CEO Talks series ILUNI MM FEB UI : New Normal, New Challenges & New Opportunities in Education Center
Delli Asterina~ Humas FEB UI
Jakarta, (25/06/2020) Ikatan Alumni Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (ILUNI MM UI), selenggarakan CEO Talks series 9 dengan tema New Normal, New Challenges & New Opportunities in Education Center. Pembicara acara virtual tersebut ialah Saleh Husin, SE.,MSi. selaku Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan Prof. Dr. M. Nuh selaku Ketua Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Acara ini dipandu oleh Ajie Arifuddin, MM selaku Ketua 1 ILUNI MM UI
Dalam paparannya, Saleh Husin menjelaskan perlunya peran optimal industri untuk membantu dunia pendidikan. Diantaranya dengan memanfaatkan hasil riset yang dihasilkan mahasiswa, memperkuat kolaborasi antara industri dan dunia pendidikan.
“Jangan sampai riset-riset yang di hasilkan oleh mahasiswa di universitas, hanya sebatas disimpan. Sebelum melakukan riset, perlu untuk mengkomunikasikan dengan industri, tentang apa yang dibutuhkan. Mahasiswa harus diarahkan dan anggaran penelitian bisa dibantu industri selama anggarannya itu berimplikasi balik pada industrinya tersebut,” kata Saleh Husin.
“Industri dapat memanfaatkan universitas melalui hasil penelitian yang di hasilkan mahasiswa. Hasil riset yang bagus bisa digunakan oleh industri dan setelah selesai kuliah, lulusan bisa bekerja di industri sehingga ada kelanjutan hasil penelitiannya,” ungkapnya.
Selain itu, Saleh juga mengatakan perlunya endowment fund agar bisa dimanfaatkan oleh Universitas. “Para tenaga pengajar dan dosen perlu mendapatkan income yang memadai, salah satunya dengan memanfaatkan dunia industri dalam hal ini sektor swasta dengan cara berkolaborasi, sehingga universitas tidak hanya mengandalkan biaya dari pemerintah atau biaya pendidikan tetapi bisa dibantu oleh sektor swasta,” ujar Saleh Husin.
Paparan Prof. Nuh menjelaskan mengenai masalah terbesar pengelolaan dunia pendidikan.
“Pertama, Policy Discontinuity dikarenakan lebih berorientasi kepada selera (want), bukan pada kebutuhan (need). Kedua, Kita sudah punya undang-undang dan 8 standar nasional pendidikan, sebagai guidance (petunjuk arah) untuk perbaikan berkelanjutan secara sistemik dan sistematik. Ketiga, Kita sudah punya anggaran pendidikan 20 % dari APBN-APBD tetapi pemanfaatannya tersebar, tidak fokus pada pendidikan. Keempat, pentingnya perguruan tinggi memperkuat kompetensi Kebijakan Pendidikan (Education Policy) terutama yang terkait dengan Digital Culture,” demikian Prof. Nuh. (hjtp)