Pesanten Kilat Virtual, Ringankan Langkahmu ke Surga: Memastikan Kehalalan, Kemurnian, dan Keberkahan Rezeki
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (1/5/2021) Dalam rangka memperingati Hari Zakat Nasional, Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEB UI menggelar Pesanten Kilat Virtual bertajuk “Ringankan Langkahmu ke Surga: Memastikan Kehalalan, Kemurnian, dan Keberkahan Rezeki” pada Sabtu (1/5). Menghadirkan para pemateri yang ahli di bidang ekonomi dan keuangan syariah, Banu Muhammad, S.E., M.S.E. (Peneliti Senior PEBS FEB UI), Salahuddin El Ayyubi, Lc. M.A. (Peneliti CIBEST LPPM Institut Pertanian Bogor), dan Nashr Akbar, M.Ec. (Direktur Pusat Studi Zakat dan Wakaf Institut Agama Islam Tazkia).
Mengawali acara, Banu dalam materinya “Rezeki Bersih dan Barokah” mengatakan, “Dalam maqashid al-syariah atau tujuan syariat Islam, menjaga harta masuk dalam maslahah al-dharuriyah, yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Jadi, harta tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak dalil Al-Qur’an maupun hadis yang secara spesifik mengatur tentang harta.”
Al-Qur’an menyebut kata al-maal (harta) sebanyak 86 kali, di antaranya dalam QS Al-Kahfi: 46, Ali-Imran: 14, Al-Baqarah: 29 dan 284, serta An-Nisa: 29. Pengulangan ini menunjukkan adanya perhatian besar terhadap masalah atau segala hal terkait harta, ayat-ayat tersebut berisi perintah, larangan, pandangan, dan aturan transaksinya.
Tentu ada perbedaan antara pendapatan (income) dan kekayaan (wealth). Pendapatan berarti uang yang berasal dari penghasilan kerja atau usaha secara periodikal dan bersifat mengalir, seperti pendapatan rental properti, bunga dari menabung, dan keuntungan usaha riil.
Sementara kekayaan berarti kelebihan materi atau benda yang bernilai ekonomi (harta) dalam bentuk jamak dan menumpuk. Dengan kata lain, kekayaan merupakan akumulasi pendapatan setelah melalui pengurangan semua biaya. Biasanya, kekayaan berbentuk uang, emas, properti, tabungan, properti, saham, aset di tabungan pensiun, dan sebagainya.
“Pada prinsipnya, harta harus halal. Oleh karena itu, perolehan yang baik berasal dari upah kerja, aktivitas jual beli, dan bantuan (individu, masyarakat, atau pemerintah) sesuai ketentuan syariah. Lalu, kita perlu mengatur kekayaan, baik perencanaan kekayaan (wealth planning), penciptaan kekayaan (wealth creation), pengakumulasian kekayaan (wealth accumulation), perlindungan kekayaan (wealth protection), maupun pemurnian kekayaan (wealth purification),” terang Banu.
Hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, tetapi harus fokus menghindari keharaman, yakni haram lidzatihi (haram zatnya, seperti babi, minuman keras, bangkai, darah, kotoran) dan haram lighoirihi (haram selain zatnya, tadlis, gharar, riba, judi).
Haram lighoirihi berarti melanggar prinsip an taradin minkum, transaksi dalam keadaan rela sama rela sehingga tidak ada pihak yang merasa rugi (misalnya, tadlis atau penipuan) dan laa tuzhlimuuna walaatuzhlamuun, transaksi tidak menzalimi dan dizalimi praktik-praktik (misalnya, riba, ghoror, maysir).
Ia mengenalkan seputar jenis riba, “Riba terdiri dari riba ad-duyun dan riba al-buyu’. Riba ad duyun adalah riba pada tambahan syarat dalam transaksi utang piutang, terbagi menjadi riba al qardh dan riba an-nasa. Riba al qardh, adanya tambahan sebesar jumlah tertentu bersifat bulanan atau tahunan atas pengembalian pinjaman berupa uang. Riba an-nasa, adanya tambahan syarat melebihi pokok utang karena penangguhan utang tersebut.”
“Riba al buyu’ adalah riba pada pertukaran dua barang ribawi yang sejenis ataupun tidak sejenis. Riba ini terbagi menjadi riba al fadhl, adanya kelebihan pada pertukaran dua barang ribawi yang sejenis dan riba an nasa’, pertukaran dua barang ribawi yang sejenis atau tidak sejenis dalam klasifikasi yang sama dengan adanya penangguhan,” tutupnya.
Kemudian, Salahuddin membawakan materi “Sucikan Rezeki Melalui Zakat” yang menjelaskan perbedaan zakat dan infak. Zakat secara bahasa berarti tambah, tumbuh, dan berkah. Zakat secara istilah berarti mengeluarkan sebagian harta dalam waktu tertentu (haul atau panen), nilai tertentu (2,5%, 5%, 10%, atau 20%), dan sasaran tertentu (fakir, miskin, amil mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil). Berbeda dengan infak secara bahasa yang berarti mengeluarkan harta. Biasanya, infak di jalan Allah disebut dengan sedekah, terbagi menjadi sedekah wajib (zakat, nadzar, dan kafarat) dan sedekah sunnah (wakaf, qurban, dan dakwah).
Hukum dan landasan mengenai zakat tertulis dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 43 dan At-Taubah: 103), hadis (HR. Turmudzi dan Muslim serta HR. Thabrani), ijma ulama (salaf atau khalaf), dan maqashid zakat (membantu dan memberdayakan duafa).
Ia menuturkan, “Ruang lingkup zakat, yakni zakat fitrah dan zakat harta. Zakat fitrah, kadar zakatnya 1 sha atau 2,176 kg beras. Boleh membayarnya dengan barang atau bentuk nilai (uang). Setiap muslim yang memenuhi ketentuan syarat wajib zakat fitrah, maka harus membayarnya saat matahari tenggelam di akhir bulan Ramadan sampai sebelum sholat ‘ied. Namun, boleh mendahulukan atau mempercepat dari waktu wajib tersebut selama bulan Ramadan. Apabila ada kesulitan untuk mendistribusikannya sebelum sholat ied, maka boleh setelahnya.”
“Zakat harta, objek zakat harus memenuhi syarat, yakni milik sempurna, berkembang, bebas dari utang, mencapai nishab, melewati haul, dan melebihi hajat. Harta untuk zakat tersebut harus di luar kebutuhan dan telah berjalan selama 1 tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan. Zakat harta terdiri dari zakat emas, zakat perdagangan, zakat barang tambang, zakat pertanian, zakat hewan ternak, dan zakat penghasilan,” imbuhnya.
Pada akhir acara, Nashr dengan materinya “Sempurnakan Syukur Akan Rezeki Melalui Infaq, Sedekah, dan Wakaf” menyampaikan bahwa harta adalah perhiasan (Q.S al-Kahfi: 46) dan amanah (al-Hadid: 7). Sejatinya, pada harta kita terdapat hak orang lain. Oleh karenanya, perlu mengeluarkan hak tersebut dalam bentuk sedekah (H.R. Bukhari, no. 6021). Sedekah non materi berupa senyum, bantu tenaga, dan bantu gagasan. Sedekah materi berupa infak wajib (zakat dan nafkah) dan infak sunnah (wakaf dan hibah).
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda: Apabila manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya, kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya. (HR Muslim).
“Wakaf adalah menahan pokok harta dan membelanjakan manfaat yang dihasilkan di jalan Allah. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya. Nantinya, harta tersebut boleh dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu atau selamanya sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah,” ujarnya.
Dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 pasal 6 tentang wakaf, unsur-unsur wakaf meliputi wakif (orang yang berwakaf), nazhir (orang yang mengurusi wakaf), harta benda (benda bergerak dan tidak bergerak), ikrar (kehendak wakif yang ia laksanakan kepada Nadzir di hadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf dengan 2 orang saksi), peruntukan harta benda (keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah), dan jangka waktu wakaf (jangka waktu tertentu, minimal 5 tahun atau selamanya).
Apabila harta benda tersebut sudah resmi menjadi wakaf, ada larangan untuk menjadikan jaminan, menyita, menghibahkan, menjual, mewariskan, menukar, atau mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Boleh menukar harta benda wakaf untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) selama menaati ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika status harta benda wakaf berubah, wajib menukarnya dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
“Saat ini, kita mengenal beragam jenis model wakaf modern, di antaranya wakaf polis asuransi, deposito linked wakaf, cash wakaf linked sukuk, sukuk linked wakaf, wakaf saham, dan sebagainya. Bahkan, ada perusahaan khusus pengelola wakaf, misalnya Waqf Corporation yang telah mengelola wakaf zam-zam tower di Makkah,” demikian Nashr menutup sesinya.