Teguh Dartanto Paparkan Tantangan Pemerintah Hadapi Kemiskinan

Teguh Dartanto Paparkan Tantangan Pemerintah Hadapi Kemiskinan

 

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis statistik angka kemiskinan pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin mencapai 9,82% atau berkurang jika dibandingkan dengan September 2017 yang mencapai 10,12%. Tercatat sebanyak 633,2 ribu orang yang terdiri atas 128,2 ribu orang di perkotaan dan 505 ribu orang di perdesaan berhasil keluar dari kemiskinan. Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa kemiskinan satu digit merupakan terendah sepanjang sejarah Indonesia.

Selain itu, data BPS 2018 menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan periode Maret 2018 sedikit menimbulkan pertanyaan publik, kenaikan harga beras sebesar 8,57% dalam kurun September 2017 – Maret 2018 tidak menimbulkan kenaikan kemiskinan, karena pemerintah secara efektif dan tepat waktu melakukan mitigasi dampak kenaikan harga beras dengan menyalurkan bantuan sosial tunai dan distribusi beras sejahtera (rastra) dengan tepat waktu. Realisasi distribusi rastra pada Januari – Maret 2018 mencapai 99%, sedangkan distribusi bantuan sosial tunai tumbuh sebesar 87,6%.

“Tentu perlu diapresiasi keberhasilan ini sebagai hasil jerih payah bersama, baik pemerintah pusat-daerah-desa maupun aktor pembangunan non-pemerintah. Kita tidak boleh berpuas diri, karena di balik angka 9,82% ada 25,95 juta manusia yang masih berjuang dibawah garis kemiskinan” jelas Teguh Dartanto dalam tulisannya di koran Media Indonesia (Rabu, 24 Juli 2018).

Kemiskinan di Indonesia merupakan fenomena lama dengan 61% (15,81 juta) orang miskin tinggal di perdesaan. Menurut BPS, pengeluaran rata-rata per kapita masyarakat desa periode September 2017 – Maret 2018 untuk 40% terbawah, 40% menengah, dan kelompok 20% teratas berturut-turut mengalami pertumbuhan sebesar 2,93%, 2,35%, dan 4,95%.

Pertumbuhan pengeluaran kelompok masyarakat 40% terbawah berkontribusi terhadap penurunan kemiskinan, sedangkan pertumbuhan pengeluaran 20% kelompok teratas yang jauh lebih besar daripada pertumbuhan 40% kelompok terbawah menyebabkan peningkatan angka ketimpangan (indeks Gini). Kemiskinan di perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,5 poin persen, sedangkan ketimpangan mengalami peningkatan angka Gini dari 0,320 (September 2017) menjadi 0,324 (Maret 2018).

Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan dan penurunan ketimpangan di perdesaan meliputi tiga hal utama. Pertama, penggunaan dana desa yang inklusif dengan kelompok bawah harus terlibat aktif dalam proses pembangunan. Kedua, intensifikasi dan mekanisasi pertanian serta peningkatan kualitas SDM petani. Ketiga, menjaga kepemilikan tanah pertanian tidak berpindah tangan dan/atau meningkatkan kepemilikan aset tanah pertanian.

LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2017) sebagaimana dikutip dari koran Media Indonesia (Selasa, 24 Juli 2018) dengan menggunakan empat dimensi (standar hidup, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan) dengan 12 indikator menunjukkan angka kemiskinan multidimensi di Indonesia pada 2016 sebesar 17,5%, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kemiskinan moneter versi BPS sebesar 10,7%.

Pendekatan multidemensi akan membantu pemerintah dan pihak lain yang terlibat dalam menentukan kebijakan program yang sesuai dengan esensi kemiskinan. Sementara itu, kemiskinan bukan sekedar angka-angka statistik bisu yang harus diturunkan persentasenya dari tahun ke tahun sebagai salah satu indikator kesuksesan dalam menjalankan roda pemerintahan. Kemiskinan bukan hanya sebatas angka, melainkan sebuah entitas yang hidup dan berkembang menurut dimensi ruang dan waktu.

Perubahan persepsi masyarakat terhadap kemiskinan serta penurunan angka kemiskinan satu digit merupakan momentum berharga bagi pemerintah mendatang untuk berani keluar dari kebiasaan lama, dengan memunculkan inovasi-inovasi baru yang kekinian dalam perhitungan kemiskinan maupun kebijakan pengentasannya” tutup Teguh Dartanto. (Des)

 

Sumber: Koran Media Indonesia. Selasa, 24 Juli 2018. Kolom Opini, Hal. 8