Monthly Discussion LD FEB UI: Revolusi Industri 4.0 dan TIK Dapat Memaksimalkan Pencapaian Pembangunan Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
DEPOK – (31/1/2023) Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memiliki program baru bertajuk diskusi dinamika kependudukan dengan berbagai tema yang diselenggarakan setiap bulannya. Monthly Discussion ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperkuat jaringan antara para stakeholder, ahli kependudukan, dan para peneliti.
Sesi pertama di tahun 2023 dilaksanakan pada Selasa, 31 Januari 2023 mengangkat tema“Dekomposisi Fertilitas”. Forum diskusi menghadirkan Prof. Dra. Omas Bulan Samosir, Ph.D., Peneliti Senior LD FEB UI & Guru Besar FEB UI, dengan moderator Lukas Nainggolan S.E. M.Sc.
Di awal diskusi, Prof. Omas menyatakan bahwa Indonesia mengalami penurunan fertilitas secara konsisten sejak tahun 1971 hingga 2000. Tingkat kelahiran turun dari 5,6% anak per perempuan menurut hasil sensus penduduk 1971 menjadi 2,34% menurut sensus penduduk 2000. Penurunan tingkat kelahiran di Indonesia kemudian mengalami kemandekan. Penurunan tingkat kelahiran di Indonesia kemudian mengalami (fertility stalling), jika berdasarkan sensus penduduk 2010 yang menunjukkan angka fertilitas total (total fertility rate/TFR) meningkat sedikit menjadi 2,41% anak per perempuan. Kemandekan juga terlihat dalam Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) pada 2002/2003, 2007, dan 2012, yang menunjukkan kemandekan pada penurunan fertilitas pada tingkat yang lebih tinggi di mana TFR stagnan pada angka 2,6% anak per perempuan.
Adapun, Prof. Omas menjabarkan 14 provinsi yang mengalami kemandekan penurunan fertilitas pada periode 2000 – 2010, di antaranya Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. DKI Jakarta, Yogyakarta dan Jawa Timur sudah memiliki tingkat kelahiran di bawah tingkat pergantian penduduk 2,1% anak per perempuan. Masing-masing 1,81%, 1,94% dan 2% anak per perempuan. Hal inilah yang perlu dijaga, karena apabila dibiarkan maka pada 2065 hingga 2070 Indonesia akan mengalami penurunan angka kelahiran seperti yang dialami Tiongkok dan Singapura.
Oleh karena itu, sudah saatnya penurunan fertilitas perlu direm. Peran BKKBN kemudian diharapkan bukan hanya sebagai lembaga regulator untuk menurunkan fertilitas, tetapi menjaga dan mempertahankan pada tingkat tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan fertilitas di Indonesia, di antaranya pola perkawinan, efektivitas kontrasepsi serta ketidaksuburan pada masa menyusui.
Untuk mencegah terjadinya penurunan fertilitas yang berdampak pada penurunan penduduk, Prof. Omas merekomendasikan sejumlah hal. Di antaranya promosi penundaan usia kawin, promosi pemakaian dan efektivitas kontrasepsi serta promosi menyusui. Selain itu, perlu memanfaatkan revolusi industri untuk program KB agar meningkatkan pencapaian pembangunan Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Indonesia.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi narahabung:
Finda Prafianti, S.Sos.
Corporate Secretary Lembaga Demografi FEB UI
corsec@ldfebui.org
08119692610