APBN 2022 Harus Mampu Mengantisipasi Segala Risiko
JAKARTA, KOMPAS — (30/11/2021) Pandemi Covid-19 ditambah kemunculan varian baru virus korona membuat perekonomian pada 2022 dipenuhi ketidakpastian. Karena itu, APBN 2022 diharapkan mampu mengantisipasi dan memitigasi segala kemungkinan sedini mungkin. Dengan demikian, reformasi struktural dan pemulihan ekonomi nasional tetap berjalan. Pesan ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pengarahan sebelum penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan buku transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/11/2021). ”Di 2022 kita tetap harus mempersiapkan diri menghadapi risiko Covid-19 yang membayangi dunia dan negara kita,” kata Presiden. Hadir pula dalam acara ini Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Selain itu, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam laporannya, pemulihan ekonomi 2022 juga dibarengi risiko baru yang harus dikelola, seperti volatilitas harga komoditas dan tekanan inflasi, implikasi kenaikan suku bunga di negara maju, terutama Amerika Serikat, pemulihan ekonomi China, disrupsi rantai pasok, dan dinamika geopolitik.
Oleh karena itu, Presiden meminta antisipasi dan mitigasi harus disiapkan sedini mungkin. Dengan demikian, program reformasi struktural dan pemulihan ekonomi nasional tidak terganggu. APBN 2022 juga dirancang agar pelaksana bisa selalu berinovasi, responsif, antisipatif, dan siap dengan perubahan yang terjadi. Namun, tata kelola pemerintahan yang baik harus tetap dijaga. APBN 2022 diharapkan memiliki peran sentral, apalagi Indonesia memegang presidensi G-20. Karena itu, Indonesia perlu menunjukkan kemampuan dalam menghadapi perubahan iklim, terutama dalam pengurangan emisi dan gerakan perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Aksi nyata komitmen pada ekonomi hijau dan berkelanjutan juga perlu ditunjukkan.
Kendati diliputi ketidakpastian, Sri Mulyani juga menyampaikan, ekonomi Indonesia di 2022 diproyeksi mampu melanjutkan pemulihan ekonomi dari pandemi. Penanganan pandemi di masa penyebaran varian Delta yang cukup efektif dinilai sebagai salah satu modal dalam menghadapi galur baru, Omicron. Apalagi, program vaksinasi terus berjalan.
Masih defisit
APBN 2022 juga masih dirancang tetap mengantisipasi pandemi yang belum berakhir. “APBN 2022 masih bersifat ekspansif untuk meneruskan fungsi countercyclical, tetapi dengan tetap memperhatikan risiko dan menjaga keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah panjang,” papar Sri Mulyani.
APBN 2022 akan terdiri atas belanja negara senilai Rp2.714,2 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.944,6 triliun dan TKDD Rp769,6 triliun. Pendapatan negara senilai Rp1.846,1 triliun yang berasal dari pajak Rp1.510 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 335 triliun, dan sisanya dari dana hibah.
Dengan belanja dan pendapatan tersebut, APBN 2022 masih akan defisit 4,85 persen dari PDB atau Rp868 triliun. Defisit ini dinilai menurun dibandingkan dengan defisit di 2020 yang sebesar 6,14 persen dari PDB dan perkiraan 5,1-5,4 persen dari PDB di tahun 2021. (INA)
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 30 November 2021. Rubrik Ekonomi dan Bisnis – Keuangan Negara. Halaman 10.