Berspekulasi dan Berharap Adanya Pergantian Ketua Federal Reserve
Oleh: J. Soedradjad Djiwandono, Guru Besar Emeritus FEUI; Guru Besar Tamu Ekonomi Internasional S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura
KOMPAS – (30/11/2021) Dalam beberapa minggu terakhir, pemberitaan yang berkembang dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden adalah mengenai apakah ia akan segera mengganti pemimpin Bank Sentral, Federal Reserve (Fed), Jerome Powell, atau mengangkatnya kembali.
Pasar mulai berspekulasi bahwa besar kemungkinan Biden akan mengangkat kembali Powell mengingat besarnya kebutuhan anggaran negara tersebut untuk pembangunan infrastruktur dan pengeluaran sosial, yang bisa membahayakan kestabilan harga-harga atau memicu inflasi.
Sebagaimana diketahui, laporan terakhir menunjukkan bahwa laju inflasi di AS mencapai angka 6,2 persen, level yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Kekhawatiran Partai Demokrat akan kehilangan sejumlah posisi di Kongres dan Senat ataupun gubernur mengingatkan pemerintahan Biden mengenai perlunya tindakan yang berhati-hati dalam kebijakan moneter. Karena alasan ini pula, berbagai spekulasi meyakini Presiden Biden cenderung akan mengangkat kembali Powell yang dikenal akan lebih agresif dalam hal ini. Spekulasi serupa juga terjadi untuk jabatan Menteri Keuangan Janet Yellen.
Akan tetapi, di pihak lain, Presiden Biden tentu juga dihantui oleh peristiwa tahun 2013, yakni waktu terjadi peningkatan suku bunga acuan Fed Funds rates yang cukup drastis, yang berdampak besar dan mengguncang perekonomian negara-negara berkembang di seluruh dunia—dikenal dengan istilah taper tantrum.
Karena pertimbangan ini, Presiden Biden tentu tidak akan gegabah membuat keputusan untuk mengganti Powell bulan Februari nanti.
”Taper tantrum”
Dari pengantar di atas, kita bisa membaca arah argumentasi saya. Seandainya saya punya hak untuk memilih, jelas pilihan saya adalah adanya penggantian terhadap Powell.
Jika diputuskan untuk mengganti Powell, calon terkuat penggantinya adalah Lael Brainard. Brainard adalah gubernur Federal Reserve sejak tahun 2014. Sebelumnya, Brainard juga pernah menjadi asisten menteri keuangan pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama, untuk urusan hubungan internasional.
Brainard tidak diragukan latar belakang akademisnya, dengan gelar master dan doktor ekonomi dari Universitas Harvard. Dengan latar belakang ini, jika Presiden Biden memutuskan untuk mengganti Powell dengan Brainard, bisa diperkirakan tidak akan menimbulkan gejolak dalam politik ataupun di pasar.
Mengapa saya berharap ada penggantian ketua Federal Reserve? Buat saya, pertimbangan terpenting untuk diganti atau tidaknya ketua Federal Reserve adalah bagaimana dampaknya pada pasar negara-negara berkembang, terutama Indonesia.
Saat ini kita masih berjuang untuk menjinakkan pandemi Covid-19, serta merampungkan program vaksinasi dan booster, dengan harapan agar pandemi bisa segera berakhir.
Dalam kondisi yang demikian ini, perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kalaupun tidak terpuruk, tentu belum kuat kembali untuk bisa bertumbuh dengan cepat. Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan sebesar 5,0-5,5 persen. Suatu sasaran yang cukup realistis.
Meskipun demikian, kita tidak boleh lengah, sebab kalau benar justru terjadi taper tantrum, tentu angka target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,0-5,5 persen tersebut menjadi tidak realistis.
Bahkan, tanpa adanya risiko terjadi taper tantrum itu pun, Indonesia tetap harus waspada mengingat ruang gerak fiskal kita saat ini yang lemah, terutama dengan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih di bawah 12 persen.
Benar bahwa saat ini ruang gerak kebijakan moneter untuk melaksanakan quantitative easing (QE) masih ada, tetapi pertanyaannya, itu untuk seberapa besar dan berapa lama?
Dampak ke Indonesia
Dalam kondisi yang tidak cukup aman tersebut, tidak ada jalan lain kecuali tetap waspada dalam segala langkah yang akan diambil. Semua dengan mengingat pada dampaknya bagi perekonomian nasional.
Dalam hal ini, selain dampak terhadap ruang gerak fiskal dan moneter, secara umum kita juga harus mempertimbangkan dampak pada kesempatan kerja dan pemerataan serta penghapusan kemiskinan.
Dengan catatan terakhir yang menempatkan kewaspadaan sebagai prioritas utama, saya ingin kembali kepada pokok permasalahan, mengapa saya berspekulasi dan berharap adanya penggantian ketua Federal Reserve pada Februari mendatang. Semoga Presiden Biden tidak ragu segera mengambil keputusan untuk mengganti ketua Federal Reserve yang sekarang, Jerome Powell, dengan sosok pengganti seperti Lael Brainard.
Saya berpendapat bahwa keputusan untuk mengganti Powell akan disambut baik oleh pasar di seluruh dunia, termasuk negara-negara berkembang. Selain pasar tidak akan menderita dari disrupsi yang diakibatkan oleh adanya taper tantrum di AS, semua negara juga dapat memusatkan perhatian mereka pada pemulihan ekonomi masing-masing untuk perkembangan yang lebih baik di tahun mendatang.
Konferensi perubahan iklim dunia COP 26 di Glasgow, Skotlandia, yang baru berlalu, akan terbantu dalam pencapaian sasaran netral karbon (carbon neutral) oleh semua negara. Kondisi ini tentu akan berdampak positif dalam meredam ketegangan dunia yang ditunjukkan melalui demonstrasi kekuatan nuklir yang dipamerkan oleh Beijing dan Washington DC. Negara-negara berkembang dan Indonesia tidak menjadi khawatir, menjadi penanggung dampak dari kompetisi dua kekuatan raksasa dunia tersebut. Semoga.
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 30 November 2021. Rubrik Opini. Halaman 6.