Webinar Series LM FEB UI : Lesson Learned From Global Financial Crisis
Hana Fajria – Humas FEB UI
Depok – Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, kembali mengadakan seri webinar. Kali ini tema bertajuk Lesson Learned From Global Financial Crisis melalui aplikasi zoom, pada Kamis (23/7/2020).
Narasumber pada webinar ini adalah Dr. R. Nugroho Purwantoro, Consultant Management Senior Lembaga Manajemen FEB UI dan Dosen FEB UI, dengan moderator Dr. Willem Makaliwe, Kepala LM FEB UI. Nugroho membuka webinar dengan membahas mengenai kasus Financial Crisis, masalah keuangan global, yang berlangsung pada tahun 2007-2008 dan bisa diaplikasikan pada situasi saat ini.
“Krisis keuangan terjadi ketika kepanikan (atau ketakutan akan terjadi kepanikan) memengaruhi berfungsinya sistem keuangan. Biasanya krisis itu diawali dengan mulai melambatnya pertumbuhan, baik itu pertumbuhan ekonomi atau pun pertumbuhan dari suatu nilai asset. Saat perlambatan ini terjadi secara terus menerus, maka biasanya orang akan panik dan menjual aset tersebut,” ujar Nugroho.
Krisis ini bermula dari macetnya kredit perumahan di Amerika, karena ternyata para pemilik rumah memang tak mampu membayar cicilan kredit. Kemacetan itu merembet ke mana-mana, terutama menimbulkan krisis keuangan di Amerika, dan kemudian berdampak ke berbagai belahan dunia. Keguncangan Amerika bermula dari krisis subprime mortgage loan, krisis subprime mortgage mengakibatkan ketatnya likuiditas dan bangkrutnya perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, serta ambruknya harga saham dan surat utang.
Krisis keuangan global telah menimbulkan pertanyaan bagi para ekonom tentang penyebab masalah ini dan mencari cara mencegah kasus serupa di masa depan. Salah satu penyebab krisis adalah peningkatan akumulasi kredit yang besar dan cepat di Amerika pada periode 2000 hingga 2007. Sedangkan menurut teori Pengembangan Keuangan, kredit merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kondisi berkelanjutan sistem keuangan nasional. Kredit mencakup akses mendapatkan kredit dan kemampuan lembaga keuangan untuk meminjamkan kredit. Keduanya dapat dilihat di Amerika Serikat, dibuktikan dengan kemudahan akses untuk pinjaman rumah dan meningkatnya jumlah hipotek subprime.
Sesuai dengan teori perkembangan keuangan, ekonomi AS seharusnya sudah mengalami pertumbuhan dan stabilitas. Namun, peningkatan cepat akumulasi kredit di AS telah menyebabkan ketidakstabilan dan krisis. Anomali membuktikan kegagalan pembangunan keuangan dan mendorong Dana Moneter Internasional (IMF) untuk meninjau teori dan membuktikan relevansinya dalam menjelaskan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Masuk ke krisis keuangan global, pemerintah di seluruh dunia tidak siap, dengan alat yang tersedia dibangun untuk memerangi bank kuno, bukan krisis modern. Lesson learned yang dapat diambil, secara global, negara perlu menggunakan kombinasi program pinjaman darurat, jaminan, dan suntikan modal yang diperluas untuk penggunaan baru yang kreatif. Bukti menunjukkan bahwa fire fighting ini berhasil, tetapi keberhasilan ini datang dengan biaya reaksi politik, dalam beberapa kasus mengurangi kemampuan fire fighting untuk krisis berikutnya.
Satu-satunya prediktor krisis keuangan yang dapat diandalkan adalah peningkatan pengaruh ekonomi secara keseluruhan. Ketika pengaruh tersebut terjadi, kepanikan sangat rentan terjadi karena hutang ini bersifat jangka pendek (“runnable“) serta sudah lama sejak krisis terakhir (complacency, “this time is different“).
“Cara terbaik untuk membuat aset yang aman adalah dengan menggunakan agunan yang sederhana dan mudah dipahami. Contoh terbaik dari jaminan ini adalah perumahan, yang telah memainkan peran dalam setiap krisis keuangan modern di negara maju, serta jaminan yang mudah dipahami. Mencoba mengambil pelajaran pada saat ini, penanganan yang cepat dan massif sangat diperlukan untuk memutus rantai kepanikan dan memulai kembali perekonomian,” tutup Nugroho. (hjtp)