Budi Frensidy: Menguak Rekayasa Keuangan Ala MDIY

Menguak Rekayasa Keuangan Ala MDIY

Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy – Staf Pengajar Departemen Akuntansi FEB UI

 

KONTAN – (20/1/2025) Toko ritel MR DIY resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 Desember 2024 dengan kode saham MDIY. MR DIY hadir di beberapa negara Asia dan Eropa. Di sini, toko pertama MDIY dibuka di Mega Mal Bekasi pada 2017.

PT Daya Intiguna Yasa TBk menawarkan 2,52 miliar saham atau 10 persen dari total modal. Dengan harga IPO Rp1.650, dana yang berhasil dihimpun dari IPO ini Rp4,15 triliun. Dari dana publik sebesar ini, 90 persen atau Rp3,73 triliun adalah divestasi pemegang saham lama sehingga kas masuk ke kantong pengendali, yaitu Azara Alpina Sdn Bhd, perusahaan asal Malaysia.

Hingga akhir 2023, total ekuitas emiten ini hanya Rp860,5 miliar. Lalu di tahun 2024 ada setoran modal Rp500 miliar dan selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali Rp524 miliar yang misterius, yaitu selisih antara nilai perolehan dan nilai tercatat aset bersih atas perolehan 99% kepemilikan saham PT Mitra Indoguna Yasa. Ditambah laba periodik semesteran, ekuitas menjadi Rp2,13 triliun sebelum IPO.

Setelah IPO, kepemilikan Azara berkurang dari 95,67% menjadi 85,71%. Akan tetapi nilai nominalnya justru naik, dari Rp2,04 triliun sebelum IPO (95,67% x Rp2,13 triliun) menjadi Rp2,18 triliun (85,71% x Rp2,55 triliun) setelah IPO.

Ini karena total ekuitas bertambah Rp415 miliar dari penerbitan 1% saham baru. Sebesar Rp415 miliar itulah dana yang masuk ke MDIY.

Dari dana yang masuk ini, sebanyak 60 persen akan digunakan untuk membayar sebagian utang kepada Bank CIMB Niaga Tbk. Total utang bank MDIY adalah Rp1,36 triliun, terdiri atas Rp606,5 miliar jangka pendek dan Rp753,5 miliar jangka panjang. Sisa 40 persen lainnya untuk ekspansi toko dan tambahan modal kerja.

Pada hari pertama diperdagangkan, saham MDIY sempat ARB (auto reject bawah) 25% di Rp1.240 sebelum bangkit mencapai harga tertinggi di Rp1.900 dan ditutup di Rp1.690 dengan nilai transaksi Rp721,2 miliar.

Adanya transaksi pihak berelasi dengan efek tambahan ekuitas Rp524 miliar yang mencurigakan, nilai transaksi yang jumbo, valuasi IPO yang sangat tinggi, sempat ARB di hari pertama, dan IPO berbekal laporan reviu dari Kantor Akuntan Publik menarik perhatian saya.

Pada tahun 2021, penjualan MDIY hanya Rp894 miliar dan masih rugi Rp80 miliar. Setahun kemudian, penjualan meningkat drastis menjadi Rp2,216 triliun dengan laba bersih Rp127,5 miliar. Di tahun 2023 angka penjualan kembali naik jadi Rp3,905 triliun dengan laba bersih Rp351,8 miliar sehingga NPM (net operating margin) 9%. Ini relatif tinggi mengingat rata-rata NPM tiga tahun terakhir industri ritel seperti AMRT hanya 2,77% dan MAPI 5,17%.

NPM MDIY melesat sangat tinggi pada 6 bulan pertama di 2024 yaitu 16,7% dengan penjualan Rp3,206 triliun dan laba bersih Rp534,7 miliar. Disetahunkan, laba bersih menjadi Rp1,069 triliun. Dengan jumlah toko 824 pada akhir Juni 2024, laba bersih per toko adalah Rp1,29 miliar per tahun atau Rp108 juta per bulan. Fantastis!

Angka penjualan yang meningkat 92,5% dari periode sama tahun 2023 mungkin masih linier dengan jumlah toko yang bertambah dari 345 di Juni 2023 menjadi 824 di Juni 2024. Namun margin laba bersih yang melonjak dari 5,75% di 2022 menjadi 9% di 2023 dan 16,7% di paruh pertama 2024 sungguh menakjubkan karena meningkat 190% dalam dua tahun.

Per toko Rp50,4 Miliar

Pada harga IPO Rp1.650, kapitalisasi MDIY mencapai Rp41,5 triliun. Jika angka  ini dibagi jumlah toko yang dilaporkan yaitu 824, kita akan mendapatkan valuasi per toko adalah Rp50,4 miliar.

Membaca di laporan keuangan bahwa semua toko adalah sewa, nilai per toko setinggi ini berwujud apa? Tidak ada piutang dagang, tanah, pabrik dan peralatan. Yang ada hanya kas, persediaan, aset tetap, dan uang sewa aset yang dikapitalisasi (aset hak guna).

Pemegang saham pengendali (PSP) benar-benar menang besar dalam IPO MDIY. Menjual 10 persen, dia menerima kas Rp3,73 triliun dan modal naik Rp143,3 miliar. Padahal baru tujuh tahun beroperasi di Indonesia. Jika dihitung dari setoran kasnya yang sebesar Rp596,5 miliar sebelum 2024 dan Rp500 miliar di tahun 2024, 10 persen yang dilepas itu ekuivalen dengan Rp109,65 miliar. Artinya, keuntungan yang diraup adalah 3.302% atau 33x setoran kasnya hanya dalam beberapa tahun. Rekayasa keuangan yang sangat jenius dan brilian ini anehnya bisa lolos dengan begitu mulusnya dari pengawasan regulator dan otoritas.

Kita juga mempertanyakan laba bersih MDIY yang melonjak tajam di semester pertama 2024. Akibatnya, NPM menjadi tidak wajar dan valuasi ketinggian. Emiten dan penjamin emisi menang telak dalam menggelembungkan nilai korporasi. Dengan angka-angka di atas, tidak ada yang mengagetkan jika MDIY sempat ARB di hari pertamanya. Tidak aneh juga jika dua pemegang saham lama mengambil kesempatan melepas jutaan saham miliknya di harga Rp1.735 pada hari pertama MDIY diperdagangkan. Dalam IPO MDIY, hanya PSP yang kena lock-up period selama 6 bulan.

Trik terakhir, laporan independen yang dikeluarkan auditor untuk 6 bulan tahun 2024 nyatanya bukan laporan audit seperti tahun 2021-2023 tetapi sebatas reviu. Audit dan reviu berbeda dalam banyak hal, di antaranya tingkat jaminan/keyakinan (memadai vs terbatas), ruang lingkup/cakupan pengujian bukti (dalam vs tidak dalam), pengujian sistem pengendalian internal (diuji vs tidak diuji), tingkat kesalahan (kecil vs tinggi), pendeteksian kecurangan (harus ada vs tidak harus), dan kualifikasi pemeriksa (harus CPA vs tidak harus).

Saya juga baru tahu ternyata untuk IPO tidak perlu laporan yang sudah diaudit (audited) tetapi cukup hasil reviu dari laporan keuangan interim. Mengapa otoritas dan regulator terkesan begitu longgar dalam meloloskan IPO dan valuasinya?

Pertanyaan kritis dari saya untuk Anda, apakah ini benar-benar kelihaian mereka atau justru kebodohan kita atau ada skenario lain?

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 20 Januari 2025. Rubrik Portofolio – Wake Up Call. Halaman 4.