Mengendalikan Keinginan Anda
Prof. Dr. Budi Frensidy – Guru Besar FEB UI
KONTAN – (25/4/2022) Ilmu ekonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas. Jika kita bijak, kita akan menyadari yang tidak terbatas itu sejatinya adalah keinginan. Sebab, kebutuhan relatif terbatas, yaitu sandang, pangan, papan, transportasi, kesehatan dan pendidikan. Banyak orang mengalami besar pasak daripada tiang hingga terlilit pinjol karena ketidakmampuan membedakan keinginan dari kebutuhan ini.
Kecuali bagi para miliarder dollar Amerika Serikat (AS) yang saat ini jumlahnya 2.668 orang di dunia, sumber daya ekonomi kita terbatas. Karena penghasilan dan kekayaan kita yang pas-pasan, kunci menuju kebebasan finansial terletak pada pengendalian keinginan. Namun, siapa pun tahu membatasi keinginan itu sulitnya bukan main.
Ada yang tidak setuju dan mengatakan, membatasi keinginan berlawanan dengan nasihat orangtua untuk menggantungkan cita-cita setinggi mungkin. Menurut saya, keinginan dan cita-cita adalah hal berbeda. Keinginan sering bersifat jangka pendek atau bahkan sesaat dan jika dipenuhi justru mengorbankan cita-cita jangka panjang. Ada trade-off antara keduanya.
Ada juga yang keberatan ketika diminta mengendalikan keinginannya dengan dalih, buat apa membuat hidup yang singkat ini menjadi tersiksa? Padahal mengendalikan keinginan tidak membuat hidup sengsara. Mengendalikan keinginan bukan berarti terus menerus mengekang keinginan, tapi batasi keinginan hingga mencapai kebebasan finansial, yaitu saat uang Anda dapat bekerja untuk memenuhi sebagian besar keinginan Anda tanpa Anda perlu bekerja.
Anda tidak perlu kecil hati jika belum dapat mencapainya. Kebebasan finansial memang lebih mudah dibicarakan daripada dilaksanakan. Kebebasan finansial seperti barang langka bagi yang hidup di Indonesia karena kecilnya penghasilan dan kekayaan. PDB per capita Indonesia versi IMF di 2022 hanya $4.691 dan berada di peringkat 135 dunia.
Untuk kekayaan, Global Wealth Databook 2021 melaporkan median kekayaan orang Indonesia adalah $ 4.693 dengan mean $ 17.693, yaitu $ 5.959 dalam aset keuangan dan 12.254$ non-finansial serta utang $ 520. Hanya 172.000 orang atau 0,1% penduduk dewasa Indonesia (sebanyak 180,8 juta) yang mempunyai kekayaan bersih minimal US$ 1 juta dan 3,64 juta orang (1,9%) di kelas berikutnya, memiliki US$ 100.000 hingga US$ 1 juta.
Angka di atas jauh di bawah rata-rata global dengan 1,1% jutawan (56,1 juta orang) dan 11,1% (582,8 juta orang) untuk kelas di bawahnya. Negara dengan jutawan terbanyak adalah Swiss (14,9%), Australia (9,4%), dan Hong Kong (8,3%). Di Asia, di bawah Hong Kong ada Singapura (5,5%), Jepang (3,5%), Taiwan (3,1%) dan Korea Selatan (2,5%).
Apakah Rp14,3 miliar (US$ 1 juta) cukup untuk menjadi bebas finansial? Jika sebagian besar kekayaan itu dalam bentuk rumah yang ditinggali dan kendaraan, jutawan ini tidak banyak bedanya dengan orang yang kekayaan bersihnya hanya Rp1-Rp2 miliar. Hanya gaya hidupnya saja yang mungkin terlihat lebih mewah.
Tapi jumlah ini sangat cukup jika nilai rumah kediaman dan kendaraan maksimal Rp4,3 miliar. Sementara aset yang menghasilkan atau produktif minimal Rp10 miliar.
Katakan Anda sangat konservatif dalam berinvestasi sehingga menghindari aset berisiko. Sebagai alternatif, Anda menaruh dana sebesar itu di ORI atau sukuk ritel yang dijamin pemerintah dengan kupon bersih 4,8% p.a. atau 0,4% per bulan. Uang Rp10 miliar akan memberi Anda penghasilan pasif sebesar Rp40 juta per bulan. Selama pengeluaran bulanan Anda kurang dari Rp40 juta, bukan Anda yang bekerja, tetapi uang Anda.
Bagaimana jika dana yang dimiliki hanya Rp1 miliar? Jika diinvestasikan dalam ORI berkupon bersih 4,8% p.a., bunga per bulan Rp4 juta, selama pengeluaran bulanan Anda di bawah angka itu, Anda layak disebut bebas finansial. Jika pengeluaran bulanan Rp4-Rp8 juta, Anda perlu mencari investasi yang memberi return bulanan 0,8% per bulan atau 9,6% p.a. Jika hanya mengandalkan ORI atau sukuk ritel di atas, Anda perlu Rp2 miliar untuk bebas finansial.
Kesimpulannya, kebebasan finansial tidak hanya tergantung pada banyaknya aset produktif Anda, tetapi juga pada gaya hidup Anda. Seseorang dengan penghasilan pasif sebesar Rp20 juta per bulan tetapi pengeluaran bulanannya Rp25 juta belum bebas finansial. Sebaliknya, mereka yang aset likuidnya hanya mampu menghasilkan Rp8 juta per bulan bisa jadi sudah mencapai kebebasan finansial jika pengeluaran bulanannya di bawah itu.
Selain dari kupon ORI dan sukuk ritel, penghasilan pasif dapat berasal dari uang sewa properti, baik rumah, apartemen, kos atau toko yang Anda miliki, bunga deposito, hasil bersih usaha Anda tanpa Anda harus terlibat, royalti, dan dividen. Ayo raih kebebasan finansial.
Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 25 April 2022. Rubrik Portofolio-Wake Up Call. Halaman 4.