Kiki Verico : Tantangan Kualitas dan Kuantitas Pertumbuhan Ekonomi
Presiden Joko Widodo sudah menetapkan orang-orang terbaiknya untuk menduduki jabatan menteri dan wakil menteri. Perhatian khusus diberikan Presiden untuk bidang ekonomi dengan menekankan bahwa salah satu kerja kabinet adalah memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan, terutama di sisi ekspor dan investasi. Kerja kabinet untuk ekonomi adalah kerja tim dengan satu visi presiden.
Kendati rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir hanya berkisar 5,13 persen, pertumbuhan ini cukup berkualitas. Setidaknya ada lima indikasi yang membuktikan hal ini. Pertama, perhitungan Hukum Okun menunjukkan rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal untuk menciptakan lapangan kerja di Indonesia adalah 5,05 persen. Pertumbuhan ekonomi aktual Indonesia lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi minimalnya. Data mengkonfirmasi jumlah penganggur terbuka Indonesia turun dari 7,4 juta orang (2015) ke 6,8 juta (2018).
Kedua, rata-rata pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir selalu lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi alamiahnya yang 4,8 persen. Ada dua pemicu cepat yang menyebabkan ini: (a) berkembangnya usaha mikro-kecil dan naiknya konsumsi barang dari e-commerce, jasa transportasi dan kuliner, serta meningkatnya pembayaran dan investasi digital; (b) dampak pengganda ekonomi dari proyek-proyek pembangunan infrastruktur ke sektor ekonomi lainnya.
Ketiga, perhitungan dengan model Hacker-Hatemi menunjukkan bahwa rata-rata laju inflasi aktual selama lima tahun terakhir sebesar 3,9 persen, lebih tinggi dari rata-rata laju inflasi ekspektasi sebesar 3,7 persen. Hal ini menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha sektor riil pada ekonomi Indonesia.
Keempat, selain optimistis, ekonomi Indonesia terbilang produktif karena kenaikan rata-rata pertumbuhan ekonomi selalu lebih tinggi dari rata-rata laju inflasi aktual. Artinya, kenaikan nilai tambah lebih besar dari laju kenaikan harga sehingga kompensasi untuk pelaku ekonomi meningkat secara riil. Kompensasi riil adalah refleksi produktivitas.
Kelima, tingkat ketimpangan ekonomi perkotaan dan pedesaan menurun dari 0,397 (Maret 2016) ke 0,382 (Maret 2019). Hal ini diduga karena semakin luasnya jangkauan keterbukaan ekonomi digital dan implikasi dana desa.
Model pertumbuhan ekonomi klasik menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi adalah surplus ekspor dan investasi. Negara-negara yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi menakjubkan, seperti Jepang pada 1970-1980, Korea Selatan pada 1980-1990, dan Tiongkok pada periode 2000-an, adalah negara-negara yang menguasai perdagangan internasional dan idola investasi dunia. Dari sisi kuantitas, karena lemahnya neraca perdagangan dan investasi asing, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung lembam. Wajar bila Jokowi mengatakan bahwa fokus ekonomi adalah perdagangan dan investasi karena keduanya adalah faktor kunci kuantitas pertumbuhan ekonomi.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus meningkatkan daya saing industri pengolahan di pasar global. Rata-rata, dalam 15 tahun terakhir, pertumbuhan industri pengolahan Indonesia selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Indonesia membutuhkan peningkatan kapasitas sisi pasokan industri pengolahan melalui mesin dan teknologi. Peningkatan kapasitas membutuhkan syarat dasar, yaitu ketersediaan sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan mesin dan teknologi baru.
Agar tidak membebani neraca transaksi berjalan, karena lebih dari 60 persen impor Indonesia adalah mesin dan bahan baku, diperlukan cetak biru tentang kapan sebuah investasi industri mulai menghasilkan barang untuk dijual di dalam negeri dan kapan harus diekspor untuk menutupi defisit perdagangan. Produksi industri pengolahan sebaiknya mengarah ke bahan baku (intermediate input) karena dapat dijual di dalam negeri sepanjang mampu bersaing dengan impor. Dalam jangka panjang, industri nasional diharapkan mampu menghasilkan mesin dan teknologi baru.
Kabinet Indonesia Maju memiliki dua tantangan yang harus dijalankan sekaligus, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara kuantitatif dan menjaga kualitasnya melalui penurunan tingkat pengangguran dan ketimpangan ekonomi. Pertumbuhan kuantitas nilai tambah dicapai melalui peningkatan daya saing ekspor manufaktur dan investasi asing jangka panjang. Kementerian yang terkait dengan hal ini di antaranya adalah perdagangan, penanaman modal, dan perindustrian.
Untuk menciptakan lapangan kerja dan memeratakan ekonomi, yang merupakan proksi kualitas pertumbuhan, dibutuhkan kolaborasi kementerian usaha mikro-kecil-menengah, pembangunan desa, pariwisata dan ekonomi kreatif, komunikasi dan informasi, ketenagakerjaan, serta pendidikan. Karena pertumbuhan ekonomi memerlukan kerja sama lintas kementerian, dibutuhkan koordinasi yang kuat di antara kementerian koordinator terkait. Peningkatan kuantitas dan kualitas pertumbuhan ekonomi membutuhkan langkah menyeluruh yang harus dikoordinasikan dengan baik sehingga benar bahwa kerja kabinet adalah kerja tim.
Sumber : Tempo, 29 Oktober 2019