SOBAT Alumni FEB UI Edisi 2: Strategi dan Implementasi PSAK 68, 71, 72 dan 73
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – Rabu (22/4/2020), Santai Online Bareng Teman Alumni FEB UI atau disingkat SOBAT, kembali menggagas diskusi dan bincang-bincang edisi kedua yang diinisiasi oleh ILUNI FEB UI melalui Webinar via Zoom.
SOBAT edisi kedua ini menghadirkan 3 pemateri, di antaranya Budi Susanto selaku Ketua TISAK-IAI, Pahala Mansyuri selaku Dirut BTN, dan Salyadi Saputra selaku CEO PEFINDO, serta dimoderatori oleh David Sidjabat selaku Dirut JakTV. Topik yang dibahas terkait isu-isu hangat yang sedang diperbincangkan mengenai “Strategi dan Implementasi PSAK 68, 71, 72, dan 73.”
Budi Susanto sebagai pemateri pertama, menjelaskan PSAK 68 membahas tentang pengukuran nilai wajar, yaitu harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Nilai wajar di dalam PSAK 68 dibagi ke dalam 3 hierarki, yakni level 1 yang menggunakan harga kuotasian untuk mengukur nilai wajar, level 2 yang menggunakan harga kuotasian aset serupa dan identik di pasar tidak aktif dan input selain harga kuotasian, dan level 3 yang menggunakan teknik penilaian.
PSAK 71 membahas tentang instrumen keuangan terdiri dari dua bagian, yakni aset keuangan dan liabilitas keuangan. “Pada umumnya, seluruh aset keuangan ‘membawa’ penyisihan kerugian. Tidak diperlukan pemicu (trigger) untuk mengakui penurunan nilai,” ucap Budi Susanto.
Kemudian, PSAK 72 membahas mengenai pendapatan dari kontrak dengan pelanggan, yang terdapat 5 model, di antaranya mengidentifikasi kontrak dengan pelanggan, mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan, menentukan harga transaksi, mengalokasikan harga transaksi ke kewajiban pelaksanaan dalam kontrak, dan mengakui pendapatan ketika (atau selama) entitas memenuhi kewajiban pelaksanaan.
Selanjutnya, PSAK 73 berbicara tentang sewa, siapa yang mengendalikan aset dan siapa yang dapat mengubah kontrak, mana yang disewa. “Perubahan dari sisi penyewa, yaitu laporan posisi keuangan (asset, liabilities) berdampak pada perusahaan dengan sewa operasi, nampaknya lebih kaya dari sisi aset tetapi juga lebih banyak berutang, dan laba/rugi (beban sewa seperti depresiasi, bunga, total beban sewa dibebankan dimuka berdampak pada total beban sewa dibebankan dimuka bahkan ketika cash rentals adalah konstan,” ujarnya.
Hal tersebut bila diterapkan pada perbankan, seperti disampaikan pemateri kedua Pahala Mansury, memiliki perbedaan yang signifikan, antara PSAK 71 dan PSAK 55 yang berdampak pada bisnis dan operasional bank, seperti bank BTN. Pada saat ini, terdapat kenaikan perhitungan mencadangkan kerugian nilai (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau CKPN) yang cukup signifikan dan perubahan proses bisnis kredit dan collection.
Maka, strategi BTN dalam memenuhi PSAK 71, adalah dengan melakukan pembebasan CKPN Rp3,5 triliun di 2019 dan retrospektif modal di awal 2020. Selain itu, untuk penguatan permodalan di tahun 2020, BTN melakukan action permodalan melalui subdebt dan junior global bond. Sebagai bank yang sangat fokus pada KPR bersubsidi, portofolio konsumtif BTN cukup besar, sekitar 60%, sehingga, salah satu yang dituntut ialah bagaimana bisa mendapatkan recovery yang lebih cepat dari perusahaan asuransi.
“Sementara, untuk strategi penyelamatan kredit di tengah pandemi Covid-19, regulator telah melakukan relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit, yang tertuang dalam POJK No. 11/POJK.01/2020 dan Press Release DSAK yang menjadi dasar pelaksanaan bagi BTN. Regulasi PSAK 72 pada sektor properti, mempertimbangkan penurunan penjualan properti akibat Covid-19, sehingga diperlukannya penundaan yang akan berdampak pada cash flow pengembang dan kontraktor,” kata Pahala Mansyuri.
Di sisi lain, strategi BTN dalam implementasi PSAK 73 adalah dengan sentralisasi proses pengadaan dan pencatatan kontrak sewa ke kantor pusat, perubahan strategi dalam pengadaan barang, analisis laporan keuangan debitur.
“Mengikuti arus perkembangan zaman, BTN memiliki beragam transaksi seperti sewa gedung, rumah dinas, ATM, kendaraan, jaringan & peralatan kantor yang mengacu pada PSAK 73. Secara keseluruhan, penerapan PSAK 73 di BTN tidak berdampak signifikan pada sisi finansial perusahaan,” tambahnya.
Senada juga dengan penerapan di perusahaan yang disampaikan oleh Salyadi Saputra sebagai pemateri ketiga, bahwa pendekatan yang digunakan PEFINDO untuk menilai credit quality dengan pendekatan forward looking, laporan keuangan, penekanan pada sustainability of cash flow, mempertimbangkan fleksibilitas keuangan perusahaan (support dari shareholders dan creditors).
“Tentu, apa yang dilakukan oleh PEFINDO mengacu pada PSAK 68 terkait nilai wajar transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Kemudian, PSAK 71 terkait cadangan kerugian CKPN dibentuk sejak kredit diberikan (expected loss). Selanjutnya, PSAK 72 mengubah cara pengakuan pendapatan kontrak dari yang sebelumnya rigid menjadi berbasis prinsip, pengakuan pendapatan bisa dilakukan secara bertahap sepanjang kontrak atau pada titik tertentu. Serta PSAK 73 mengubah cara pembukuan transaksi sewa dari penyewa, sekarang harus mencatatkan hampir seluruh transaksi sewa sebagai transaksi financial,” tutupnya. (hjtp)