Beban Berat Uang Pensiun di APBN
Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy – Guru Besar Keuangan FEB UI
KONTAN – (17/2/2025) Kementerian Keuangan tengah mematangkan skema pensiun untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN, TNI, dan Polri. Seiring dengan usia harapan hidup yang semakin panjang, besar gaji mereka yang terus meningkat, dan jumlah penerima pensiun yang semakin bertambah, dana pensiun untuk para abdi negara pun ikut naik.
Jumlah penerima pensiun yang dibayar pemerintah naik 3,1 persen atau 116 ribu jiwa setiap tahunnya. Pada 2022 penerima pensiun 3,42 juta orang, lalu 3,55 juta di 2023, dan 3,65 juta di 2024. Diprediksi angkanya mencapai 3,76 juta pada tahun ini. Kemudian 3,87 juta tahun depan, 4 juta di 2027, lalu 4,12 juta di 2028, dan 4,25 juta di 2029.
Karenanya, dana yang harus digelontorkan dari APBN pun membengkak. Untuk diketahui, uang pensiun bulanan yang diterima seorang PNS adalah 75% dari gaji terakhirnya (untuk yang sudah mengabdi minimal 30 tahun) dan akan dibayarkan kepada PNS itu sepanjang hidupnya dan diteruskan kepada istri atau suaminya (pensiun janda atau pensiun duda) dengan besaran yang lebih kecil jika PNS itu meninggal.
Program pensiun PNS seperti ini disebut Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau defined benefit. Sudah tidak banyak lagi Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) baru yang menawarkan PPMP. Sementara semua Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) menggunakan skema defined contribution atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).
Selama ini, gaji PNS dipotong 8% setiap bulannya yaitu 3,25% untuk Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola PT Taspen dan 4,75% sebagai Akumulasi Iuran Pensiun (AIP). Dari iuran JHT yang dibayarkan, seorang ASN akan menerima Tunjangan Hari Tua (THT) dari PT Taspen saat dia memasuki masa pensiun. Sebagai gambaran, pada tahun 2035 ketika saya pensiun, estimasi THT saya adalah Rp164,8 juta dengan uang pensiun bulanan Rp7,3 juta.
Saya tidak tahu institusi apa yang mengelola AIP dan sudah berapa banyak dananya saat ini. Yang pasti, uang pensiun yang diterima para PNS setiap bulannya masih menjadi tanggungan APBN. Mestinya, seperti PPMP lainnya, dana itu dikumpulkan dari iuran pegawai saat masih aktif bekerja dan pemerintah sebagai sponsor (pemberi kerja) akan menambal kekurangannya jika terjadi underfunded. Ke depan, pemanfaatan AIP untuk membiayai uang pensiun PNS ini akan dibenahi. Alokasi APBN untuk uang pensiun PNS yang ratusan triliunan ini terasa semakin memberatkan kala penerimaan pajak di APBN tidak bertumbuh sesuai harapan.
Jika di tahun 2010 hanya diperlukan dana APBN Rp50,6 triliun untuk para pensiunan abdi negara, sepuluh tahun kemudian angkanya menjadi Rp125,5 triliun. Kemudian Rp133,9 triliun pada 2022, naik lagi menjadi Rp164,4 triliun di 2024, dan sekitar Rp175 triliun tahun ini. Tanpa perubahan skema, angkanya diprediksi menjadi Rp200 triliun tiga tahun lagi dan menembus Rp300 triliun sebelum 2035.
Pilihan yang dapat dipertimbangkan pemerintah adalah menaikkan iuran yang dipotong dari gaji PNS setiap bulannya, mengganti skema manfaat pasti menjadi iuran pasti, dan membayar uang pensiun sekaligus (lump sum) seperti di korporasi swasta dan BUMN.
Kenaikan iuran pensiun tidak akan disukai PNS. Sementara dengan skema iuran pasti (PPIP), besar uang pensiun yang akan diterima seorang PNS akan sebesar akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. Angkanya menjadi tidak pasti dan sangat mungkin di bawah skema pensiun sekarang yang sekitar 75% gaji terakhir. Bagaimana dengan skema pembayaran sekaligus?
Uang Pensiun Sekaligus
Wacana perubahan skema pembayaran pensiun PNS dari bulanan menjadi sekaligus sejatinya pernah mengemuka di tahun 2016. Saat itu kabarnya uang pensiun PNS akan berkisar Rp500 juta hingga Rp1 miliar.
Secara matematika keuangan, uang pensiun dibayar sekaligus di awal sama menariknya dengan uang pensiun bulanan di mata pensiunan. Uang pensiun Rp5 juta per bulan akan ekuivalen dan sama menariknya dengan uang pensiun sekaligus Rp1 miliar (Rp5 juta dibagi 0,5%) jika suku bunga yang relevan atau yang akan diperoleh adalah 6% p.a. atau 0,5% per bulan.
Mereka yang lebih suka uang pensiun bulanan karena merasa tidak bisa mengelolanya gagal untuk menyadari bahwa dia dapat mengubah uang pesangon itu menjadi bulanan dengan cara menaruhnya di deposito atau ORI atau membeli rumah kos-kosan.
Jika suku bunga bukan 0,5% per bulan, yang satu akan lebih menarik daripada yang lain. Pada suku bunga 0,4% per bulan atau 4,8% p.a., nilai uang pensiun Rp5 juta per bulan akan ekuivalen dengan Rp1,25 miliar sehingga lebih menarik daripada sekaligus Rp1 miliar. Sebaliknya jika bunga bersih 0,6% per bulan atau 7,2% p.a, uang pensiun bulanan Rp5 juta setara dengan Rp833,33 juta hingga Rp1 miliar sekaligus menjadi lebih menarik. Uang sebesar itu dapat memberikan hasil Rp6 juta per bulan (0,6% x Rp1 miliar).
Berapa dana tambahan yang diperlukan pemerintah untuk membayar uang pensiun dari 116 ribu pensiunan baru setiap tahunnya jika mengadopsi skema baru ini? Dengan asumsi uang pesangon itu Rp500 juta per pensiunan, kebutuhan dana tambahan itu mencapai Rp58 triliun yaitu 116 ribu kali Rp500 juta. Angkanya akan melonjak menjadi Rp116 triliun jika rata-rata pesangon Rp1 miliar. Dengan kondisi keuangan negara kita yang sedang sulit dan banyaknya pemangkasan anggaran, tambahan dana pensiun sebesar ini tentu bukan prioritas.
Sejatinya skema uang pensiun sekaligus mempunyai keunggulan dibandingkan yang bulanan. Sistem ini akan membebaskan pemerintah dari urusan penyimpanan data jutaan penerima pensiun dan alamat serta nomor rekening banknya selama puluhan tahun setelah seorang PNS pensiun.
Tenaga dan waktu ribuan petugas untuk mengurusi pensiunan ini dapat dialihkan untuk tugas lainnya. Pemerintah pun dapat menghemat biaya operasional pembayaran pensiun PNS, TNI, dan Polri yang diperkirakan sebesar Rp850 miliar untuk tahun ini saja.
Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 17 Februari 2025. Rubrik Wake Up Call. Halaman 4.