Kuliah Tamu S-1 Kelas Khusus Internasional, Tax 2: Cross Border Tax Management
Rifdah – Komunikasi FEB UI
Depok, 24 November 2025 — Program Kelas Khusus Internasional (KKI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyelenggarakan Kuliah Tamu Kelas Tax 2 bersama Jaap Zwaan selaku Managing Director Alvarez & Marsal Tax Jakarta, dengan topik “Cross Border Tax Management” di Auditorium Morowali, Kampus FEB UI Depok, pada Senin (24/5).
Pada awal sesi, Jaap Zwaan menjelaskan berbagai isu penting dalam perpajakan internasional yang semakin krusial di tengah arus globalisasi bisnis. Ia memaparkan pengelolaan transaksi lintas yurisdiksi, mulai dari penjualan saham, skema pembiayaan, pengenaan pajak atas dividen, royalti, jasa teknis, hingga penerapan tax treaty dapat menimbulkan konsekuensi pajak yang berbeda-beda bergantung pada struktur transaksi dan hubungan antarnegara.
Ia membahas perbedaan implikasi pajak antara direct transfer dan indirect transfer dalam transaksi sale of private shares. Transaksi penjualan saham oleh entitas luar negeri dapat menimbulkan kewajiban pajak sebesar 5% atas gross sale value apabila dilakukan oleh negara tanpa perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Sebaliknya, dalam negara mitra P3B, transaksi dapat dibebaskan dari pajak apabila perusahaan tidak memenuhi kriteria property rich atau kepemilikan tidak melebihi 50 persen.Â
Zwaan menerangkan, “Transaksi yang dilakukan melalui Bursa Efek Indonesia dikenakan pajak final sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi, baik di negara treaty maupun non-treaty. Namun apabila transaksi di luar bursa, tarif dapat berubah hingga 5 persen, terutama jika perusahaan tergolong property rich. Hal ini menunjukkan bahwa yurisdiksi dan struktur entitas memengaruhi perlakuan dan besaran bagi wajib pajak.”
Memasuki topik pembiayaan, ia menguraikan secara rinci ketentuan Interest-Free Loan (IFL). Berdasarkan peraturan pemerintah, suatu pinjaman dapat dikategorikan sebagai IFL dan bebas pajak apabila memenuhi empat syarat, antara lain sumber dana berasal dari pemegang saham sendiri, modal disetor telah terpenuhi, pemberi pinjaman tidak mengalami kerugian, dan perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan.Â
Jika syarat tidak terpenuhi, pinjaman dianggap menghasilkan deemed interest sehingga dikenai PPh Pasal 26 sebesar 10 persen untuk negara treaty atau 20 persen untuk negara non-treaty. Ia juga menjelaskan perbandingan perlakuan pajak untuk pinjaman berbunga, termasuk kebutuhan transfer pricing study untuk pinjaman dengan pihak berelasi.
Zwaan juga menyoroti penjualan obligasi dan skema debt-equity swap. Dalam kasus bond sale, keuntungan dari penjualan obligasi dapat dianggap sebagai bunga menurut peraturan pemerintah, namun definisi interest dalam P3B Indonesia dan Singapura tidak memasukkan capital gain.Â
Sementara pada debt-equity swap, perlakuan pajak bergantung pada apakah tambahan modal lebih besar atau lebih kecil dari nilai utang. Jika lebih besar, terdapat kewajiban pemotongan PPh Pasal 26, jika lebih kecil, maka sisa utang yang dihapuskan dapat menjadi objek PPh Badan sebesar 22 persen.
Menutup paparan, Zwaan mengulas ketentuan jasa dan jasa teknis dalam P3B serta rangkaian pengujian beneficial ownership untuk penggunaan tarif treaty. Ia menjelaskan konsep Permanent Establishment (PE), meliputi fixed place, project, service, dan dependent agent PE, beserta ambang batas hari yang menentukan timbulnya kewajiban pajak di Indonesia.
Kuliah tamu ini memberikan pemahaman komprehensif kepada mahasiswa mengenai dampak struktur transaksi internasional terhadap kewajiban perpajakan suatu perusahaan. Diharapkan, wawasan ini dapat memperkuat kesiapan mahasiswa menghadapi praktik perpajakan global yang kompleks dan terus berkembang. Tidak hanya menekankan ketentuan regulasi, tetapi juga cara menganalisis implikasi pajak secara holistik untuk meminimalkan risiko dan memastikan kepatuhan.

