Budi Frensidy: Hindari Margin Saat Volatilitas Tinggi
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal FEB UI, Budi Frensidy merilis tulisannya yang dimuat di koran Kontan, Senin, 30 Maret 2020, rubrik Portofolio – Wake Up Call, halaman 4, yang berjudul “Hindari Margin Saat Volatilitas Tinggi”. Berikut artikelnya.
“Hindari Margin Saat Volatilitas Tinggi”
IHSG bangkit dari keterpurukannya pada dua hari terakhir perdagangan minggu lalu. Apa yang harus dilakukan investor di BEI agar IHSG dapat naik atau minimal bertahan jika indeks regional nantinya kembali bergerak negatif?
Ada dua hal yang dapat dilakukan investor untuk tidak membuat indeks terus turun. Pertama, dari sisi penawaran, investor harus berhenti menjual atau menawarkan sahamnya pada harga yang lebih rendah daripada harga penutupan kemarin. Jika untuk setiap saham tidak ada yang menjual pada harga yang lebih rendah, indeks tentunya tidak akan turun.
Kedua, dari sisi permintaan, investor harus diingatkan jika saat banyak saham salah harga adalah waktu yang pas untuk membeli dan mengumpulkan saham pilihan. Bukankah strategi berinvestasi saham itu sama seperti investasi dalam aset lainnya yaitu buy low and sell high? Intinya, dari sisi permintaan, investor harus disadarkan untuk membeli saham pada harga yang sedang murah-murahnya alias sedang “sale” di bulan ini.
Jika semua investor menawarkan sahamnya pada harga yang lebih tinggi daripada sebelumnya dan ada investor yang bersedia membelinya, indeks dipastikan akan naik. Sebaliknya, jika investor menawarkan sahamnya pada harga lebih rendah, indeks dipastikan akan bergerak negatif. Mengapa ada investor yang bersedia menjual sahamnya pada harga yang sangat rendah itu? Apakah mereka rasional?
Jika harga saham turun sekitar 10%-20%, kita dapat memahami alasan-alasan mereka. Pertama, sangat mungkin mereka sedang membutuhkan kas atau kesulitan likuiditas. Kemungkinan kedua, mereka adalah investor yang disiplin dalam menerapkan prinsip cut loss. Untuk investor yang tidak dapat menerima kerugian lebih besar dari 20%, cut loss sangat dianjurkan. Alasan ketiga adalah mungkin saja investor menjual sahamnya yang telah turun cukup besar untuk dipindahkan ke saham-saham yang merosotnya jauh lebih besar lagi, katakan 30%-40%.
Masalahnya, investor yang butuh likuiditas atau yang terbiasa cut loss atau yang ingin memindahkan asetnya, jarang yang bersedia melakukannya jika harga sahamnya sejak awal tahun sudah jatuh 45% atau lebih seperti yang terjadi pada minggu lalu. Jika ada investor yang tetap mau melepaskan sahamnya dalam kondisi seperti itu pasti ada alasan lain. Sangat mungkin investor tersebut terpaksa melakukannya karena tak punya pilihan lain akibat menggunakan fasilitas margin.
Seperti kredit
Perdagangan margin pada dasarnya adalah pembelian barang dengan utang. Dengan fasilitas margin, Anda cukup membayar sebagian dari harga pembelian saham, sama seperti membeli rumah atau mobil dengan kredit bank. Dalam semua transaksi itu, Anda harus menyetor sejumlah uang dan saham, rumah, atau mobil Anda akan langsung menjadi jaminan. Semua sudah maklum dengan untung-rugi kredit rumah atau mobil, bagaimana dengan untung-rugi perdagangan saham dengan margin?
Fasilitas margin memungkinkan seorang investor saham membeli lebih banyak saham. Jika margin awal adalah 50%, maka investor tadi dapat berutang maksimal 50% atau dapat membeli saham sebesar dua kali modalnya. Separuh dana itu adalah pinjaman dari perusahaan sekuritasnya. Terhadap utang ini, investor akan dikenakan bunga sekitar 18% p.a.
Konsekuensi dari berinvestasi saham dengan utang ini, jika saham-saham yang dibelinya itu naik, katakan sebesar 10% dalam 3 bulan, maka keuntungan investor itu adalah bukan 10% tetapi 20% (dua kali lipat) sebelum dikurangi biaya bunga atau bersih 15,5% yaitu 20% kurang ¼ x 18% jika bunga adalah 18%.
Pada praktiknya, tidak semua saham dapat dibeli dengan fasilitas ini. Hanya saham yang sangat likuid dan berkapitalisasi besar yang diperbolehkan. Selain margin awal, investor juga mesti mengenal istilah margin call atau panggilan untuk menyetor dana tambahan saat persentase utang melebihi rasio tertentu. Misalkan seorang investor saham membeli saham sebesar Rp500 juta dengan margin awal 50% dan margin call 30%. Ini berarti modal awal investor adalah 50% (utang awal 50%) dan rasio utang maksimum adalah 70%.
Untuk itu, investor tadi harus menyetor Rp250 juta untuk transaksi di atas. Jika kemudian nilai portofolionya turun 28,6% menjadi sekitar Rp357 juta (utang tetap Rp250 juta dan ekuitas Rp107 juta), maka rasio utangnya akan menjadi > 70% atau akun margin < 30%. Untuk mudahnya, kita abaikan bunga yang harus dibayar. Karena itu, dia harus menyetor sekitar Rp71,5 juta untuk membayar sebagian dari utangnya yang Rp250 juta agar rasio utangnya kembali menjadi sekitar 50% seperti semula (utang dan ekuitas masing-masing Rp178,5 juta). Semakin besar penurunan harga sahamnya, semakin besar rasio utangnya, dan semakin besar setoran dana yang diperlukan. Yang ingin mengetahui dari mana angka-angka itu, silakan baca buku Matematika Keuangan edisi 4 saya.
Forced sale
Dalam kondisi investor tidak mempunyai dana lagi untuk disetor, sebagian atau seluruh sahamnya akan dijual paksa (forced sale) oleh perusahaan sekuritasnya untuk pelunasan utang plus bunga. Inilah sisi negatif perdagangan margin. Jika harga saham naik 10%, return Anda akan menjadi 15,5%. Namun, jika harganya turun 10%, kerugian Anda menjadi 24,5% yaitu 20% + 4,5% biaya bunga. Belum lagi jika biaya transaksi dan opportunity cost diperhitungkan.
Karena itu, perusahaan sekuritas umumnya membatasi fasilitas ini hanya untuk nasabah tertentu yaitu yang berpenghasilan tinggi dan mempunyai kekayaan bersih tertentu. Namun demikian, untuk meningkatkan frekuensi dan nilai transaksi para nasabahnya, ada juga perusahaan sekuritas yang memberikan fasilitas ini kepada semua nasabahnya yang portofolio ekuitasnya di atas nilai tertentu.
Bagaimanapun juga, investasi saham dengan kekuatan sendiri lebih aman karena jika prediksi Anda meleset, fasilitas margin dapat membangkrutkan Anda dengan empat macam biaya/kerugian di atas. (hjtp)
Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 30 Maret 2020. Rubrik Portofolio – Wake Up Call. Halaman 4.