Pembagian Ringankan Beban Utang
Pemerintah dan Bank Indonesia atau BI melanjutkan skema pembagian beban tahun ini dan tahun depan. Kerja sama itu dinilai meringankan beban utang. Namun, pemerintah diingatkan soal risiko peningkatan beban utang terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional.
JAKARTA, KOMPAS — (26/8/2021) Skema pembagian beban antara pemerintah dan bank sentral dalam menyerap surat utang yang diterbitkan pemerintah dapat menekan beban bunga utang. Meskipun demikian, kewajiban membayar bunga utang tetap bertambah akibat tingginya kebutuhan pembiayaan untuk pemulihan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa Agustus 2021, Rabu (25/8/2021),mengatakan, langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) melanjutkan pembagian beban (burden sharing) pembiayaan penanganan pandemi Covid-19 menghemat beban bunga utang tahun 2021 dan 2022.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan, pembagian beban bakal menekan rasio bunga utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 2,21 persen pada 2021. Sementara tanpa pembagian beban, rasio bunga utang tahun ini bisa mencapai 2,4 persen PDB. Sementara tahun 2022, skema serupa dapat menekan rasio bunga utang menjadi 2,19 persen dari 2,43 persen jika tanpa pembagian beban.
Kenaikan beban utang pemerintah termaktub dalam Buku II Nota Keuangan Tahun Anggaran 2022. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membayar bunga utang dalam Rancangan APBN 2022 sebesar Rp 405,9 triliun. Jumlah itu terdiri dari pembayaran bunga dalam negeri Rp 393,7 triliun dan bunga utang luar negeri Rp 12,17 triliun.
Menurut Sri Mulyani, di satusisi, kepemilikan BI terhadap surat berharga negara (SBN) dapat menekan beban bunga utang pemerintah. Namun, disisi lain kepemilikan SBN yang masih didominasi BI dan perbankan menunjukkan bahwa kondisi perekonomian belum sepenuhnya normal.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, SBN yang diserap BI mencapai Rp 215 triliun tahun ini dan Rp 224 triliun tahun depan, terbagi dalam Kluster A dan B. SBN Kluster A digunakan untuk penanganan kesehatan, sementara SBN Kluster B untuk penanganan kemanusiaan dalam program perlindungan sosial.
Pemulihan ekonomi
Direktur Center of Economic and Lawa Studies (Celios), Bhima Yudisthira menyatakan, meski pemerintah berupaya menekan beban bunga utang tahun ini dan tahun depan, pembayaran bunga utang yang membesar berpotensi menghambat pemulihan ekonomi.
“Porsi bunga utang sudah menyedot 21 persen total belanja pemerintah pusat ditahun 2022. Mendorong pemulihan ekonomi akan sulit jika bunga utang melebihi alokasi (program pemulihan ekonomi nasional) PEN 2022, yaitu Rp 321triliun,” ujarnya.
Kondisi tersebut bisa diperburuk oleh fenomena perebutan dana di sektor keuangan seiring penerbitan SBN denominasi rupiah yang menyasar investor domestik. Pemilik dana akan memilih menempatkan investasinya di SBN dengan imbal hasil 6,8 persen, ketimbang deposito di bank yang bunganya 5 persen per tahun.
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Faisal Rachman, memperkirakan, beban bunga utang pemerintah akan berangsur turun setelah 2022. Penurunan ini sejalan dengan menurunnya rasio utang pemerintah terhadap PDB. ”Untuk menekan lonjakan bunga utang, pemerintah perlu mempercepat pemulihan ekonomi sehingga penerimaan negara meningkat, terutama dari perpajakan,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Akuntansi sekaligus Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata Semarang, Andreas Lako menilai, mengerem laju utang dalam kondisi tingginya kebutuhan pembiayaan seperti saat ini bukanlah hal yang mudah.
Karena itu, perlu alternatif yang lebih efektif, seperti memacu penerimaan pajak serta efisiensi belanja, antara lain dengan memotong atau peniadakan pengeluaran yang dinilai kurang mendesak. (DIM)
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Kamis, 26 Agustus 2021. Rubrik Ekonomi dan Bisnis. Halaman 10.