UI: Ekonomi RI 2015 Tumbuh 4,75 Persen
Jumat, 13 November 2015, 13:00 WIB
DEPOK–Research Intelligence Unit (RIU) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mentok di level 4,75 persen. Angka ini sudah termasuk proyeksi kinerja ekonomi kuartal IV 2015 yang diperkirakan hanya tumbuh 4,9 persen. Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat FEB UI Fithra Faisal Hastiadi menjelaskan, pertumbuhan ekonomi 4,75 persen lebih rendah ketimbang konsensus sejumlah pihak.
Setahun lalu, RIU FEB UI memproyeksikan ekonomi 2015 akan tumbuh 5,2 persen atau lebih tinggi dari target pemerintah dalam anggaran negara, yaitu 5,7 persen. Menurut Fithra, koreksi dilakukan lantaran sejumlah faktor. Salah satunya adalah penurunan kinerja ekspor seiring anjloknya harga komoditas. Lambannya eksekusi belanja pemerintah juga faktor koreksi.
Secara khusus, Fithra menyoroti kapasitas institusi pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dilansir pemerintah kerap kali belum jelas. “Padahal, kebijakan fiskal harus ekspansif. Tapi, kenyataannya kontradiktif,” ujarnya dalam Indonesia Economic Outlook 2016 yang digelar di Kampus FEB UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (12/11).
Untuk 2016, RIU FEB UI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada level 5,25 persen. Pada kuartal I, ekonomi akan tumbuh 5,08 persen. Setelah itu, berturut-berturut pada tiap kuartal pertumbuhan ekonomi tercatat 5,21 persen, 5,31 persen, dan 5,38 persen. Meskipun begitu, angka ini dapat saja terkoreksi lantaran perekonomian global dipenuhi ketidakpastian. Hal ini seiring dengan berakhirnya stimulus moneter di AS dan perlambatan ekonomi negara-negara mitra dagang.
Saat memberikan paparan kunci, mantan wakil presiden Boediono menjelaskan, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat dicapai dengan membenahi sisi suplai dari perekonomian Indonesia. Kebijakan harus fokus dan diarahkan kepada tiga aspek utama, yaitu pembangunan infrastruktur, institusi (infrastruktur lunak), dan kemanusiaan. “Dalam jangka panjang yang menentukan adalah kualitas manusia bukan kuantitas,” katanya.
Meskipun demikian, Boediono mengakui, pembangunan ketiga aspek tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dibutuhkan upaya kompleks yang juga disertai perhitungan antargenerasi. “Perlu fokus pada faktor-faktor yang menentukan kemajuan ekonomi jangka panjang,” kata guru besar FEB Universitas Gadjah Mada tersebut.
Ekonomi Jawa Tengah
Menjelang tutup tahun, tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian Jawa Tengah menunjukkan peningkatan. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V Iskandar Simorangkir menjelaskan, optimisme tersebut tak lepas dari survei indeks keyakinan konsumen (IKK) Jateng pada Oktober 2015. Level IKK meningkat 3,5 poin ketimbang September 2015.
“Peningkatan IKK berasal dari penguatan komponen indeks kondisi ekonomi (IKE) saat ini dan indeks ekspektasi konsumen (IEK) yang masing-masing naik sebesar 3,6 poin dan 3,3 poin dari bulan sebelumnya sebesar 101,0 dan 123,5,” ujarnya. Hasil survei ini juga mengindikasikan tekanan kenaikan harga diperkirakan semakin menurun pada tiga bulan mendatang. Ini terindikasi dari indeks ekspektasi harga yang turun 2,8 poin menjadi 174,5.
Ekonomi kerakyatan
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyambangi PT Nagabhuwana Aneka Piranti (NAP), pabrik kayu lapis olahan di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri Kota, Kabupaten Wonogiri. Dalam kesempatan itu, Bambang mendorong pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan, terutama sektor usaha yang menghasilkan produk ekspor.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah memberdayakan usaha kecil dan menengah (UKM) dan ekonomi kerakyatan. Program pemberdayaan UKM dan ekonomi kerakyatan, menurut Bambang, merupakan usaha pemerintah dalam mengatasi pelambatan pertumbuhan ekonomi. Contoh riil ditunjukkan PT NAP yang memasarkan produknya ke pasar ekspor, antara lain, Cina, Thailand, AS, dan negara-negara lainnya.
Secara spesifik, Bambang menjelaskan, perusahaan memberi nilai tambah bagi negara lantaran produk-produk ekspornya berasal dari sumbangsih petani. “Bahan kayu sengon yang menyuplai ialah petani yang tergabung dalam wadah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Jadi, di sini rakyat berperan dalam menyumbangkan bahan baku untuk produk ekspor. Kalau petani yang memasok bahan baku untuk produk ekspor, sama dengan turut memasok devisa negara,” ujarnya. n edy setiyoko ed: muhammad iqbal