E-KYC, Pilar Utama Ekonomi Digital
Oleh: Mirza Adityaswara, Ketua Indonesia Fintech Society (IFSOC)
KOMPAS – (22/2/2022) Setiap hari terus bermunculan berita baru terkait perkembangan ekonomi digital di Indonesia, mulai dari isu di sektor teknologi finansial, e-dagang, hingga metaverse. Tidak dimungkiri lagi, ekonomi digital Indonesia memberikan sumbangsih ekonomi yang besar meskipun sedang terkontraksi akibat pandemi Covid-19.
Mengacu pada laporan Google Temasek & Bain, valuasi ekonomi digital Indonesia tumbuh 49 persen pada 2021 menjadi 70 miliar dollar AS dan diprediksi menjadi 146 miliar dollar AS pada 2025. Pertumbuhan ekonomi digital ini tak lepas dari makin bergeliatnya berbagai sektor, misalnya pertumbuhan e-dagang yang mencapai 52 persen serta layanan transportasi dan antar makanan yang tumbuh 36 persen pada 2021.
Seiring dengan perkembangan ini, sistem identifikasi yang aman dan cepat sangat diperlukan untuk menunjang berbagai aktivitas di ruang digital. Untuk itu, perluasan peran dan penguatan ekosistem know your customer (KYC) berbasis digital atau e-KYC seyogianya dilakukan untuk dapat mendorong perkembangan ekonomi digital di Indonesia. KYC merupakan proses yang telah lama diterapkan pada industri keuangan untuk mengetahui identitas nasabah.
Terdapat dua hal mendasar yang mendorong pemanfaatan e-KYC di Indonesia. Dilihat dari sisi penetrasi internet, menurut Statista, hingga 2021, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 72,8 persen dari total penduduk, sedangkan penetrasi pengguna ponsel pintar mencapai 72,1 persen. Menurut laporan Google Temasek & Bain, dalam masa pandemi di Indonesia, terdapat 21 juta konsumen digital baru dengan 72 persen diantaranya berasal dari daerah non-metropolitan.
Berdasarkan data McKinsey, dari sisi kepemilikan identitas penduduk di Indonesia, sebanyak 168 juta (63 persen) penduduk telah memiliki identitas berbasis digital dan 96 juta (36 persen) penduduk mempunyai identitas, tetapi belum berbasis digital. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hanya 3 juta (1 persen) penduduk yang belum memiliki identitas sama sekali. Angka kepemilikan identitas diprediksi terus bertambah seiring dengan upaya Kemendagri meningkatkan perekaman KTP elektronik.
E-KYC memungkinkan penciptaan nilai ekonomi untuk berbagai kelompok masyarakat dan UMKM di berbagai sektor dengan mendorong akses layanan yang lebih luas, membantu mengurangi penipuan, meningkatkan transparansi, serta mempromosikan digitalisasi yang efisien.
Di sektor perbankan, misalnya, penggunaan e-KYC berperan meningkatkan akses pada layanan keuangan. Dengan jarak pelanggan yang jauh, proses e-KYC dapat dilakukan mengidentifikasi pelanggan dengan jaminan keamanan tinggi. Dengan begitu, sektor perbankan terbantu oleh biaya operasional yang relatif rendah karena tidak perlu lagi kantor fisik.
Di sektor lain, seperti pasar modal, kehadiran e-KYC yang terintegrasi memberi kemudahan bagi investor ritel untuk melakukan investasi, misalnya pembelian SBN Ritel. E-KYC juga bermanfaat dalam pelayanan sektor publik, seperti melakukan verifikasi latar belakang penerima bansos agar tepat sasaran.
Potensi dan tantangan
Salah satu negara pelopor yang sudah maju dalam pemanfaatan identitas digital adalah Estonia. Smart-ID di Estonia memungkinkan pelayanan publik berupa pengiriman online yang 99 persen aman, pengecekan KYC lebih cepat, pemungutan suara secara daring, hingga pembayaran pajak secara digital.
Upaya memperkuat sistem e-KYC di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Kebijakan perlindungan data pribadi masih tersebar di berbagai peraturan. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), ada sedikitnya 46 peraturan diberbagai sektor yang kontennya terkait data pribadi.
Selain itu, maraknya kasus penyalahgunaan data pribadi menggerus kepercayaan masyarakat pada pengelolaan data baik oleh institusi swasta maupun pemerintah. Di sisi lain, masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan data pribadi turut memperbesar ruang pelanggaran data.
Untuk memperkuat ekosistem e-KYC, ada tiga strategi yang dapat menjadi pijakan arah kebijakan bagi pemerintah dan regulator.
Pertama, perlu dibangun kepercayaan terhadap ekosistem digital di tengah masyarakat atau sering disebut digital trust. Terkait hal itu, perlu dipercepat pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi agar terdapat payung hukum yang kuat di ruang digital. Di samping itu, pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas talenta digital perlu dilakukan untuk mendukung sebuah sistem pengelolaan data.
Kedua, perlu penambahan parameter di luar data KTP, untuk memastikan kebenaran data pribadi pengguna layanan. Pemanfaatan e-KYC di berbagai sektor juga perlu diperluas, tidak hanya di sektor keuangan, untuk dapat menunjang geliat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Selanjutnya, faktor harga layanan e-KYC yang murah sangat dibutuhkan untuk memastikan keterjangkauan di berbagai sektor, terutama terkait penggunaan untuk kebutuhan ritel.
Ketiga, e-KYC membutuhkan ekosistem digital yang kondusif. Terkait hal ini, perlu didorong peningkatan kecakapan digital masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan edukasi masyarakat yang masif sehingga meningkatkan literasi digital, seperti membangun kesadaran akan pentingnya perlindungan data pribadi. Hal ini selaras dengan salah satu isu prioritas yang diangkat oleh Digital Economy Working Group dalam pergelaran G-20, yaitu digital skills dan digital literacy.
Pada akhirnya, perlu digarisbawahi bahwa pembahasan soal e-KYC tidak hanya sekadar tentang efisiensi dan percepatan, tetapi juga terdapat aspek keamanan yang berperan krusial dalam mendorong terbentuknya ekosistem ekonomi digital yang sehat. Pertumbuhan ekonomi digital akan kehilangan arti jika tidak diiringi dengan upaya terus-menerus untuk melakukan mitigasi risiko, penguatan sekuriti, dan perlindungan konsumen dengan e-KYC menjadi salah satu pilar terpentingnya.
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 22 Februari 2022. Rubrik Analisis Ekonomi-Umum. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.