Public Lecture Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi FEB UI ‘Cash Transfers and Violent Crime in Indonesia’
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (7/2/2024) Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PPIE FEB UI), mengadakan Public Lecture dengan pembicara Lennart O. Reiners, Economist (Research Unit), Asian Development Bank, Philippines. Kuliah dengan topik ‘Cash Transfers and Violent Crime in Indonesia’ ini berlangsung secara hybrid di Ruang 306, Gedung Pascasarjana, pada Rabu (7/2)
Reiners membagikan penelitian terbarunya yang menyelidiki tentang Program Keluarga Harapan (PKH) di Indonesia, sebuah program bantuan tunai bersyarat yang terbilang andalan di Indonesia. Penelitian ini berusaha menguak pengaruh program tersebut terhadap tingkat kejahatan kekerasan di masyarakat.
Dengan menggunakan data dari uji coba terkontrol secara acak dan administratif dari peluncuran program nasional, Reiners menggabungkan berbagai strategi untuk memahami sebab dan akibat dari dampak PKH. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang menerima akses manfaat dari PKH mengalami peningkatan kejahatan kekerasan.
Dalam menganalisis mekanisme yang mungkin memicu peningkatan kejahatan tersebut, penelitiannya menemukan bahwa program ini menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran di kalangan laki-laki muda yang sebenarnya tidak termasuk dalam target penerima manfaat PKH. Ia meyakini faktor ini turut berkontribusi pada kenaikan kejahatan kekerasan.
Seolah kontras, penelitian menunjukkan hal menarik lainnya. Ia mengungkapkan, “Ternyata, kenaikan kejahatan kekerasan tidak berkaitan dengan peningkatan imbalan yang diberikan, baik dalam bentuk uang maupun non-uang, oleh PKH untuk tindak kejahatan. Begitu pula, tidak ada hubungan dengan pengurangan alternatif dalam biaya, mencakup secara materi, psikis, maupun terkait hukuman, yang mungkin dihadapi oleh pelaku kejahatan.”
Intervensi kebijakan terkait umumnya dapat dibagi dalam dua kategori yang dapat dilihat sebagai pendekatan ‘imbalan’ atau ‘hukuman’. Pendekatan pertama mengakui bahwa kelompok berpendapatan rendah menghadapi kendala yang persisten di berbagai dimensi (misalnya, informasi, aspirasi, jaringan, preferensi) dan menyadari bahwa manfaat PKH mungkin tidak cukup untuk meningkatkan hasil pekerjaan bagi laki-laki muda.
Sebaliknya, pendekatan kedua dimotivasi oleh penilaian hubungan antara pengangguran dan kejahatan pada pemuda yang muncul akibat kendala psikologis, misalnya, masalah pengendalian diri atau harapan untuk adanya balasan positif.
Pada kasus tersebut, intervensi yang membatasi pilihan individu atau meningkatkan hukuman untuk melakukan kejahatan mungkin mengurangi kejadian pengangguran dan kejahatan. Hal tersebut dapat diatasi dengan kebijakan yang menghubungkan antara keluarga penerima manfaat dengan pasar tenaga kerja aktif seperti meningkatkan partisipasi melalui program pekerjaan atau pelatihan keterampilan untuk laki-laki muda, anak-anak, dan dewasa yang lebih tua atau mengurangi transfer uang tunai jika anggota rumah tangga terlibat dalam aktivitas kriminal. Meskipun mungkin terlalu ketat, kebijakan tersebut penting untuk mendukung berkelanjutan PKH di kalangan masyarakat umum.
Menutup paparan, Reiners menegaskan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) terkait dengan peningkatan sekitar 1 hingga 3 poin persentase (10 – 33 persen) dalam kejadian kejahatan. Hasil ini tetap konsisten dengan berbagai spesifikasi dan set data yang berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya perluasan pemahaman terhadap implikasi program bantuan tunai bersyarat seperti PKH di Indonesia.