 9 % dari 2015 ke 2019. Proporsi belanja terkait anak di 4 K/L melalui keluarga meningkat signifikan dari 10% di 2015 menjadi 41% di 2019, sedangkan melalui belanja anak saja menurun dari 61% ke 35% di periode yang sama. Komposisinya, Kemenkes dan Kemensos didominasi belanja untuk anak melalui komunitas dan keluarga. Sementara Kemendikbud dan KemenPPPA didominasi belanja untuk anak.
Ketiga, distribusi pengeluaran berdasarkan kelompok umur dan sektor. Penerima terbesar adalah anak usia umum atau tanpa pengelompokan 0-18 tahun dan anak usia 12-18 tahun (SMP-SMA/Remaja). Alokasi pengeluaran untuk anak secara umum di Kemenkes dan Kemensos meningkat, dengan konsekuensi pengeluaran untuk anak kategori tertarget 7-12 tahun (SD) dan 12-18 tahun (SMP-SMA/Remaja) di Kemendikbud menurun.
Keempat, hubungan antara pengeluaran anak per kapita terhadap perkembangan anak di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan anak. Peningkatan pengeluaran dari 2015 ke 2019 terkait anak berkorelasi kuat dengan penurunan jumlah anak miskin (SDGs1), tingkat wasting dan prevalensi kurang gizi (SDGs2), dan peningkatan partisipasi di sekolah negeri (SDGs4).
Menutup sesinya, Khoirunurrofik memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, yakni menetapkan hubungan yang jelas antara tujuan kebijakan spesifik (terkait anak) dengan anggaran yang terkait, meningkatkan keselarasan indikator dan nilai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan rencana di berbagai sektor, dan melanjutkan analisis anggaran terkait anak dengan cakupan lebih luas.
Prani melanjutkan paparan, membahas metodologi teori, ketentuan, dan asumsi utama. Ia menjelaskan, “Terdapat 4 tahapan dalam mengembangkan metodologi analisis anggaran sebagai bagian dari Policy and Methodological Framework, mulai dari penyiapan data anggaran, penyempurnaan metode, penandaan anggaran, hingga validasi.”
“Prinsip kunci pengembangan metodologi analisis anggaran adalah objectivity, tingkatkan objektivitas dalam pengambilan keputusan terkait penandaan anggaran; simplicity, kemudahan memahami dan melaksanakan; consistency, kemudahan implementasi secara konsisten oleh setiap orang dengan logika yang sama; replicability, dapat menerapkan di tahun-tahun berikutnya,” sambungnya.
Ruang lingkup analisisnya adalah anak, mengacu pada definisi anak adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun. Data berasal dari tahun anggaran periode 2015 dan 2019, menggunakan data level program, aktivitas, dan output dari dari Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Penelitian ini berfokus pada sektor kesehatan, pendidikan, sosial, dan perlindungan anak berdasarkan sampel Kemenkes, Kemensos, Kemendikbud, dan KementerianPPPA.
Prani pun membagikan bahwa sumber data penelitian menggunakan data level mikro, seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS), Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas, Survei Demografi dan Kesehatan (DHS), Survei Penduduk dan Survei Penduduk antar Sensus (SP/SUPAS), Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR), dan wawancara dan Focus Group Discussion dengan 4 K/L.
Ia menerangkan berbagai data secara mendetail yang mendukung kesimpulan temuan yang telah dipaparkan oleh Khoirunurrofik. Lalu, menyampaikan saran, “Sebaiknya, penelitian ke depan fokus pada suatu sektor daripada kementerian atau lembaga, perluas cakupan kajian ke tingkat pemerintah daerah, gunakan kerangka waktu yang lebih pendek, perhatikan perubahan kebijakan dari waktu ke waktu, sertakan pengeluaran menurut jenisnya, lakukan penelitian lebih mendalam tentang beberapa anggaran bernilai tinggi.”
Selain itu, acara menghadirkan pula tokoh lainnya, Jee Hyun Rah (OIC Deputy Representative, UNICEF Indonesia), Dr. Femmy Eka Kartika Putri, M.Psi. (Plt. Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Hak Kemenko PKM), Woro Srihastuti Sulistyaningrum, S.T. (Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/BAPPENAS), Dr. Purwanto, S.E., M.Sc. (Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenkeu), Miriam Visser (PPM Expert, UNICEF), dan Ubaidi Socheh Hamidi, S.E., M.M. (Kepala Kebijakan APBN, Kemenkeu).