Toto Pranoto : Optimisme Ekonomi di Periode II Pemerintahan Jokowi
Masa awal pemerintahanJokowi Jilid I ditandai dengan optimisme tinggi atas prospek ekonomi. Target pertumbuhan ditetapkan di kisaran angka7%. Namun, kondisi faktor eksternal yang kuiang kondusif dan butuhnya koordinasi yang lebih baikantar K/L dalam mendorong investasi menyebabkan target tersebut belum tercapai.Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam periode 2014-2018 kurang lebih 5%. Laju pertumbuhan ekspor sebesar 3,76% lebih rendah daripada laju pertumbuhan impor sebesar 4,56%. Pembentukan PDB dari sektor investasi relatif bertumbuh lambat sehingga perlu didorong tingkat konsumsi masyarakat untuk menjamin bergeraknya pertumbuhan ekonomi. Laporan Bank Dunia pada September 2019 menunjukkan salah satu kelemahan yang harus diperbaiki Indonesia ialah kemampuan memperbaiki posisicurrent account deficit (CAD) dengan meningkatkan FDI dan bukan mengandalkan portfolio investment. Peningkatan FDI memerlukan perbaikan radikal pada sisi kemampuan meyakinkan investor bahwa kebijakan yang diambil bersifat kredibel yang mana Indonesia terbuka untuk bisnis,adanya kepastian hukum (certainty), tidak diskriminatif, sertaadanya disiplin terhadap implementasi kebijakan ekonomi yang telah ditetapkan.
Pertumbuhan ekonomi Vietnam yang mencapai rata-rata 7% dalam 3 tahun terakhir merupakan buah dari reformasi ekonomi radikal yang memperkuat aspek kelembagaan dan penciptaan iklim bisnis yang kompetitif.Salah satu fokus pembangunan ekonomi era Jokowi jilid l ialah pembangunan infrastruktur. Kebijakan itu diambil dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi, yang mana peringkat infrastruktur Indonesia dalam peringkat WEF dianggap yang paling rendah jika dibandingkan dengan ukuran komponen lainnya, seperti besarnya pasar domestik, stabilitas makroekonomi, dan budaya bisnis yang dinamis. Belanja infrastruktur diharapkan akan meningkatkan konektivitas dan memicu daya saing antar daerah.Pada tahun 2019, anggararan belanja infrastruktur ialaih Rp420 triliun atau meningkat 157% jika dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp l63 triliun. Manfaat pembangunan infrastruktur itu mulai terlihat dari meningkatnya statistik pertumbuhan angkutan penumpang dan barang lewat jalur darat laut udara yang ratarata bertimbuh hampir 3%. Salah satu pelaku usaha yang mendukung pemb angunan infrastruktur itu ialah perusahaan milik negara. Badan Usaha Milik Negara atau disingkat BUMN (State Owned Enterprises) merupakan pelaku bisnis yang dominan dibanyak negara berkembang, termasuk di Indonesia. Meskipun rata-rata kinerja operasionalnya memprihatinkan. Namun, perannya dalam perekonomian masih sangat besar. Kebutuhan publik akan listrik, bahan bakar migas, airbersih, telekomunikasi, bahanpangan, serta perbankan sebagian besar masih dikerjakan BUMN.
BUMN Indonesia menghadapi kondisi laten lemahnya daya saing karena kondisi struktural yang dihadapi. Laporan PWC pada 2015 menunjukkan BUMN Indonesia menghadapi pareto condition yang mana dari total USSI 1,8 miliar laba bersih keseluruhan BUMN di Indonesia yang jumlahnya diatas 100 perusahaan,hampir US$10,5 miliar laba bersih tersebut hanya disumbangkan 20 BUMN terbesar di Indonesia. Sampai dengan 2018, tren paretoitu tampaknya juga masih terjadipada BUMN di Indonesia.Pemerintahan Jokowi jilid perLama berusaha memperbaiki kelemahan mendasar ini dengan mulai merealisasikan konsep sectoralholding company, sinergi BUMN, penyempurnaan sistem merit, talent management, serta mendorong lebih banyak BUMN go international. Di samping itu, jugafokus pada proses restrukturisasi BUMN yang masih bermasalah dan perbaikan tata kelola BUMN
Perbaikan ke Depan
Upaya perbaikan kinerja BUMN pada 5 tahun terakhir ini memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan. Berbagai pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, pelabuhan,dan bandar’ udara mengandalkan BUMN sebagai aktor utama.Demikian pula kontrubusi finansial terhadap APBN (pajak dividen) penyediaan lapangan kerjadan stimulus capex dalam menggerakkan pembangunan ekonomi. BUMN telah berperan dalam reaktivasi rel kereta Jawa Barat sepanjang 178,8 km, LRT Palembang, LRT Jabodebek, serta merealisasikan pembangunan dan pengoperasian tol baru sepanjang 782 km.Di laut, BUMN mendukung peningkatan konektivitas laut dengan pembangunan 27 pelabuhan baru dan 100 kapal pendukung tol laut BUMN juga telah membangun1 Oband ara baru guna mendukung konektivitas udara. Tidak hanyaitu, BUMN turut berperan dalam pembangunan infrastruktur telekomnnikasi di 458 kota/kabupaten serta mendukung pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi hingga 97,2%.Besamya kontribusi BUMN dalam pembangunan infrastruktur terlihat dari capex BUMN yang meningkat sepanjang 2018, yakni Rp487 triliun, meningkat dari sebelumnya Rp221 triliun pada 2015.Total aset BUMN pada akhir 2018 telah mencapai angka Rp8.092 triliun, naik signifikan dari capaian 2015 lalu sebesar Rp5.760triliun.Sementara itu, total laba pada 2018 mencapai Rp l88 triliun dariposisi sebelumnya Rp l50 triliun pada 2015, Kontribusi BUMN terhadap APBN pun melonjak menjadi Rp422 triliun, naik Rpl 19 triliun jika dibandingkan dengan 2015 yang tercatat Rp303 triliun. Studi LM FEB UI (2019) menunjukkan mulai membaiknya daya saing BUMN Indonesia (sampel 20 BUMN Tbk) jika dibandingkan dengan Temasek dan Khazanah untuk laporan keuangan pada 2018. Tingkat sales pada 2018 untuk Temasek ialah sekitar US$107 miliar, sedangkan 20 BUMNTbk sekitar US$53 miliar.Tingkat revenue growth 20.
BUMN Tbk ialah 15,8% atau lebih tinggi jika dibandingkan denganTemasek sebesar 10,4%. Dilihat dari indikator profit margin, terlihat posisi BUMN Tbk bersaing (25,1 %) jika dibandingkan denganTemasek (27,5%) atau Khazanah yang mengalami kerugian. Artinya, kemampuan 20 BUMN yang sudah Tbk relatif leruji menghadapi pesaing regional.Fakta itu sebetulnya bisa menjadi indikator bahwa semakin banyak BUMN didorong menjadi Tbk maka daya saingnya akan meningkat. Di antara keberhasilan yangsudah tercapai terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki secara fundamental. Aspek pertama,menyangkut harmonisasi regulasi yang mengatur BUMN. lemahnya daya saing BUMN diduga antara lain karena banyaknya peraturan/UU yang mengekang .kecepatan pengambilan keputusan dalam bisnis yang bergerak sangat dinamik. Manajemen BUMN harus tiinduk bukan saja pada UU PT atau yang mengatur industrinya. Namun, juga pada UU tentang Keuangan Negara, UU Tipikor, dan beberapa PP yang mengatur tentang: privatisasi BUMN, PMN, penggabungan & peleburan BUMN, dan lainnya. Salah satu contoh masalah yang dianggap cukup mengganggu ialah dualisme terkait status BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan (UU BUMN) dan UU Keuangan Negara.Konsep business judgement rule perlu dipertegas untuk menghindari kegamangan direksi BUMN dalam melakukan aksi korporasi. (www.mediaindonesia.com).
Sumber : Toto Pranoto : Optimisme Ekonomi di Periode II Pemerintahan Jokowi
Media Indonesia, 30 Oktober 2019