Muhamad Chatib Basri: Ekonomi DKI Pulih jika Wabah Tertangani
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (19/12/2020) Muhamad Chatib Basri, Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam wawancaranya yang dimuat Harian Kompas, rubrik Metropolitan, yang berjudul “Ekonomi DKI Pulih jika Wabah Tertangani”. Berikut beritanya.
“Ekonomi DKI Pulih jika Wabah Tertangani”
Setelah disuntik vaksin warga tetap harus memakai masker dan menjaga jarak. Perubahan gaya hidup harus dijalankan agar semua kegiatan bisa pulih, termasuk perekonomian.
Kemajuan ekonomi DKI Jakarta sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dan seluruh warga menangani pandemi Covid-19. Kuncinya ada pada ketegasan aturan, serta kesadaran dan disiplin masyarakat menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
Demikian pandangan yang mengemuka dalam forum pengembangan jejaring kolaborasi Jakarta (JDCN Forum) 2020 hari kedua, Jumat (18/12/2020). Selama ini, penegakan 3M, yaitu mengenakan masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, sukar dilakukan maksimal.
Survei Persepsi Risiko yang dilakukan Nanyang Technological University Singapura terhadap warga Jakarta dan survei Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengungkapkan bahwa meskipun memahami risiko penularan Covid-19, warga Ibu Kota tidak disiplin menerapkan 3M dengan alasan sibuk bekerja dan tidak nyaman terus bermasker.
“Memang selama ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak ada kegiatan ekonomi yang berjalan maksimal. Perkiraannya, pada 2021, pertumbuhan ekonomi Jakarta hanya 4 – 5 persen,” kata Chatib Basri, Menteri Keuangan periode 2013 – 2014 dan salah satu pendiri perusahaan konsultasi ekonomi dan keuangan Creco Consulting.
Ia menjelaskan pada konsumsi masyarakat Jakarta selama pandemi Covid-19. Kalangan yang berpenghasilan menengah ke atas umumnya masih bisa hidup dari tabungan, tetapi mereka menurunkan pengeluaran secara drastis. Sebelum pandemi, kalangan ini mengalokasikan 9 persen pengeluaran mereka untuk kebutuhan dasar seperti makanan. Pengeluaran sebesar 91 persen lainnya dialokasikan untuk kebutuhan sekunder dan tersier.
PSBB mengakibatkan kalangan ini, yang umumnya berpendidikan tinggi, menghindari tempat umum, seperti pusat perbelanjaan. Praktis penerimaan pajak dari sektor ini berkurang. Sebagai gambaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta prapandemi Rp87 triliun, sekarang Rp47 triliun (minus 53 persen). “Satu-satunya cara agar kegiatan di sektor ini kembali bergerak ialah lewat penanganan pandemi. Ini butuh kerja sama semua pihak, tidak hanya di Jakarta,” tuturnya.
Chatib menjelaskan, negara-negara yang berpengalaman menghadapi wabah, seperti China, Taiwan, Korea Selatan, dan Vietnam, lebih stabil ketika diterpa guncangan Covid-19. Mereka memiliki persiapan holistik, mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, industri, hingga pariwisata mengenai pencegahan, serta penanganan bencana non-alam. (hjtp)
Sumber berita selengkapnya dimuat pada:
Harian Kompas. Edisi: Sabtu, 19 Desember 2020. Rubrik Metropolitan. Halaman 12.