Budi Frensidy: Fase Keuangan Orang Dewasa

Fase Keuangan Orang Dewasa

Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy – Guru Besar FEB UI

 

KONTAN – (23/12/2024) Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, indeks literasi keuangan di Indonesia mencapai 65,43%. Sementara, indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%. SNLIK 2024 ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan melibatkan 10.800 responden.

Parameter literasi keuangan SNLIK 2024 adalah pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap dan perilaku. Dua dari tiga responden memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku benar tentang keuangan. Sedangkan satu dari tiga orang masyarakat kita masih belum memiliki keyakinan dan sikap yang benar tentang keuangan.

Sementara, parameter inklusi keuangan adalah penggunaan produk dan layanan keuangan. Untuk setiap empat orang yang ditanya, ternyata ada tiga orang yang sudah mempunyai atau menggunakan layanan keuangan yang ditawarkan. Rasio inklusi keuangan yang lebih besar dari rasio literasi keuangan ini agak mengkhawatirkan. Berarti ada sebagian orang yang sejatinya belum begitu paham akan layanan keuangan tetapi sudah menjadi penggunanya.

Hasil SNLIK 2024 di atas juga menunjukkan, beberapa kelompok perlu mendapatkan prioritas dalam edukasi literasi dan inklusi keuangan. Yang masuk kelompok ini umumnya mereka yang tidak atau belum bekerja, pelajar dan mahasiswa, dan pensiunan & purnawirawan. Pemahaman mereka di bawah kelompok pegawai/profesional, pengusaha/wiraswasta, dan ibu rumah tangga.

SNLIK 2024 menjadi salah satu faktor utama dalam menyusun kebijakan dan strategi serta merancang produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen.

Untuk meningkatkan literasi keuangan tidak kalah dengan rasio inklusi keuangan, OJK mewajibkan semua korporasi dalam industri keuangan di bawah pengawasannya untuk melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat, kampus, dan sekolah sedikitnya dua kali dalam setahun.

Dengan tujuan memperkuat literasi keuangan para mahasiswa dan masyarakat itulah, saya diundang sebagai salah satu pembicara dalam seminar di Universitas Gadjah Mada (UGM) akhir November 2024 yang dihadiri lebih dari 100 mahasiswa. Mereka  sebagian besar merupakan sivitas akademika UGM (mahasiswa dan karyawan) serta perwakilan berbagai komunitas di Yogyakarta.

Kegiatan edukasi dan sosialisasi ini terselenggara berkat kolaborasi dan dukungan sejumlah perusahaan yang tergabung dalam salah satu grup jasa keuangan terbesar di dunia yaitu Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG). Grup ini berkomitmen berpartisipasi aktif dalam meningkatkan literasi keuangan di Indonesia secara berkelanjutan melalui berbagai kegiatan.

Di Indonesia, kita mengenal grup ini melalui MUFG Bank Cabang Jakarta, PT Home Credit Indonesia, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, dan PT Zurich Asuransi Indonesia Tbk.

Seminar tersebut secara khusus membahas berbagai fase kehidupan dari perspektif keuangan. Mulai ketika seorang individu mengembangkan karier, melangsungkan pernikahan, memiliki anak hingga menyiapkan pensiun. Seminar dengan pembicara dari OJK, UGM, Bank Danamon, Home Credit, Zurich Indonesia dan Adira Finance, ini diharapkan membekali generasi muda dengan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan baru mengenai layanan keuangan yang dapat diimplementasikan di masa depan.

Sebagai pembicara pembuka, saya menjelaskan tiga fase yang akan dihadapi dalam kehidupan seorang dewasa. Fase akumulasi dimulai dari bekerja setelah lulus kuliah hingga usia medio 30-an. Diikuti fase konsolidasi setelah itu hingga memasuki masa menjelang pensiun. Lalu fase pensiun atau spending atau gifting yaitu sedekah untuk persiapan kehidupan setelah dunia ini.

Fase akumulasi ditandai banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti kendaraan dan tempat tinggal sehingga pengeluaran biasanya lebih besar daripada penghasilan. Menyadari itu, tidak ada salahnya seseorang menggunakan layanan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit pemilikan apartemen (KPA) atau kredit kendaraan bermotor (KKB) di perusahaan pembiayaan..

Pengalaman saya mungkin bisa menjadi contoh. Saya pernah dua kali mengambil KPR dan sekali KPA. Berbeda dengan mereka yang menyukai tenor panjang, saya selalu meminta tenor lima tahun untuk mengelola biaya asuransi dan total bunga yang dibayar. Untuk kredit lain seperti laptop dan perlengkapan rumah, seseorang dapat menggunakan layanan pembiayaan barang.

Memasuki fase berikutnya yaitu konsolidasi, biasanya berbagai angsuran sudah lunas. Kalaupun belum, angsuran tidak menjadi beban berat karena naiknya penghasilan. Aset mulai banyak. Tapi ada kebutuhan lain dengan hadirnya anak. Untuk proteksi diri dan aset serta kebutuhan dana pendidikan anak ke depan, seseorang perlu asuransi baik asuransi kerugian, asuransi jiwa, maupun asuransi pendidikan.

Terakhir, seseorang harus menyiapkan diri memasuki masa tidak lagi bekerja sehingga harus mengandalkan hasil dari aset dan investasi yang sudah dilakukannya di masa akumulasi dan konsolidasi.

Pada fase ini yang menjadi prioritas bukan lagi pertumbuhan aset tetapi arus kas. Sumbernya bisa dari bunga deposito atau obligasi, dividen saham, dan uang sewa properti yang dimiliki.

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 23 Desember 2024. Rubrik Bursa – Wake Up Call.