Strategi Inovasi di Era Disrupsi
Hana Fajria ~ Humas FEB UI
Depok – Departemen Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan Kuliah Umum mengenai “Strategic Innovation in Disruption Era” dengan narasuber oleh Andy Ma, CEO of Huawei Tech Investment dan Paul Soegianto, Strategy Director Blue Bird Group. Acara yang berlangsung dari pukul 14.00 WIB sampai 15.30 WIB ini dilaksanakan di ruang Auditorium Soeria Atmadja, Gedung Dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, pada hari Rabu (13/11/2019).
Acara dibuka oleh Ida Ayu Agung Faradynawati,S.E,M.S.C selaku Dosen Ilmu Manajemen. Pada kuliah tamu ini kedua narasumber memberikan presentasi dan tipsnya mengenai masing-masing perjalanan perusahan disaat era disrupsi. Pemaparan pertama oleh Andy Ma, mempresentasikan mengenai perjalanan perkembangan brand value dari Huawei bagaimana mereka bisa sampai sukses hingga sekarang. Berdiri sejak tahun 1987 hingga sekarang, Huawei menempati peringkat ke 61 dalam daftar Fortune 500 dan meningkat dengan cara mengesankan.
Ada beberapa point yang disampaikan, seperti Fokus menentukan strategi, gigih dalam investasi dalam inovasi, serta menginspirasi bakat yang ada. “Apa yang kita lakukan selama 30 tahun, kita selalu Membangun koneksi dan infrastruktur teknologi informasi komunikasi, Sedangkan hal yang kami tidak lakukan seperti tidak memonetisasi data karena data adalah aset pelanggan kami yang paling berharga. Kami membantu pelanggan kami mentransfer, menyimpan, dan memprosesnya. Dari segi aplikasi, dunia yang cerdas akan memiliki banyak aplikasi, kami membangun platform terbuka yang mendukung aplikasi dan pengembangan ekosistem, terus menerus tetap mengikuti kemajuan zaman dan tidak melupakan inovasi teknologi” Ujar Andy Ma.
Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Paul Soegianto. Paul memaparkan perjalanan PT. Blue Bird dari tahun ke tahun. PT Blue Bird Tbk dalam menghadapi dahsyatnya persaingan dengan pelaku ojek dan taksi online yang tiga tahun terakhir mengharu-birukan Indonesia. Tentu saja, peningkatan utilisasi taksi berbasis digital tak hanya dilakukan dengan aplikasi My Blue Bird. Sejumlah proyek kolaborasi berbasis digital sudah dan akan dijalankan Blue Bird. Semua program itu ditujukan untuk meningkatkan penjualan.
Kemudian muncul disrupsi dan perubahan pasar yang berdampak pada bisnis Blue Bird. “ Ya, kami menghadapi disrupsi namun kami berusaha keras, dengan melibatkan pelanggan kami, berdayakan karyawan kami, tingkatkan operasi kami, berevolusi produk kami dan tentunya perkaya jaringan kami. Kami sekarang mengalami transformasi sebagai bisnis Mobility As a Service (MAAS) dengan 3 pilar pendukung: digital, people & Partnerships”, Ujar Paul.
Diharapkan dengan pemaparan dari kedua narasumber ini dapat membantu para mahasiswa belajar lebih baik lagi untuk penambahan materi di semester berikutnya. (Des)