Pencanangan Zona Integritas FEB UI Adakan KPK Talk “Terima Kasih Tanpa Ngasih”
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (21/9/2022) Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Indra Furqon menjadi narasumber dalam KPK Talk “Terima Kasih Tanpa Ngasih” dengan moderator Riani Rachmawati, Ph.D., Dosen FEB UI yang berlangsung di Auditorium Soeria Atmadja, Gedung Dekanat, Rabu (21/9).
KPK Talk merupakan rangkaian Dies Natalis FEB UI ke-72 dan sebagai upaya Pencanangan Zona Integritas di lingkungan FEB UI. Acara dibuka oleh sambutan Dekan FEB UI, Teguh Dartanto, Ph.D.
Muhammad Indra Furqon menyampaikan bahwa gratifikasi menurut Pasal 12 B UU 20 Tahun 2001 ialah pemberian dalam bentuk uang, barang, pinjaman tanpa bunga, komisi, rabat/diskon, fasilitas penginapan, tiket perjalanan, pengobatan cuma-cuma, perjalanan wisata, dan fasilitas lainnya.
Menerima gratifikasi ilegal dianggap sebagai tindak pidana korupsi meskipun tidak terdapat kerugian keuangan negara. Meskipun demikian, gratifikasi pada dasarnya adalah netral, berupa pemberian dalam arti luas. “Kapan gratifikasi itu menjadi ilegal, yaitu gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara akan dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatan kita, dan ini berlawanan dengan kewajiban dan tugas,” ujar Furqon.
Menurut Furqon, gratifikasi sebagai akar dari korupsi. Meskipun dianggap kecil namun bisa merusak, menumbuhkan mental pengemis dan raja, menghilangkan rasa malu, dan menimbulkan benturan kepentingan.
Bagi pegawai negeri sipil (PNS) atau pejabat publik atau sivitas akademika tidak sepantasnya menerima pemberian atas pelayanan yang sudah diberikan. “Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya sekedar ia melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan kewajibannya,” tambah Furqon.
Sikap terhadap gratifikasi yang dianggap suap haruslah tolak diawal, diterima secara tidak langsung, dan laporkan. Ketentuan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12B ayat 1 tidak berlaku, jika lapor KPK sebelum 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.
Gratifikasi itu menular dan membentuk circle yang korup dan terus berulang menjadi siklus berkepanjangan. “Jika kita saat ini meracuni pegawai negeri/sivitas akademika yang masih idealis dan berintegritas dengan perilaku korupsi, pada saatnya nanti mereka menjadi senior dan struktural menggantikan kita, maka kelak mereka akan memiliki perilaku korupsi yang sama seperti kita dan menularkan kepada pegawai negeri/sivitas akademika muda baru berikutnya. Begitu seterusnya terus berulang siklus toxic ini,” ungkap Furqon.
“Sudah cukup Indonesia punya orang-orang yang pintar dan sok pintar, tetapi pintar mengakali sistem, menyalahgunakan kewenangan, memanipulasi anggaran, merekayasa aturan, dan paling pintar mengaku cinta kepada NKRI. Sudah saatnya Indonesia punya orang-orang yang tak hanya pintar, tetapi juga punya integritas, karena hanya mereka yang berintegritas yang cinta kepada bangsa dan negara ini, selainnya cintanya palsu!,” tutup Furqon.