Urgensi Pendanaan Perubahan Iklim di Daerah
Oleh: Dr. Alin Halimatussadiah, Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI dan Nauli A. Desdiani, S.E., M.Sc. Peneliti LPEM FEB UI
KONTAN – (24/8/2021) Selama 10 tahun terakhir, intensitas bencana alam di Indonesia terus meningkat. Bappenas memperkirakan, kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim bisa mencapai Rp 115 triliun pada 2024.
Tingginya risiko yang harus ditanggung Indonesia, mendorong pemerintah menyusun peta jalan Nationally Determined Contribution sebagai komitmen di tingkat global. Selain itu, Pemerintah juga telah menempatkan penanganan perubahan iklim sebagai program prioritas nasional RPJMN 2020-2024. Prioritas nasional tentang perubahan iklim dilakukan melalui tiga program peningkatan kualitas lingkungan, ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon.
Untuk mewujudkannya, butuh pendanaan besar. Dalam skenario optimistis, estimasi total pembiayaan US$ 446,5 miliar (34,6% GDP untuk periode 2020-2024) atau setara dengan US$ 21,9 miliar per tahun. Kebutuhan pendanaan ini diprediksi akan lebih tinggi karena Indonesia berencana mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Keterlibatan Pemda
Mencapai target tersebut tidaklah mudah. Perlu keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda). Sesuai dengan pembagian kewenangan pusat-daerah dalam pelaksanaan pembangunan (UU No. 23/2014), Pemda bertanggungjawab melaksanakan tanggungjawab dan wewenang berkaitan dengan penanggulangan risiko lingkungan dan kebencanaan. Apalagi setiap daerah menghadapi risiko iklim dan bencana yang berbeda-beda, baik segi jenis atau besaran dampaknya. Namun, tidak semua Pemda mampu menanggulangi risiko ini dengan baik.
Berbagai tantangan dihadapi Pemda dalam menjalankan program pengendalian perubahan iklim. Contohnya, pemahaman risiko perubahan iklim di antara para pemangku kepentingan daerah belum setara, tak ada perencanaan matang untuk program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di RPJMD, pendanaan program lingkungan hidup dilihat sebagai “biaya” dan bukan investasi, kebergantungan anggaran terhadap transfer dari pusat, serta minimnya proporsi alokasi anggaran belanja untuk lingkungan hidup.
Tantangan makin besar di tengah pandemi COVID-19. Keseimbangan anggaran daerah bergeser. Studi LPEM FEB UI (2021) tentang ketahanan anggaran daerah sepanjang pandemi COVID-19 menemukan, realokasi anggaran untuk kepentingan jangka pendek dalam rangka penanganan dan pencegahan penyebaran virus serta mitigasi krisis ekonomi ini mengorbankan anggaran jangka panjang, termasuk anggaran untuk mendukung pendanaan perubahan iklim.
Agar program penanganan perubahan iklim dan kebencanaan berjalan, inovasi pembiayaan serta perencanaan dan pengelolaan anggaran jadi sangat penting. Beberapa strategi mobilisasi anggaran pendanaan iklim di daerah, antara lain: Pertama, memprioritaskan program perubahan iklim pada agenda pembangunan daerah. Kedua, mengurangi pembelanjaan inefisien dan mengalihkan pos belanja untuk penanggulangan perubahan iklim dan kebencanaan.
Ketiga, mengoptimalkan kualitas belanja dana transfer pusat berbasis teknologi (Ecological Fiscal Transfer) seperti DAK Lingkungan Hidup, DBH Dana Reboisasi, DID, dan Dana Desa. Keempat, mengadopsi penandaan anggaran perubahan iklim di daerah atau Climate Budget Tagging untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi efektivitas anggaran perubahan iklim dan kebencanaan.
Selain itu, Pemda perlu meningkatkan pendapatan daerah, seperti dari pengelolaan SDA dan lingkungan, misal dari retribusi sampah yang sesuai dengan eksternalitas, Payment for Ecosystem Services, dan result-based payment. Partisipasi pihak swasta melalui skema Tanggung Jawab Sosial Lingkungan, pinjaman atau hibah dari Pemerintah Pusat melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, pendanaan dari donor dan luar negeri, serta penguatan kolaborasi dengan pihak non-pemerintah seperti universitas, sektor swasta dan UKM, jasa keuangan, dan NGO baik dari sisi perencanaan maupun pendanaan program perubahan iklim dan kebencanaan, dapat dipertimbangkan. Terakhir, penerapan skema Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi dan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi perlu dilakukan untuk mendorong pencapaian indikator lingkungan di tingkat daerah, di tingkat administratif yang lebih rendah.
Sumber: Koran Kontan. Edisi: Selasa, 24 Agustus 2021.