Webinar Syariah: Investasi Pasar Modal dalam Perspektif Islam
Oleh: KSPM FEB UI – 11 September 2021
Prof. Dr. (H.C.) K. H. Ma’ruf Amin – Wakil Presiden Indonesia, pasar modal syariah telah ada di Indonesia sejak 1997, diawali dengan munculnya Danareksa Syariah oleh PT Danareksa Investment Management. Pada tahun 2001, Dewan Syariah Nasional MUI menerbitkan Fatwa 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi reksadana syariah untuk memberikan landasan pasar modal syariah. Seiring berkembangnya inovasi produk investasi, investasi pasar modal pada hukum asalnya diperbolehkan selama tidak spekulatif dan manipulatif (mengandung unsur gharar, maisir, dan riba).
Masyarakat Indonesia (khususnya umat Islam), sebaiknya tidak ragu dalam berinvestasi di pasar modal selama sesuai dengan kriteria dalam Fatwa DSN MUI. Hal ini telah dipertegas dalam Fatwa 80/DSN-MUI/III/2011, bahwa kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan prinsip syariah adalah menyembunyikan kecacatan produk, menipu, mempermainkan harga, menimbun barang, ketidakseimbangan barang dalam akad, menjual barang yang belum dimiliki, dan riba.
Teknologi digital yang telah memudahkan transaksi ekonomi, telah menjadi solusi dalam pembatasan aktivitas ekonomi selama pandemi. Hal ini dapat dijadikan peluang bagi masyarakat untuk menjadi investor baik dari kalangan remaja maupun dewasa. Namun, perlu diperhatikan bahwa literasi pasar modal harus diiringi dalam berinvestasi di pasar modal demi mengetahui risiko dibalik prediksi return yang diharapkan.
Ustadz Taufiqurrahman – Pimpinan Pesantren Data, pada surat An-Nisa ayat ke 29, dijelaskan bahwa transaksi yang diperbolehkan adalah transaksi yang tidak ada unsur khianat dan harus saling ridha dalam akad. Transaksi harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah secara penuh dan tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Transaksi harus disertakan dengan kehati-hatian karena perlu merujuk ke Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ ulama untuk mengetahui halal dan haramnya.
Dalam kitab Nashaihul ‘Ibad, Imam Nawawi menjelaskan bahwa kriteria investasi yang halal adalah bermaksud untuk menambah ilmu, bermaksud untuk ibadah, dan bermaksud untuk mendapat rezeki yang halal. Investasi yang sesuai prinsip syariah akan mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat menurut ajaran agama Islam.
Mang Amsi – Founder Syariah Saham, dalam surat An-Nisa ayat 9, dijelaskan bahwa kita harus menyiapkan kebaikan generasi mendatang. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan investasi sebagai persiapan finansial. Langkah pertama dapat dilakukan dalam berinvestasi adalah mengenal risiko dari produk investasi dan sesuaikan dengan kepribadian risiko dalam mencari rezeki.
Secara umum, risk profile menurut teorinya dapat dibagi menjadi conservative, moderate, dan aggressive. Seorang yang conservative lebih dianjurkan untuk berinvestasi pada sukuk. Seorang yang moderate lebih dianjurkan untuk berinvestasi pada reksa dana syariah. Seorang yang aggressive lebih dianjurkan untuk berinvestasi pada saham syariah.
Sukuk adalah efek syariah berupa bukti kepemilikan atas aset. Di Indonesia, jenis sukuk terbagi menjadi sukuk tabungan dan sukuk ritel. Sukuk tabungan memiliki tingkat imbal hasil mengambang, sedangkan sukuk ritel tetap. Keuntungan dari investasi sukuk adalah sesuai dengan prinsip syariah, mendukung pembiayaan pembangunan nasional, tingkat imbalan kompetitif, serta pokok dan imbalan dijamin oleh negara.
Reksa dana syariah adalah himpunan dana dari kumpulan investor yang dikelola oleh manajer investasi dengan prinsip syariah. Investasi pada produk ini diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah dan hanya tertuju pada efek yang masuk ke dalam Daftar Efek Syariah.
Saham syariah adalah bukti kepemilikan dan penyertaan modal perusahaan yang diterbitkan serta dikelola sesuai prinsip syariah. Kriteria dari saham yang sesuai dengan prinsip syariah adalah tidak melakukan kegiatan usaha dan transaksi yang bertentangan dengan prinsip syariah. Contoh kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan prinsip syariah adalah perjudian, jual beli risiko yang tidak pasti, jual beli barang dan/atau jasa yang haram secara zat, jasa keuangan ribawi, jual beli barang dan/atau jasa yang merusak moral, serta jual beli barang dan/atau jasa yang cara pengolahannya tidak sesuai prinsip syariah. Adapun saham syariah juga harus memenuhi kriteria beruap utang berbasis bunga ≤ 45% total aset dan pendapatan non halal ≤ 10 % dari total pendapatan.