Bincang Sore #5 Dies Natalis FEB UI: PEBS dan UKM Center FEB UI
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (27/10/2021) Dalam Rangkaian Acara Dies Natalis Ke-71, FEB UI menggelar Bincang Sore Seri 5 bersama Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) dan UKM Center (UKMC) FEB UI, pada Rabu (27/10).
Hadir sebagai pemateri Tika Arundina, Ph.D. (Kepala Klaster Riset Keuangan Syariah PEBS FEB UI) dan Rezzy Eko Caraka, Ph.D. (Dosen FEB UI). Hadir pula Dr. Irfani Fithria Ummul Muzayanah (Kepala Kantor Kemahasiswaan FEB UI) sebagai pemandu acara.
Tika membahas topik integrasi keuangan komersial dan sosial syariah untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Menurut Tika, saat ini, Indonesia sudah merancang roadmap dan menyatakan komitmen menuju pembangunan berkelanjutan di berbagai aspek. Sejalan dengan itu, Islam mengenal maqashid al syariah, yakni syariah bertujuan meraih kemaslahatan atau kebaikan umat manusia di dunia dan akhirat.
Sementara aktivitas ekonomi syariah meliputi seluruh sektor perekonomian yang memiliki produk halal, pembiayaan non-riba, dan proses bisnis beretika, termasuk kepedulian sosial dan kelestarian lingkungan. Dalam Al-Qasas ayat 77 pun tertulis larangan berbuat kerusakan di bumi sesuai dengan konsep green economy. “Pada dasarnya, kita telah berada di jalan yang sama,” ujarnya.
Menurut Tika, zakat dan wakaf dapat secara efektif selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) sosial. Selama ini, penggunaan zakat lebih terkait lingkungan dan penggunaan wakaf lebih terkait infrastruktur sosial, kemanusiaan, atau pembangunan.
Ia mengungkapkan, “Pertumbuhan rata-rata zakat dan wakaf memang cukup tinggi, sebanyak 35,34 persen per tahun. Namun, realisasi sebesar 12 miliar pada 2020 masih jauh dari potensi seharusnya, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beragama muslim. Terlebih, sosialisasinya sudah masif, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) banyak tersebar di tingkat kabupaten, kota, provinsi, dan nasional.”
Sistem keuangan syariah terdiri dari keuangan komersial dan sosial. “Kita perlu menggabungkan keduanya untuk membentuk sistem keuangan komersial dan sosial syariah yang terintegrasi. Dengan begitu, dampaknya akan luar biasa. Bahkan, mampu mencapai banyak dimensi inklusi keuangan,” tandasnya.
Kemudian, Rezzy meninjau kembali indeks kerentanan usaha dan masalah UMKM selama COVID-19 melalui pendekatan data mining dan text mining. Baginya, penelitian tak bermula dari konfirmasi hipotesis dengan data, tetapi bergerak dari eksplorasi dengan data untuk memperoleh informasi yang maksimal. Pada era big data, telah terjadi pergeseran paradigma penelitian dari search (pencarian yang sangat terarah) menjadi discovery (pencarian yang lebih oportunis).
Ia menerangkan, “Sederhananya, data mining menjelaskan hubungan kausal antara variabel, datanya bersifat terstruktur. Kalau text mining menggunakan natural language processing berupa pengenalan suara atau tulisan, datanya bersifat semi struktur dan tak terstruktur.”
Pandemi menerapkan berbagai skema adaptasi kebiasaan baru. Tidak hanya menuntut setiap individu dalam menjalani aktivitasnya, tetapi termasuk para pelaku UMKM dalam memutar strategi untuk terus bertahan.
Dalam penelitiannya, Rezzy mengambil data milik Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), di antaranya pemanfaatan teknologi digital, akses ke layanan keuangan, dan deskripsi sumber pendapatan rumah tangga.
Setelah melalui pengolahan, penelitian menunjukkan beberapa kata teratas. “Kita dapat mengorelasikan setiap katanya untuk membentuk sebuah topik sehingga lebih mudah memahami kondisi UMKM, misalnya kata pandemic, noodle, beginning, business, media, effort, actually, social, process, dan sell berkaitan dengan proses aktivitas media industri di masa pandemi,” jelasnya.