Guest Lecture FEB UI Bersama World Bank: Reboot Development, The Economics of a Livable Planet
Jakarta, 21 November 2025 – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) berkolaborasi dengan The World Bank, Indonesia Sustainable Landscape Management (SLM) menyelenggarakan Guest Lecture bertajuk “Reboot Development: The Economics of a Livable Planet” di Auditorium Kampus FEB UI Salemba, pada Jumat (21/11).Â
Acara ini menghadirkan Richard Damania, World Bank Chief Economist for Planet, sebagai pembicara utama. Dimoderatori oleh Chief Internationalization and Transformation Arief Wibisono Lubis, Ph.D., Richard mengulas rangkaian temuan dan gagasan utama mengenai hubungan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan dalam dari laporannya mengenai The Economics of a Livable Planet.
Laporan tersebut menyoroti urgensi pendekatan pembangunan baru yang dihadapi Indonesia dan kawasan Asia Timur Pasifik (EAP) dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi, kualitas lingkungan, dan ketahanan ekosistem dalam jangka panjang.
Seabad terakhir, aktivitas manusia menunjukkan perkembangan ekonomi yang signifikan di hampir semua indikator. Namun, capaian tersebut disertai biaya ekologis yang sangat besar. Data global menunjukkan hanya 5% biomassa mamalia merupakan satwa liar, sementara 35% adalah manusia dan 60% hewan ternak. Penurunan biomassa mamalia liar dan meningkatnya tekanan manusia terhadap alam menunjukkan perubahan struktur ekologis yang drastis. Kajian Bank Dunia juga menekankan bahwa enam dari sembilan batas planet (planetary boundaries) telah terlampaui, termasuk batas nitrogen, fosfor, serta integritas keanekaragaman hayati.
Richard menguraikan bagaimana deforestasi berdampak langsung terhadap siklus hidrologi. Sekitar 53% curah hujan berasal dari daratan (terutama hutan), sehingga hilangnya kawasan hutan turut mengurangi curah hujan regional. Data 2001–2020 menunjukkan wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara mengalami penurunan curah hujan signifikan di daerah yang berada di bawah angin kawasan deforestasi. Di Asia Timur Pasifik, penurunan curah hujan akibat deforestasi berkontribusi pada kerugian PDB sekitar USD 14 miliar per tahun.
Hutan berperan sebagai spons alami yang menyimpan kelembapan tanah. Ketika tutupan hutan menurun, kemampuan tanah mempertahankan air melemah. Penelitian Bank Dunia menunjukkan hutan dapat mengurangi hampir separuh dampak penurunan pertumbuhan ekonomi akibat kejadian kering ekstrem. Namun, efek positif ini hanya optimal jika hutan yang terlindungi adalah hutan alam dengan keanekaragaman hayati tinggi, bukan sekadar hutan tanaman industri.
Hilangnya hutan juga menyebabkan tanah mengering dan produktivitas pertanian menurun. Secara global, hal ini menimbulkan kerugian PDB hingga USD 379 miliar di negara berkembang, termasuk USD 150 miliar di kawasan EAP.
Penggunaan pupuk nitrogen meningkat, tetapi efisiensinya menurun. Hampir setengah nitrogen dari pupuk hilang ke lingkungan, mencemari air dan udara. Dampak kesehatannya termasuk blue baby syndrome, stunting, kanker kolorektal, gangguan tiroid, serta penurunan hasil perikanan akibat hipoksia di perairan.
Indonesia sendiri menunjukkan peluang positif, terutama pada pengurangan paparan polusi udara (PM2.5) meski ekonomi terus bertumbuh. Hal ini menandakan bahwa strategi kebijakan dan inovasi tepat dapat menghasilkan perubahan struktural yang signifikan.
Bank Dunia menggarisbawahi pentingnya inovasi hijau, mulai dari teknologi surya hingga solusi digital. Namun, terdapat valley of death, yaitu masa kritis ketika inovasi gagal berkembang menjadi produk yang dapat diterapkan secara luas. Dukungan pengembangan pasar, pembiayaan, dan kebijakan dinilai krusial untuk mendorong inovasi mencapai tahap komersial.
Richard menutup dengan seruan untuk memperkuat kebijakan lintas sektor terkait tanah, air, keanekaragaman hayati, polusi udara, dan transisi ekonomi hijau. Dengan tata kelola yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menurunkan jejak lingkungan sekaligus menjaga daya saing ekonomi.
Dengan menghadirkan pemikiran dari pakar ekonomi dunia, FEB UI menegaskan komitmennya untuk menyediakan ruang diskusi ilmiah yang relevan dan berdampak dalam isu pembangunan berkelanjutan. Harapannya, peserta memperoleh pemahaman komprehensif mengenai tantangan global dan strategi ekonomi yang diperlukan untuk menciptakan masa depan yang layak huni.

