Kementerian Agama RI dan FEB UI Selenggarakan Seminar Zakat dan Wakaf
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – Kementerian Agama Republik Indonesia bekerjasama dengan Prodi Ilmu Ekonomi Islam, Islamic Bussines and Economic Community (IBEC), FSI, PEBS pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan Seminar Zakat Wakaf Goes to Campus yang berlangsung di Auditorium Soeria Atmadja, pada Senin (24/9/2018).
Seminar yang bertemakan “Energi Zakat dan Wakaf untuk Kejayaan Umat dan Kemartabatan Bangsa”. Dengan tujuan sebagai program yang inovatif dan berkontribusi dalam perkembangan zakat dan wakaf di Indonesia.
Acara ini dibuka oleh sambutan dari Tika Arundina Aswin, Ph.D., selaku Ketua Prodi Ilmu Ekonomi Islam. Berdasarkan laporan Outlook Zakat Indonesia yang dirilis oleh Badan Amil Zakat Nasional tahun 2017, penghimpunan zakat nasional selama tahun 2016 baru mencapai 3,7 triliun rupiah. Angka tersebut meningkat sekitar 1,4 triliun rupiah dari penghimpunan di tahun sebelumnya. Di sisi lain, wakaf juga menjadi salah satu sumber dana sosial potensial dan berkaitan erat dengan kesejahteraan rakyat.
“Kolaborasi dan sinergisitas lintas sektor, koordinasi antara pihak regulator, akademisi, praktisi, pelaku bisnis, dan masyarakat Indonesia adalah kunci untuk memaksimalkan potensi ini. Saya berharap bahwa pertemuan ini dapat menghasilkan inovasi dan sinergi dari para pemangku kepentingan yang memiliki tujuan sama yaitu untuk mendukung perekonomian nasional melalui gerakan zakat dan wakaf,” ucap Tika Arundina Aswin.
Dilanjutkan dengan keynote speech oleh H. Muhammad Fuad Nasar, S.Sos., M.Sc., selaku Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag RI. Ia manyampaikan bahwa ilmu ekonomi Islam yang lahir di dunia saat ini lebih humanis, peduli terhadap masalah kemiskinan dan kesejahteraan. Dan kewajiban terhadap sesama manusia dikukuhkan dalam zakat dan wakaf. Instrumen kedua tersebut merupakan dua lokomotif penting di dalam pergerakan ekonomi Islam yang bisa menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan.
“Perkembangan zakat dan wakaf di sektor sosial mengalami pertumbuhan 20% per tahun melebihi pertumbuhan ekonomi nasional kita yang berada di sekitaran 5%. Ini kabar baik bagi kita semua terutama para akademisi, praktisi, dan pengambil kebijakan untuk memacu perkembangan dan kontribusi yang diberikan oleh dunia filantropi (berinfaq) yang berhubungan dengan zakat & wakaf untuk pembangunan ekonomi,” tutur Muhammad Fuad Nasar.
Dilanjutkan dengan diskusi panel yang dimoderatori oleh Kenny Devita Indraswari dengan 4 narasumber. Narasumber pertama, disampaikan oleh Rahmatina Awaliah Kasri, Ph.D., selaku Kepala PEBS FEB UI. Ia memaparkan bahwa zakat dan wakaf merupakan institusi utama Islam untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Di sisi lain, SDGs ialah tujuan pembangunan global untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Tentu dibutuhkan dana yang besar dan melibatkan banyak pihak dalam merealisasikan SDGs.
“Perkembangan zakat dan wakaf di Indonesia sekitar 73% distribusi zakat disalurkan kepada orang miskin. Sementara itu, prinsip dasar keuangan publik islam memiliki basis yang jelas, kesejahteraan umum dan pertumbuhan ekonomi, uang publik terutama berasal dari zakat, sumbangan sukarela dari kaum muslimin yang mampu. Hal-hal yang harus dilakukan dalam mengoptimalisasi zakat, di antaranya sosialisasi & edukasi, zakat core principle, audit syariah, penataan lembaga dan regulasi,” jelas Rahmatina.
Narasumber kedua disampaikan oleh Bahrul Hayat, Ph.D., selaku Lektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau mengatakan makna dari Filantropi dalam Islam ada tiga, yakni membantu sesama, meningkatkan kualitas hidup manusia, dan kebaikan bersama. Dengan prinsip bermanfaat bagi orang lain, antara lain mencari ridho Allah SWT, harta diperoleh dengan cara halal, ikhlas dan tidak riya. Filantropi Islam dalam bentuk zakat, wakaf, sedekah berfungsi sebagai instrumen korektif atas ketidakseimbangan dan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat.
“Perilaku Filantropis (berinfaq) merupakan ujian yang sesungguhnya bagi karakter dan ketaqwaan seorang muslim. Berinfaq dalam bentuk zakat, waqaf, sedekah pada hakikatnya merupakan deposito untuk kehidupan akhirat. Untuk itu, tantangan Filantropi Islam meliputi organisasi yang kredibel, tata kelola yang akuntabel, dan program yang bermutu,” ucap Bahrul Hayat.
Narasumber ketiga disampaikan oleh Dr. Bambang Himawan selaku Kepala Divisi Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI. Ia menyampaikan ekonomi Islam yang hidup dalam perputaran harta harus ditopang oleh zakat dan terhindar dari riba & judi. Zakat memaksa harta untuk mengalir menuju aliran investasi kemudian aliran potensi menjadi optimal. Karena zakat menjadi modal utama dalam pengendalian harta.
“Sementara itu, dengan bersedekah kita bisa melihat bahwa biaya ekonomi menjadi turun dan transaksi naik. Dan begitu, sebaliknya dengan kita melakukan riba yang terjadi bahwa biaya ekonomi menjadi naik dan traksaksi menurun,” tutur Bambang Himawan.
Dan narasumber terakhir, disampaikan oleh Dr. Imam Teguh Saptono selaku Presiden Direktur Global Wakaf Corporation. Beliau mengatakan paradigma dalam ekonomi Islam menunjukkan bahwa produsen dan konsumen bertemu di pasar untuk melakukan transaksi didorong dengan niat untuk beribadah. Selain itu, sistem current economy telah memisahkan uang sosial dan komersil.
“Sistem ekonomi Islam dengan segala perangkat instrumennya tidak memandang demikian. Setiap ‘sen’ transaksi selalu embedded kewajiban sosial dan komersil sekaligus, sehingga secara otomatis keuntungan finansial tidak mampu diperoleh dengan mengeksploitasi biaya sosial, karena keuntungan finansial bukanlah ultimate goal dari sebuah transaksi melainkan sebuah akibat dari tindakan untuk tujuan kemaslahatan yang dilakukan secara efektif dan efisien,” tutup Imam Teguh Saptono dalam diskusi panel ini. (Des)