Teguh Dartanto: Ketimpangan Kesempatan Jadi Penyebab Ketimpangan Pendapatan
Teguh Dartanto ~ Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
AUSTRALIA – The University of Melbourne menyelenggarakan Indonesia’s Inequality Conference yang merupakan sebuah acara konferensi besar yang membahas khusus topik Indonesia yang berlangsung di Australia, pada (1–2/11/2018).
Indonesia’s Inequality Conference diselenggarakan setiap dua tahun sekali dan tahun ini merupakan kedua kalinya. Acara pertama diadakan tahun 2016 dengan topik “Two Decades of Reformasi”.
Teguh Dartanto, Ph.D., selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI diundang sebagai Invited Speaker yang merupakan pembicara utama di acara ini. Keynote speech bidang ekonomi tahun ini adalah Dr. Asep Suryahadi sedangkan pembicara utama sesi ekonomi membahas tentang Economic and Social Dimensions of Inequality dengan Pembicara Teguh Dartanto, Ph.D. (FEB UI), Dr. Vivi Alatas (The World Bank), Prof. Lisa Cameron (The University of Melbourne, Dr. Erik (The University of Melbourne).
Dalam kesempatan ini, Ia menyampaikan materi mengenai Equality of Opportunity and Future Economic Mobility in Indonesia: Evidence from Longitudinal Data in IFLS1-5. Isu ketimpangan menjadi perhatian kita semua, tetapi banyak orang mempermasalahkan ketimpangan pendapatan alih-alih mempermasalahkan penyebab ketimpangan.
“Penelitian ini dilakukan bersama Faizal Moeis dengan menggunakan data panel rumah tangga sepanjang 21 tahun dengan mencoba memperlihatan bahwa ketimpangan kesempatan merupakan salah satu penyebab utama dari ketimpangan pendapatan/pengeluaran,” tutur Teguh Dartanto.
Salah satu contohnya adalah terdapat perbedaan kesejahteraan yang sangat mencolok setelah 21 tahun orang miskin yang berpendidikan SMP dengan orang miskin berpendidikan SD ke bawah di tahun 1993. Setelah 21 tahun beda pertumbuhannya adalah 55 percent point. Artinya dampak pendidikan baru terasa panjang sekali.
Dengan demikian ini sangat menarik karena sifatnya multidisiplin bukan hanya dari ekonomi tetapi dari politik dan sosial dalam memandang ketimpangan. “Oleh karena itu, tantangannya adalah bagaimana menyampaikan ide-ide ekonomi ke dalam bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam,” tutupnya. (Des)