Joint Accounting Research Symposium: Accounting Research in COVID-19 Pandemic
PPIA FEB Universitas Indonesia dan Sunway University Malaysia
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (2/6/2021 – 3/6/2021) Program Studi Pascasarjana Ilmu Akuntansi (PPIA) FEB Universitas Indonesia bersama Sunway University Malaysia menggelar Joint Accounting Research Symposium yang mengusung tema “Accounting Research in COVID-19 Pandemic” secara virtual.
Simposium menghadirkan Professor Raymond McNamara (Kepala Departemen Akuntansi, Sunway University Business School, Malaysia) pada sesi pertama, Rabu (2/6) dan Desi Adhariani, Ph.D. (Pengajar Departemen Akuntansi FEB UI) pada sesi kedua, Kamis (3/6).
Raymond dalam materinya “Event Study Research: A Revisit” membagikan ikhtisar studi peristiwa. Studi peristiwa adalah upaya menentukan pengaruh peristiwa di pasar modal atau kehidupan di perusahaan terhadap kinerja pasar saham perusahaan. Mungkin saja suatu peristiwa atau pengumuman menyebabkan pergerakan tidak normal pada harga saham perusahaan. Metode ini bertujuan memisahkan peristiwa khusus perusahaan dari peristiwa khusus pasar dan/atau industri atau menentang efisiensi pasar.
Ia menerangkan, “Kita dapat menggunakan metode ini untuk memeriksa peristiwa atau pengumuman tertentu di perusahaan dengan menerapkannya pada sebuah perusahaan atau portofolio perusahaan yang mengalami peristiwa yang sama (pengembalian rata-rata kumulatif). Selain itu, metode ini bisa menjadi alat pendidikan efektif untuk sebuah proyek. Pada dasarnya, kita dapat menerapkan metode ini di berbagai bidang, seperti akuntansi, keuangan, pemerintahan, dan pendidikan,”
Metodologi studi peristiwa terdiri dari mengidentifikasi peristiwa, mengamati model reaksi harga saham, memperkirakan pengembalian berlebih, mengatur dan mengelompokkan pengembalian berlebih, hingga menganalisis hasil.
“Studi peristiwa memiliki peran tersendiri, kita dapat menerapkannya di banyak bidang, terutama pemerintahan. Metode ini bersifat relatif cepat, mudah penerapannya dan mudah interpretasinya. Bagi saya, sangat menyenangkan melihat hasil dari metode ini. Namun, tetap harus memikirkan baik-baik arti dari hasil tersebut,” ujarnya mengakhiri.
Berikutnya, Desi memaparkan pengembangan terbaru dalam penelitian akuntansi keberlanjutan atau antroposen akuntansi (anthropocene accounting). Ia menjelaskan, “Antroposen adalah periode saat kumpulan aktivitas manusia telah menjadi kekuatan yang mempengaruhi planet. Bahkan, melampaui berbagai batas planet. Namun, konsekuensi negatif dari aktivitas tersebut mungkin membahayakan keadilan sosial, integritas ekologi, dan stabilitas ekonomi.”
“Sejauh ini, semua upaya kita untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan belum memadai. Sebagaimana terbukti oleh percepatan degradasi indikator biofisik global. Kita dapat melihat bahwa situasi pandemi COVID-19 termasuk klasifikasi contoh paradigma penyakit antroposen (anthropocene disease). Selain itu, tingkat penularan dan kematian COVID-19 yang tinggi kemungkinan besar terpengaruh oleh tingkat polusi udara yang tinggi pula, setidaknya di area tertentu,” lanjutnya.
Sejak 20 tahun lalu, antroposen akuntansi atau akuntansi keberlanjutan menjadi sub-kategori akuntansi keuangan yang berfokus pada pengungkapan informasi non-keuangan tentang kinerja perusahaan kepada para pemangku kepentingan eksternal—seperti pemegang modal, kreditor, dan otoritas lainnya—untuk mengambil keputusan internal dan membuat kebijakan baru yang akan berdampak pada kinerja organisasi di bidang sosial, ekologi, dan ekonomi.
“Pengetahuan akuntansi hadir untuk lebih memahami pendorong atau penentu pembangunan berkelanjutan serta mendukung perubahan menuju perbaikan. Akuntansi sosial, lingkungan, dan keberlanjutan sejauh ini berfokus pada analisis pemicu, konsekuensi, dan proses kemunduran. Penelitian dan praktik akuntansi dapat membantu mengisi kesenjangan dengan memberikan saran tentang mitigasi dan adaptasi,” katanya.
Mitigasi berarti memperbaiki masalah dan membuat planet ini layak huni menggunakan kerangka akuntansi dengan efek revolusioner dan evolusioner sehingga menciptakan perputaran ekonomi dan sosial.
Sementara itu, adaptasi berarti mempersiapkan diri untuk bencana planet. Saat ini, tidak ada ekonomi dan masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan dasar penduduknya tanpa penggunaan sumber daya alam tak berkelanjutan. Dari permasalahan ini, akuntansi ingin mengambil peran untuk mendukung kemungkinan adaptasi terbaik pada lingkungan sosial, ekologi, dan ekonomi yang kian memburuk secara radikal.
“Akuntansi keberlanjutan memiliki 3 elemen, yaitu praktik akuntansi sebagian besar tetap sama, tetapi konteksnya alat dan teknik akuntansi berusaha mengontrol dan mendukung perubahan akuntabilitas; beragam bentuk baru akuntansi muncul untuk mencerminkan pandangan yang berubah tentang tanggung jawab organisasi pada keberlanjutan; alat konseptual baru (di luar literatur organisasi dan akuntansi) akan menjadi relevan untuk sistem akuntansi yang berdampak pada kesejahteraan manusia dan sistem ekonomi,” terangnya.
Kini, Global Reporting Initiative (GRI) menyediakan standar keberlanjutan yang paling banyak digunakan dan dikutip secara global. Sejak peluncurannya, GRI telah bekerja pada pengembangan kerangka kerja konseptual untuk memberikan pedoman bagi perusahaan untuk menguraikan laporan keberlanjutan.